22 | MASK

801 68 3
                                    

Play Music :

Girls Generation(SNSD) - Star Star Star

"Hatiku menangis, bibirku tertawa. Ujarku bahagia, pelupukku berlinang air mata."

Malam ini terasa sedikit lebih dingin dari malam-malam sebelumnya, entah memang karena cuaca atau hanya tubuh Syifa saja yang merasakan hal itu. Gadis itu duduk ditepian ranjang, ditemani dengan secangkir susu vanilla ditangannya. Ia mendengus, pikirannya terus berputar pada adegan sore tadi. Bagaimana tidak, saat hendak mengambil air putih tadi Syifa tak sengaja mendengar percakapan Irham dengan Tia. Setidaknya, hampir semua yang Irham katakan telah berhasil Ia dengar. Mulai dari Irham yang tak bisa menerima Nayla, hingga cara Irham saat mengusir Tia dari kamar secara halus.

Entahlah, Gadis itu begitu bingung dengan ini semua. Ia bagaikan orang asing ditengah-tengah keluarganya sendiri.

Syifa mengambil nafas panjang, gadis itu merubah posisinya menaiki ranjang dan bersandar pada tumpukkan bantal, sesaat setelah dirinya meletakkan secangkir susu vanilla tadi di atas meja. Perlahan tangannya meraih sebuah buku yang memang sengaja ia letakkan di bawah bantal. Buku itu masih sama, meski kini, hiasan mawar putih di sampul nya sedikit penyok akibat tertumpuk volume bantal yang memang sedikit berat. Ia kembali mengukir perasaannya disana, segala tanya juga rasa tak luput ada di setiap garis di kertas itu. Tapi kali ini, bukan tentang Nayla.

Kepada sebuah rasa yang dipenuhi dilema, apakah salah jika mulutku ini terus meneriakkan kata tak terima?

Aku bimbang.

Ya, ini tak lebih dari sebuah ungkapan dalam kata.

Layaknya samudra yang menawarkan tenang dalam riuhnya, tak bisakah dirinya menjadi seperti itu?

Layaknya angin yang membelai kulit begitu lembut, tak bisakah dirinya menjadi seperti itu?

Dengarkan jerit di setiap diamku, bukankah itu menyakitkan?

Jika aku bisa memilih, maka tak akan pernah aku biarkan ia berubah seperti ini. Aku ragu, jika seandainya ia hadir di setiap waktu tanpa sedikitpun menggoreskan pilu di dalam kalbu.

Tapi takdir memang seperti itu, ia mempermainkan setiap rasa dengan sendu. Ia menyiksa setiap rasa dengan pilu. Ia juga menghapus setiap rasa tanpa ragu.

Ayahku, aku rindu dirimu yang dulu.

Syifa menutup buku hariannya, setelah dirasa cukup menuliskan sedikit hal yang membuatnya terus dilanda ketidak tenangan. Sebelum kemudian gadis itu memasukkanya kedalam kantong yang ada di jaketnya.

❣❣❣


Mungkin benar, jika segala sesuatu yang seharusnya selalu membuat seseorang tenang adalah sepi yang menyatu dalam kesunyian. Tapi untuk kali ini saja, Nayla merasa sepinya begitu menyakitkan. Tenang memang menyertainya, tapi itu semua percuma. Karena sepi yang gadis itu rasa masih setia beradu dengan pilu yang terus melaju juga sakit yang kian melonjak. Tak ada yang tau kapan dirinya menangis, tak ada yang tau kapan dirinya terus menyalahkan diri sendiri. Orang lain hanya tau bahwa ia baik-baik saja setelah semua yang terjadi, mereka hanya tau fisik gadis itu yang mulai berangsur membaik seperti sedia kala, tanpa sekalipun memikirkan mental yang kian tertatih mencoba menerima takdir pahit yang seolah tak berujung.

Dear Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang