16 | I STILL BELIEVE

951 79 0
                                    

Play Music :

Seo In Guk - Flower

"Terkadang, orang terkuat sekalipun selalu butuh orang lain untuk mengurangi sedihnya, mengurangi khawatirnya, mengurangi air matanya, juga luka yang ia punya."

Malam begitu tenang, senyap akan semua kebisingan yang terjaga sejak pagi buta. Mungkin ia lelah, setelah siang yang begitu panas dalam hiruk pikuk ibukota. Malam damai, tanpa ada kelabu yang menggantung, apalagi rinai yang menangis pilu.

Tidak seperti biasanya, malam ini Syifa baru menginjakkan kakinya di rumah pukul 22.45 . Bukan apa, ia hanya baru pulang dari kerja kelompoknya untuk presentasi besok. Tentu setelah siang tadi dirinya tak jadi menjenguk Nayla di Rumah Sakit, ia hanya membawakan roti isi yang tetap saja tak diberikan langsung. Hanya digantung dikenop pintu kamar rawat Nayla. Rasanya tak apa, mengingat Syifa enggan mengganggu acara adiknya kala itu.

Langkah gadis itu memang telah berhenti didalam ruangan penuh privasinya sejak beberapa menit yang lalu, tapi matanya seolah enggan terpejam. Entahlah, mungkin takut akan mimpi yang menyenanangkan. Sebab mimpi indah yang menyenangkan itu hanya akan membuat dirinya sedih saat terbangun. Jelas, karena itu semua hanya sebatas mimpi, bukannya realita yang dapat dengan mudah terjadi.

Perlahan gadis itu mengambil sebuah buku dari tas kecil yang masih setia menggantung di bahunya. Dan perlahan..tangannya mulai menorehkan tinta penuh kisah disana.

Ini tentang bayangan.

Ketika kehadirannya ada, namun tak satupun mata menyadarinya.

Saat senyuman ataupun tangis menyertainya, juga tak sepasang matapun tau.

Namun, ia tak pernah meronta menagih waktu tuk sekedar memberinya akan hal itu.

Ia setia menemani raga yang tersenyum dalam kalbu, juga menangis dengan sendu.

Akulah bayanganmu, yang menangis kala pilu telah mengaharu biru, yang tertawa kala canda berhasil menembus sukma, dan yang mati kala raga telah tak sanggup menanggung diri, juga sesal dan kasih yang memang tak tercipta untuk abadi.

~Nayla Gymnastiar ~

Yang Syifa rasakan hari ini tak lebih dari sebuah rasa perih yang bercampur bahagia juga kecewa. Semua emosi itu seakan sedang beradu mencari tempat dihatinya, mencoba membawa raga untuk memilih apa yang selanjutnya akan ia lakukan. Tapi tetap sama, Syifa tetap memilih untuk menjadi dirinya yang sekarang. Sekalipun perih terus menggerogoti, ataupun luka yang berakhir kecewa terus menghapiri...tak apa. Karena satu yang membuatnya percaya, Nayla baik, Zian baik, dirinya pun juga baik. Dan Tuhan tak akan salah meberikan kita segudang luka, sejumput rasa, juga segenggam harapan yang menjelma melalui tawa. Ia yakin, Tuhan tak akan memberikan hal yang buruk pada orang yang baik. Setidaknya, itu pesan terakhir Ibunya yang masih ia ingat.

'Tok..tok..tok'

Ketukan pintu yang berulang membuat lamunan gadis itu buyar seketika. Mau tak mau, Syifa segera beranjak dan membukakan pintu yang memang sedari tadi tertutup rapat.

"Ayah kapan pulang?" gadis itu bertanya, setelah melihat ayahnya sedang berdiri di balik pintu lengkap dengan kemeja kantornya.

"Tadi sore, tapi Ayah masih ada sedikit urusan di kantor. Jadi, yah...sampai rumah baru jam segini." laki-laki itu berujar sembari melangkah masuk kemarin putrinya itu.

"Oh.."

"Syif?"

"Iya?"

"Kamu dari Rumah Sakit?" laki-laki tersebut bertanya sambil mendaratkan bokongnya di atas ranjang.

Dear Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang