Tigapuluh. It's hurt

1.2K 70 7
                                    

Nabila terus-menerus menelpon Khalil, berharap yang ditunggu menjawab panggilannya. Perjalanannya pun belum selesai, ia masih merasakan mobil itu terus berjalan.

Genangan air matanya menandakan bahwa Nabila sedang khawatir sekarang. Ia tidak bisa berbuat banyak, ia terus merapalkan doa, berharap tidak terjadi apa-apa kepada Khalil.

Nabila ingin menyerah, ia ingin berteriak dan berlari mencari Khalil kemanapun. Tetapi, seolah ada kaca besar yang tidak bisa dihindarinya.

Ia dipaksa untuk melihat kejadian demi kejadian yang selama ini membuat hidupnya tak karuan. Dan sayangnya, ia tidak bisa menembus kaca itu.

Nabila menyerah saat dirasanya Khalil tidak dapat dihubungi. Ia lalu teringat untuk menelpon Rachel, karena terlalu panik ia tidak mengingat apapun selain Khalil.

Rachel tak kunjung mengangkat telponnya, Nabila mulai panik. Ia tak tahu lagi ingin berbuat apa.

Dari sebrang, terdengar panggilannya sudah tersambung. Nabila mendesah lega, tapi sebelum ia membuka mulutnya, mobil itu berhenti.

Nabila buru-buru memutuskan sambungan, ia tak ingin suaranya sampai terdengar oleh Kean.

Ia memutuskan untuk mengirim pesan saja, "Kak, tolong bila kak. Tolong kakak ke alamat bila ini. Bila udh hidupin GPS, jadi tolong dateng ke sini. Secepatnya ya kak"

Nabila mengantongkan handphonenya,  tadi ia mendengar suara mobil terbuka dan tertutup. Ia bahkan mendengar langkah kakaknya yang keluar dari mobil.

Dengan perlahan, ia membuka pintu mobil itu dan keluar, berharap tidak mengeluarkan bunyi sedikit pun.

Nabila melihat sang kakak yang memasuki sebuah bangunan tua di depannya. Tanpa mengunci pintu belakang, Nabila mengendap memasuki rumah itu.

"Ini dimana sih?" Nabila terus mengendap, netra nya menelusuri bangunan tua yang minim pencahayaan ini.

"Arghh..." Nabila terpaku, ia mengenali suara itu. Suara jeritan yang menyiratkan kesakitan. Tanpa sadar, air matanya sudah jatuh menuju pipinya.

"Khalil?" Kakinya melemas, ia ingin sekali menangis sembari berteriak, tapi ia harus mengontrolnya. Ia menutup mulutnya, mencegah berbagai teriakan yang ingin keluar.

Nabila tidak bisa berdiam di sini terus-menerus. Dengan air mata yang terus mengalir, ia berjalan perlahan mempertahankan langkah tanpa suaranya.

Ia yakin, suara itu berasal dari lantai atas. Nabila mempercepat langkahnya, getaran di sakunya mengalihkan atensi Nabila.

Ia merutuki bunyi notifikasi yang cukup kuat, terdengar langkah seseorang dari arah lain. Nabila cepat-cepat bersembunyi dalam sebuah lemari tua yang untungnya muat dimasuki.

"Siapa di sana?" Suaranya berat. Nabila yakin itu bukan kakaknya, suara Kean tidak seberat itu.

Nabila menutup mulutnya, ia takut mengeluarkan suara sekecil apapun. Jika bisa, ia ingin menghentikan deru nafasnya sebentar, agar tidak ada suara yang keluar dari dirinya.

Nabila juga tak lupa mematikan suara di handphonenya, ia tidak mau ketahuan sekarang. "Rei, ada apa?"

Nabila mendengar suara kakaknya, Nabila sangat yakin itu adalah suara Kean. Tapi, ia masih tidak percaya dengan semua ini.

Satu notifikasi muncul di layar handphone Nabila. Tampak Salsha yang menanyakan dimana ia sekarang.

"Ini bos, tadi ada bunyi notifikasi handphone" Kean mengangguk. Ia lalu menyerahkan handphone Khalil kepada bawahannya itu.

[FINISHED]Kapten Basket vs Vlogger CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang