#54 (pengakuan)

1.7K 116 170
                                    

Di rumah mungil ini, perjalanan di mulai. Rumah mungil yang ia beli dengan menyisihkan sedikit demi sedikit gajinya dulu sebelum memulai membangun bisnis cafe nya.

"Bunda, vero boleh main ke sebelah? Ada PR, mah belajar bareng"

Vero yang baru saja sampai rumah bersama nadine langsung berlari keluar rumah setelah menaruh tas sekokahnya di kamar dan berganti alas kaki, belum sempat Maya mengiyakan pertanyaannya.

"Tuh anak lo nad, kesebelah mulu"
"Ya sudah biar ajalah May, kan belajar. Senenglah kita, Vero tumbuhnya jadi rajin gini"

Nadine santai saja, memilih tiduran di ruang televisi. Selang beberapa menit, maya menyusulnya.
Maya memeluk lengan Nadine, seperti biasa. Tak akan tertinggal manjanya jika sudah bersama Nadine.

"Mikir apa Nad? Keriput keningnya"

Maya memijit keningnya lalu berganti di pelipis kanan kirinua, pelan dan penuh perhatian.

"May, lo percaya gue?"
"Yupz, tapi tergantung sih masalah apa. Mesti lo galau gegara di tinggal Una seminggu inikan. Sampe lo gk konsen di cafe, parah ya berantemnya?"
"Hu'um.. mana gk isa di hubungi dia May. Gue gk tau lagi ni mesti jelasin ke dia gimana"
"Ya tinggal di jelasinlah, kan lo punya mulut, punya akal. Gimana dia mau ngerti kalo lo cuma diem aja"

Nadine menghembuskan nafas menyerahnya. Una sangat amat marah dengannya. Apapun yang ia jelaskan terlihat sangat tak berguna, tetap akan salah. Memang iya, dia pun memang salah, tak bisa tegas.

"Gue gak ngapa-ngapain May. Sumpeh deh, gue kudu gimana lagi bilangnya ke dia. Dia selalu motong dan nge blok penjelasan gue. Padahal ni, yang gue jelasin tu beneran"
"Emmm, oke.. gini, lo emang ngomong gimana ke Una? Ahh gini aja, jelasin masalahnya dulu, kalo gk keberatan"

"Jadi gue kan mampir ke apartemen Helen. Maen kesana, ngobrol, nemenin dia"
"Bentar, lo maen kesana sendirian?"
"Iye.. kan emang mau nemenin dia May, lama juga kan kita gak ngobrol"
"Okee, terus kalian ngapain?"
"Ya ngapain? Ngobrol, becandaan, liat pilm. Udeh gitu doang"
"Kalo emang gitu doaang, ngapain Una ngamuk?"

Nadine lesu. Pikirannya melayang di kejadian waktu itu, di apartemen Helena.

"Helen, haaaaaaaahhhh.. aku sayang helen May, tapi aku juga gak mau bikin Una salah paham gini. Aku sama helen yah lo taulah"
"Mana gue tauuuuu... lo yang ngelakuin, ngapain kalian?" Tanya Maya menyelidik dengan tatapan membunuh.

"Gu gue ci ciuman"
"Gak mungkin cuma itu doang"
"Apanya sih, emang gitu doang ihhh"
"Kagaaak.. ciuman panas kan lo sama dia"
"Iya sih May, kita foreplay. Tapi beneran cuma sebatas itu doang, sumpah deh May"

"Kalo gue ni Nad, kalo gue ni tunggangan lo ehhh tunangan lo, udeh gua cantolin lo ke kawat berduri yang di pake buat pager itu, biar mampus sekalian"
"Ahhh tai ahh lo, taiii.. bini kurang ajar ya lo itu"
"Mau sebatas apapun, intinya lo udah ngelakuin hal yang gak bisa di terima sama pasangan lo"
"Gue tau" nadine menunduk.

Maya, berganti posisi.. Tidur miring kepala terangkat, dengan tanga kanan menopang kepalanya. Dan tangan kiri membelai pipi Nadine.

"Gue emang salah May. Tapi gue manusia normal, dan gue ngaku kalo gue masih sayang banget sama Helena. Dia spesial, dia orang penting di sejarah idup gue. Dia manusia pertama yang ngenalin gue akan cinta, sayang, suka, ngenalin gue gimana cara ngejalani hidup, ngenalin gue gimana cara hidup berpasangan"

"Dan ngenalin lo sama seksualitas"

Nadine mengangguk.

"Gue bilang ke dia kalo gue gak bisa. Gue cuma bilang maaf udah ngelakuin itu ke dia, emm maksud gue, gue kan udah nyambut permainan dia tapi malah gue stop dan gue tinggalin di tengah-tengah. Gue bingung May, gue serba salah"

Maya tersenyum, dia tahu Nadine tak pernah bisa tegas dengan siapapun.

"Kamu mau ngomong apa ke Una? Ayo ngomong sekarang, anggep aja gue ini Una"

Nadine memejamkan matanya.

"Babe, sayang, aku minta maaf. Aku tahu maafku gak akan ngehapus semuanya. Aku gak ngelakuin hal yang jauh, hal yang kamu tuduhin ke aku. Aku memang sempat tergoda, aku harusnya nolak dan langsung turun nemuin kamu. Aku gak tahu harus gimana jelasinnya ke kamu. I love you babe"

Nadine menangis dalam pejaman matanya. Tak ada lagi usapan lembut di pipinya. Mungkin Maya pun marah lalu pergi meninggalkannya. Ia masih nyaman memejam, membayangkan jika saja Una ada di sini, di depannya. Pasti dia akan memeluknya, mencium keningnya. Lalu menggenggam dan menarik tangannya, mengajaknya berlari. Berlari sejauh mungkin.

"I love you more, Nadine"

Reflek Nadine membuka mata saat suara itu terdengar.

Una sekarang nyata, di depannya.
Berbaring seperti Maya sebelumnya, menopang kepala dengan tangan kanannya.

Nadine, ia tak bisa apa-apa. Semua yang ia bayangkan musnah begitu saja, yang harusnha ia lakukan di benaknya tadi malah tak bisa ia laksanakan. Tubuhnya gemetar, airmata malah semakin menetes, tangisnya yang hanya sesenggukan kini semakin menjadi. Nadine rindu wanita ini, rindu yang sebentar lagi bisa membunuhnya.

"I love you more babe" una menariknya masuk di dekapan hangatnya.

Memeluk erat, mencium dalam keningnya. Lalu, terus berulang menciumi wajahnya.

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang