#55

1.5K 107 97
                                    

Full part of helena and yuna.

Gerakan lincah Una masih menjadi tontonan menarik untuk Helena.

Entahlah, sudah 1 jam lamanya. Una masih saja sibuk, menyelesaikan kegiatan memasaknya.
Yang Helena pikirkan, kenapa?
Apa yang membawanya kemari?
Ke tempat manusia yang menjadi rivalnya.

"Kak.."
"Stttt!! Bentar lagi selesai Helen. Bentar ya"

Oke, mungkin membiarkannya pilihan tepat. Helena meraih buku tebalnya, lalu kembali mengenakan kacamata minusnya, meneruskan bacaan yang tertunda.

"Taraaaa.. ayo kita pesta junkfood"

Entah sejak kapan, kini meja bar mini di ruangan helena penuh dengan makanan cepat saji. Dan tak lupa, 2 botol beer ****berg dingin, dan 2 buah gelas. Tak lupa, beberapa kotak es batu yang baru saja Una masukan ke gelas kaca masing-masing yang bermotif belimbing itu. Gelas itu berukuran sedang, yang memang Helena siapkan untuk minuman ini.

"Kak mabok kah? Hihihii, tumben?" Helena heran, namun tak ia pungkiri. Ia senang ada teman di apartemennya hari ini.

"Enggak, kamu kurusan tau?! Perbaikan gizi. Oh iya Helen, kamu bolos aja ya hari ini"
"Elahh, itumah gampang kak. Sini aku tuangin beer nya"

Una menyodorkan gelas belimbing bening ditangan kanannya ke depan Helena, gadis itu menuangkan sampai hampir penuh. Lalu beralih menuangkan ke gelasnya sendiri.

Meneguk dengan sekali tegukan. Helena yang memang lebih kuat, ia telah menghabiskan segelas beernya. Membuat Una geleng-geleng kepala, melirik gelasnya sendiri. Hanya seperempat gas yang berhasil ia minum dalam satu tegukan.

Sama-sama diam, meresapi rasa dan menikmati rasa itu. Hangat, hangat setelah cairan itu masuk dan menyapa tenggorokan, lalu di ikuti oleh pahit yang 'khas'.

"Enak" Helena tersenyum, tapi memang benar. Rasa burger buatan Una tak kalah dari burger yang telah terkenal diluaran sana.

"Makan, ini nih. Nih nugget" una mengambil satu potongan nugget, lalu menyuapkan ke Helena.

"Sering-seringlah ya, maen sininya kak"

Sedikit demi sedikit, Una menyesap kembali beer yang ada di tangannya. Pelan namun pasti, rasa beer itu semakin nyaman saja di tubuhnya.

Tubuhnya terasa menghangat. Ditatapnya manusia yang 4 tahun lebih muda darinya tersebut. Manusia itu sedang lahapnya, kedua tangannya sibuk. Sibuk mencomot dan memakan semua makanan yang terhidang dengan tak sabarnya.

"Why" helena bertanya dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.

Una memberikan tanda 'telan dulu'

"Aku gak suka. Aku gak suka kamu godain tunanganku"

Helena hampir saja tersedak, cepat-cepat dia meminum beer dinginnya kembali.

"Apasih kak? Lagian juga, apa yang salah?"
"Ya salah lah!"
"Salahin dia juga lah kak, kenapa cuma aku yang salah" ucap Helena tenang.

"Salahin Nadine. Dia yang salah" Helena kembali menimpali jawabannya. Meneguk kembali beer yang sudah keberapa kali ia tuangkan.

"Sejak kapan(?)"
"What(?)" Alis kanan Helena bergerak naik keatas.
"Kamu. Sejak kapan suka rokok sama minuman ginian"
"Ohh. Sejak.. emm sejak pisah sama Nadine kali"
"Sejak pisah sama Nadine? Haha.. bohong" una tahu betul. Gadis di depannya berbohong.

"Udah aku bilang, gak perlu bohong. Aku ini udah seperti malaikat penjaga kamu Helen. Aku bahkan jauh lebih kenal kamu daripada papimu, dan jauh lebih tahu kamu daripada Nadine"

Helena miris, memang benar. Una bukan siapa-siapa melainkan angel dalam figur devil. Ahh apa kebalikannya, devil dalam figur angel (?).

Helena enggan menatap mata teman rasa kakaknya ini. Memilih menunduk, tangannya memainkan gelas, menggerakan miring ke kanan dan kiri. Membuat suara nyaring antara pertemuan es batu dan gelas kaca.

"Kamu nyesel kan. Nadine akhirnya mutusin move on sama aku. Dan makin mau mati saat nadine nerima tantanganku buat pembuktian cintanya ke aku. Kamu udah pasti mati kalo gerry gak datang. Bego dasar! Aku gak ngerebut nadine. Tapi memang aku jatuh cinta, dan dia pun sebaliknya. Aku cukup yakin, sekarang dia cinta sama aku sih Len"

Helena diam, iya. Dia harusnya sudah mati. Mati dalam rasa bersalah dan bodohnya. Hanya karena seorang Nadine, mampu membuatnya menjadi manusia bodoh dan tak rasional.

"Sebelum kalah. Mundurlah" Una mantap berucap.

Ucapan ringan, namun terasa mengancam menurut Helena.
Nyalinya sedikit menciut. Wanita ambisius yang terbalut oleh keanggunan ini, dia sangat konsekuen dengan apa yang dia mau. Dia tidak akan mundur sebelum dia merasa benar-benar kalah.

Tak ada yang mengenal dia sepenuhnya, tak ada yang mengenal dia sebaik Helena mengenalnya.
Wanita berparas dewi, yang selalu dipuja kaum adam hawa sekaligus. Namun, Helena masih tak tahu apa alasan seorang Yuna, jatuh cinta dengan Nadine. Harusnya bisa dapat lebih baik, biarlah Nadine buat Helena saja.

"Kak.. tenang aja, aku gak bakal curang"
"TAPI KEMARIN KAMU CURANG HELENA!!"

Pyarrrrrr...

"Aaarrgggh!!!! Kalian... brengseek!!"

Una melempar gelas yang digenggamannya ke lantai. Helena yang kaget, hanya bisa diam.
Ia beranjak, mendekat lalu mendekap Una. Membawanya dalam pelukan, berharap bisa menenangkan amarah tertahan wanita itu.

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang