40 | GONE

735 50 0
                                    

Play Music :

Zhong Chenle - Close My Eyes

"Pada akhirnya, akan tiba waktu dimana kamu akan melihat bunga yang mekar dengan indah itu layu dan jatuh ke tanah."

Matahari sudah berada di barat cakrawala saat Syifa duduk diatas kursi roda memandangi senja. Gadis itu tak sendiri, ada Zian menemaninya.

"Kamu pernah dengar kisah dandelion di diantara belukar?" Zian menggeleng.

"Dahulu, ada sebuah bunga yang tumbuh diantara semak belukar. Bunga itu tak memiliki kelopak, warnanya pun tak mencolok seperti bunga-bunga pada umumnya, hingga tak seekor seranggapun mau mendekatinya, ia adalah Dandelion putih yang tak menarik. Suatu hari dandelion berdoa agar seekor serangga datang untuk membantunya penyerbukan, tapi secara mengejutkan banjir datang, air menggenang menenggelamkannya sebatas batang. Dandelion tak berdaya, ia pikir ia akan mati. Tau yang terjadi setelahnya?" Syifa kembali bertanya pada Zian tanpa menoleh.

"Apa?"

"Tiba-tiba angin berhembus kencang, menebarkan benih dandelion jauh. Dan beberapa saat setelahnya benih-benih itu jatuh di tanah yang luas, benih-benih itu tumbuh disana." Syifa tersenyum, masih memandangi langit dari balik jendela.

"Kamu lebih cocok menjadi mawar merah, kelopaknya indah, anggun, dan cantik. Aku selalu suka lihat bunga mawar yang mekar." Zian berujar lembut.

"Pada akhirnya, akan tiba waktu dimana kamu akan melihat bunga yang mekar dengan indah itu layu dan jatuh ke tanah." Zian tak menjawab lagi, membuat hening kembali menyelimuti mereka.

Matahari sudah hampir sepenuhnya tenggelam di balik gedung-gedung tinggi di depan sana, menyisakan semburat merah yang perlahan mulai menghitam di telan malam. Zian masih diam, merasakan semilir angin yang sedikit terasa masuk dari sela jendela yang tidak tertutup rapat.

"Kamu nggak capek, Syif? Ayo ke kasur, kamu butuh istirahat." Zian berkata sambil tersenyum. Tapi Syifa tak kunjung menjawab.

"Syif?" Aneh, kenapa gadis itu hanya diam saja, bahkan saat Zian memanggilnya? Zian menepuk pelan pundak Syifa, tapi yang didapatinya tetap sama. Perlahan laki-laki itu berpindah posisi ke depan Syifa, dan benar yang ia takutkan. Syifa sedang tak sadarkan diri.

❣❣❣

Bau antiseptik masih dengan tajam menusuk indera penciuman. Kali ini Syifa terbangun dengan pemandangan yang sedikit berbeda, ruangan tempatnya berbaring tidak sepi melompong seperti biasanya. Irham, Tia, Alan, bahkan juga Zian ada disana. Air mukanya sedikit muram, mendengarkan penjelasan Dokter di pinggir ranjang. Mereka belum menyadari Syifa yang telah terbangun. Gadis itu mendengar dengan samar, "...sangatlah kecil." Percakapan itu dihentikan saat Alan menyenggol lengan Irham. Spontan semua menoleh pada Syifa. Tia tersenyum menatap Syifa, begitupula Alan dan juga Zian, sedang Irham berjalan dengan Dokter ke luar ruangan.

Tia berjalan mendekati Syifa, sebelum kemudian wanita setengah baya tersebut memeluk puterinya itu dengan erat.

"Ini...ada apa, Bun?" Syifa bertanya pelan. Tak ada jawaban dari Tia, selain pelukannya yang semakin terasa erat. Dan kemudian terdengar sedikit suara isakan.

Syifa menatap Alan dan Zian bergantian, tapi mereka hanya tersenyum tanpa penjelasan. Gadis itu benar-benar tidak suka dengan suasana seperti ini.

Dear Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang