7. Aska dan Risky

11.2K 522 8
                                    

Tekan ☆ di pojok bawah ya:)
Koreksi juga kalau ada typo.

Happy reading❤

“Ada yang disembunyikan dari keduanya, namun
semuanya masih abu-abu, belum bisa teraba.”

(Sivania Alana Raveira)

Terantuk-antuk, Lana menarik langkahnya memasuki kamar. Cewek itu menyeka peluh di sekitar wajahnya, ia baru saja menenami Mas Axel bermain bulu tangkis, padahal ia tidak ahli dalam bidang olahraga, apapun itu.

“Ya elah, gitu aja udah capek. Lebay kamu.,” cibir Mas Axel seraya membanting tubuhnya di kasur empuk Lana.

Lana ikut berbaring di sisi kakaknya. “Capek. Gak batin, gak fisik, gak otak ... huh, kayaknya tersiksa banget hidup Lana,” katanya dengan suara yang dibuat-buat agar terdengar seperti orang teraniaya.

Mas Axel memutar bola mata, melirik adiknya yang mengenakan kaos longgar dan short pants. “Kamunya aja yang lebay. Apa-apa diambil hati.”

“Iiih, Mas! Mas sih gak tau dia kayak gimana. Gimana gak kesal coba kalau dia ngasih Lana challenge yang Lana aja ragu bakal menang, Mas tau sendiri kan Lana dari TK paling malas yang namanya hitung-menghitung. Apalagi matematika versi SMA, gila bikin stres, disuruh nyari nilai x dan y sementara jodoh Lana aja belum ketemu, tanda-tandanya aja belum keliatan, tuh.”

Kali ini Mas Axel mendengkus kasar. Ia tidak melirik lagi adiknya yang sudah memasang wajah cemberut. Mas Axel memandang langit-langit kamar. “Mas punya solusi.”

“Apaan?”

“Gimana kalau kamu les private aja, nanti Mas yang nyariin gurunya?” tanyanya, kali ini irisnya menyorot serius netra Lana.

“Ogah!” tolak Lana langsung.

Mas Axel mengembuskan napas, membujuk adiknya sangat bukan kemampuannya. “Kamu gak punya pilihan lain, Lan. Kamu mau kalah dan makin dibego-begoin sama cowok yang kamu bilang ngesalin itu?”

Lana memang sudah menceritakan perihal Aska kepada masnya itu, karena Mas Axel selalu menjadi tempat Lana berbagi, bahkan saat mereka tinggal di kota yang berbeda.

“Tapi gak pake les juga lah, Mas. Itu sama aja Lana nambah beban pikiran.”

“Terus mau kamu gimana?”

“Mas aja yang ajar Lana?”

Posisi mereka tidak sama lagi seperti tadi. Keduanya sudah duduk berhadapan di atas ranjang, dengan kaki yang ditelungkup.

Mas Axel yang masih berseragam club olahraga bulu tangkis favoritnya itu mencebik kesal. “Jangan aneh-aneh, deh! Kamu sama Mas itu tau di antara kita gak ada yang jago matematika, walau sebenarnya mendingan ilmu perhitungan Mas, sih,” ujarmya membuat Lana melotot tak terima.

“Mendingan Mas dari Hongkong! Di mana-mana Sivania Alana Raveira itu lebih unggul dibanding Axel  Leonard dalam segala hal!”

Mas Axel kembali memutar bola mata. Jengah mendengar kepercayaan adiknya jika bersamanya. “Terserah, deh, unggulan siapa, tapi Mas maksa kamu harus ikut les private. Besok Mas bakal nyariin gurunya dan jangan buat ulah, okay!” putusnya final seraya bangkit dari posisinya. Mas Axel keluar dari kamar Lana, meninggalkan cewek itu yang mengerucutkan bibirnya.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang