20 | CAN YOU RELY ON ME?

868 79 7
                                    

Play Music:

Girls Generation (SNSD) - Forever


"Aku ingin menjadi kekuatan untukmu, agar kamu bisa mengandalkanku seperti yang aku lakukan untukmu."


Matahari masih terlalu malu untuk menampakkan dirinya pagi ini, gelap masih mendominasi langit yang begitu sunyi. Kicau burung terdengar bersahutan menyelingi kokok ayam yang senantiasa mengusir sepi.

Laki-laki itu tengah berjalan ditengah kerumunan manusia yang memang didominasi oleh kaum wanita. Ya, pasar. Bukannya apa, hari ini adalah hari minggu, dan rencananya Zian akan membuatkan masakan spesial untuk Nayla. Laki-laki itu sengaja berbuat demikian, mengingat siang nanti sepertinya Nayla sudah diperbolehkan untuk pulang.

"Telur satu kilo, Bu." Zian berujar pada salah seorang pedagang yang sedang berdiri di depan kios nya.

"Sembilan belas setengah, Den." pedagang tadi memberika telur yang telah dimasukkan pada kantong plastik.

Setelah dirasa semua bahan yang dibutuh kan telah ia beli, laki-laki tersebut segera meninggalkan tempat yang memang semakin siang semakin ramai tersebut.

Sepanjang perjalan Zian tak henti-hentinya tersenyum. Bahkan ditengah jalanan ibukota yang memang masih renggang. Mengingat kali ini ia keluar rumah tidak ditengah-tengah jam sibuk. Tak terasa, kini mobil putihnya telah memasuki pekarangan rumahnya yang nampak asri dengan berbagai tumbuhan yang menghiasi pinggiran garasi juga menggantung di setiap pojok atap rumah.

Namun, belum juga Zian turun dari mobilnya, ia melihat seseorang tengah melambaikan tangannya di depan kaca mobil miliknya.


Dasar bocah. Zian berujar dalam hati, sesaat setelah ia menyadari bahwa orang yang tengah melambaikan tangannya sekarang ini adalah Alan Apriliansyah.

"Apa?" Zian bertanya pada Alan yang tengah memberikan seringai khasnya pada Zian.

"Mau ngembaliin ini, Kak." Alan berujar sembari memberikan sebuah tempat makan yang telah dibungkus oleh katong plastik hitam.

"Oh,"

"Nggak di suruh masuk nih kak? Alan tamu lho."

"Masuk aja, Nak." bukan, bukan Zian yang meyuruh Alan masuk. Melainkan, Rina yang tiba-tiba saja mengintip melalui jendela yang memang menghubungkan dapur dengan garasi.

"Makasih Tante,," Alan menjawab dan langsung melangkahkan kakinya masuk ke rumah.

'Hmm, nih anak....'

❣❣❣


"Nanti Alan bareng Kak Zian deh, ke Rumah Sakitnya." Alan mengawali pembicaraan setelah mengamati suasana ruang makan yang tampak begitu hening. Perlu digaris bawahi, bahwa Alan tak menyukai hening. Menurutnya, keheningan itu bukan suatu hal yang pantas untuk ada dikehidupannya. Tau mengapa? Karena semenjak kecil ia sudah berkawan dengan yang namanya keheningan, matanya sudah tak ingin mengerti hiruk pikuk masalah duniawi yang tidak bisa dibilang stabil, ia pun sudah terlalu menutup diri pada dunia yang ada. Tapi itu dulu, sebelum ia terbebas dari yang namanya jeratan masa lalu tentang dia dan orang tuanya. Dirinya kini telah tumbuh sebagai pribadi yang berbeda, Alan bukan lagi seorang bocah kecil pendiam. Alan yang sekarang sangat berbanding terbalik dengan yang dulu. Tentu, karena sekarang Alan adalah sosok yang pencicilan, penuh kehangatan, juga empati yang begitu tinggi.

Dear Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang