#63

1.1K 99 91
                                    

"Coba ulangi Nad. Kamu minta apa tadi?"

Nadine gemetaran, keringat dingin. Kedua tangannya tak bisa diam, ciri jika dia dalam keadaan gugup.

"A-ayo kita udahan una"
"Kamu yakin? Benar udah yakin?"
"Iya, kita udahan. Ya?"
"Terus persiapan kita, tahun depan gimana?"
"Kita batalin"
"Enak banget ya tinggal ngomong. Kamu urus sana. Kamu pikir aku ini apa? Kamu minta aku jadi teman, aku jadi temanmu. Kamu minta aku jadi pacar, aku jadi pacarmu. Kamu minta aku urus semua persiapan hidup kita di masa depan, aku juga udah lakuin. Aku udah bikin konsep undangan jika memang kita perlu menikah, aku udah bikin konsep tempat, aku udah bikin konsep makanan, aku udah bikin konsep rumah kita nanti. Aku udah atur semua, semua yang kamu minta. Kamu minta aku jadi wanita karir sukses, aku lakuin kan. Bahkan aku udah jadi wanita penggila kerja, buat ngikutin maunya kamu. Aku juga sampai lupa, jika aku punya kehidupan. Bukan cuma kamu yang butuh aku hadir, tapi selalu kamu yang aku datangi. Sekarang, kamu minta udahan? Karena cinta pertamamu datang lagi. Aku gak akan ngelarang, kalau kamu yakin kita udahan, silahkan. Jangan pernah minta aku buat ngikutin kamu lagi. Aku pastikan kamu menyesal dengan pilihanmu ini, kamu gak bakal pernah dapetin orang kayak aku. Aku pergi"

Nadine segera memeluk Una, dia tak ingin dibenci.

"Una. Aku sayang kamu"
"Aku tau"
"Maaf, tapi aku gak bisa nahan ini. Aku mau Helena"
"Bodoh"
"Aku masih cinta sama dia"
"Kamu juga cinta aku. Bodoh, kamu pikir cuma modal cinta bisa bikin kalian hidup normal? Tanpa persiapan? Bodoh kamu Nad. Cinta kalian itu udah berakhir tepat saat dia ninggalin kamu, dan yang kalian rasain ini bukan cinta lagi"
"Terus apa?! Aku gila kalau gak ada dia, aku gak bisa ninggalin dia, terus apa kalau gak cinta?"
"Pikirin sendiri! Sebelum dia datang lagi, kamu gak ketergantungan sama dia kayak gini. Kalian itu, sudah berakhir. Yang kalian rasain bukan cinta"
"Udahlah. Kamu gak bakal ngerti"
"Kurang ngertiin kalian gimana lagi? Aku kasih waktu buat kalian, aku kasih Nad. Aku kasih waktu buat kalian bareng lagi, aku kasih kalian kesempatan buat ngeluapin semua yang kalian rasain setelah berpisah. Aku kasih kalian kepercayaan buat ngebales waktu yang misahin kalian. Aku gak ngerti apa? Gak ngerti bagian apa?" Una masih tenang menjawab semua perkataan Nadine. Tidak sedikitpun menunjukan amarahnya.

"Jangan gini, please"
"Kamu yang bikin jadi gini. Segitu gak berartinya kah buatmu Nad? Segitu gak ngenanya ya semua yang aku kasih ka kamu?"

Yuna berlalu, keluar dari rumah mungil yang selalu jadi tempat ternyamannya. Berat rasanya, tapi dia harus. Nadine tak akan dengan mudah mengerti semua perkataanya. Dia mengenal Nadine dengan baik. Dan saat ini, pergi memang jalan yang paling tepat. Setidaknya itu pilihan yang terbaik dari semua yang terburuk. Bukan Yuna tak punya amarah, amarahnya bahkan kalah dengan kesakitan yang diberikan Nadine kali ini. Sesak, air matanya baru bisa menetes setelah raganya pergi dari hadapan orang yang baru saja menyakitinya itu. Langkah kakinya mulai terasa berat, ia terduduk. Di jalanan sepi, komplek perumahan kecil itu, Yuna akhirnya menangis sejadinya.

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang