10. Pangeran Biola

9.6K 570 4
                                    

Tekan ☆ di pojok bawah ya:)
Koreksi juga kalau ada typo.

Happy reading❤

"Apa harus masa laluku yang bisa membuatmu menganggapku ada?
Sementara yang kuingin darimu adalah membangun masa  depan kita berdua."

(Samudra Alaska Reihanaldi)

Masih di hari yang sama, namun dalam kurun waktu yang berbeda. “Antarin gue, gih!” perintah Aska setelah selesai membereskan buku paket yang ia bawa.

Lana mendengkus malas. “Manja,” cibirnya yang ditanggapi delikan tajam Aska.

“Gue itu di sini sebagai guru lo, hargain dikit, dong,” katanya tersenyum mengejek.

Lana menggetok kepala Aska, menyebabkan ringisan terlontar dari bibir sedikit tebal cowok itu. “Lo itu bar-bar banget, sih!” decaknya tidak suka.

“Lo-nya aja yang lebay, gitu aja udah kesakitan. Cemen!”

Aska mendelik tajam, tetapi Lana tak acuh. Seharusnya Aska merasa bersyukur karena sudah diberi cemilan dan jus jeruk untuk membasahi tenggorakan kering Aska ketika menjelaskan tadi.

“Sumpah yah, nyesal gue nawarin diri untuk ngajarin lo,” decak Aska sambil mencomot keripik kentang yang tersisa satu bungkus. Sepertinya cowok itu kelaparan hingga menghabiskan persediaan snack Lana yang lumayan banyak.

Lana mencibir melihat tumpukan bungkus cemilan di atas meja. “Katanya tadi gak suka, tapi diabisin juga, jaim banget sih lo.”

“Kalau lapar semua jenis makanan yang penting halal itu pasti gue makan.”

Lana hanya memutar bola mata, ia lalu bertanya ketika mengingat hal yang hingga saat ini belum ia tahu jawabannya, “Btw, lo kok bisa jadi guru gue, tau dari mana kalau gue butuh guru private?”

Aska tiba-tiba gelagapan, menunjukkan gelagat yang mencurigakan. “Emm, itu gue ... gue nebak aja.”

Lana memicingkan matanya, berusaha membaca gerak-gerik Aska. “Gak usah bohong, deh. Jangan-jangan lo selama ini ngintilin gue, yaa?” Lana menaik-turunkan alis kirinya dan senyuman usil terpatri di sudut bibirnya.

“Gak!”

“Ngaku lo!”

“Tetap gak!”

“Ngaku aja lah, gak ngaku dosa, lho. Masuk neraka.”

“Gue ngikutin lo kemarin, puas?!” Aska menjawab cepat. Jeda itu diisi hening, lalu tawa membahana Lana terdengar menyebalkan di telinga Aska.

“Takut masuk neraka,” cibirnya.

Sejak kejadian kemarin sore, di mana Aska langsung bangkit dan meninggalkan rumah Lana tanpa pamit, cowok itu tidak mau lagi melihat wajah Lana. Setiap berpapasan, ia selalu membuang pandangannya ke arah yang tidak menyebabkannya melihat sosok Lana.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang