Permintaan (Revisi)

120K 5.1K 49
                                    

Suasana sepi karena banyaknya guru yang masih mengajar di kelas membuat Vania termenung seraya mengetuk pulpennya pelan ke meja. Ia mencoba berpikir keras mencari cara supaya nantinya Rio mencintai dirinya setelah pernikahan itu terjadi.

Perkataan Rio lusa kemarin bahwa dirinya membutuhkan waktu cukup panjang untuk mencintainya masih terus teriang di kepalanya. Ia sebenarnya tak ingin pernikahan tanpa cinta, tapi mau bagaimana lagi? Dirinya sudah terlanjur jatuh hati padanya

"Hoi, ngelamun aja" seru Erisa seraya menggebrak pelan meja Vania sontak membuat Vania tersentak kaget.

"Ish ngagetin orang aja!" kesal Vania menatap sebal Erisa.

"Lah lo pagi-pagi udah ngelamun? Nggak takut kesambet setan sekolahan?" pungkas Erisa duduk di samping Vania.

"Ah, gue tahu. Lo pasti ada masalah kan?" tebak Erisa menelisik wajah Vania.

Vania mendesah pelan lalu menelungsupkan kepalanya di sela tangannya yang terlipat, "Gue dijodohin" ujar Vania pelan sontak membuat Erisa membeo tak percaya.

"Apa? Gue nggak salah denger kan?" seru Erisa mencoba meyakinkan dirinya.

"Gue dijodohin" ulang Vania mendesah lesu.

"Sama siapa? Kapan? Ganteng nggak? Keren nggak? Tajir nggak? Tua atau masih muda? Orang mana?" Vania menatap sebal ke arah Erisa yang memberondong dia dengan banyak pertanyaan.

"Dengerin gue dulu!" kesal Vania sontak membuat Erisa terdiam lalu menganggukkan kepalanya.

"Gue dijodohin sama Dokter Rio" ujar Vania pelan.

"Dokter Rio? Siapa? Perasaan loh nggak punya pacar deh apalagi temen dokter namanya Rio" seru Erisa mengernyitkan dahinya mencoba mengingat nama itu.

"Atau jangan-jangan? Jangan-jangan...... Jangan bilang dokter kemarin?" tebak Erisa dengan nada memelan ketika teringat satu orang seraya menelisik wajah Vania.

Vania mengerucutkan bibirnya sedikit lalu menganggukkan kepalanya lesu, "What?!" kaget Erisa seraya menggeprak meja. Vania mengedarkan pandangannya melihat adakah orang yang juga mendengarkannya. Untung saja suasana kantor masih sepi.

"Kok bisa?" seru Erisa tak percaya.

Vania menghela napas dalam lalu mulai menceritakan semuanya. Sejak orangtuanya mengatakan akan menjodohkannya sampai pertemuan keluarga lusa kemarin. Erisa menepuk pelan bahu Vania untuk menenangkannya.

"Gue bingung pengen ngomong apa. Tapi gue harap kalo ini emang yang terbaik buat lo" ujar Erisa menenangkan. Vania hanya bisa menganggukkan kepalanya seraya mendesah lesu.

Di lain tempat, Rio sedang mencuci tangannya setelah melakukan operasi. Ia menumpukan kedua tangannya melihat ke arah pantulan kaca.

Ia memejamkan matanya seraya menundukkan kepalanya lesu. Jujur saja, ia sebenarnya belum siap dengan perjodohan ini. Ia bimbang antara yakin dan tidak yakin bisa melewati kehidupannya nanti bersama Vania.

Rio menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum beranjak dari toilet. Ia harus siap dengan semua ini. Ia yakin bisa melewatinya walau tanpa ada perasaan cinta.

Rio berjalan kembali ke arah ruangannya. Ia membuka ruangannya dan mendapati sudah banyak pasien yang menunggunya.

Banyak perempuan yang terkejut mendapati bahwa dokter yang akan menangani mereka begitu tampan. Bahkan bisa dibilang begitu cocok menjadi seorang aktor.

"Kita mulai" ujar Rio pada anak koas yang membantunya seraya mendudukkan dirinya di kursinya lalu membaca berkas yang ada di mejanya.

Rio menghabiskan waktu istirahatnya di kantin rumah sakit. Baru saja ia akan mulai suapan pertamanya, seseorang mengejutkan dirinya.

MY BELOVED DOCTORKde žijí příběhy. Začni objevovat