#6

10.7K 535 41
                                    

Nadine berjongkok memeluk vero, mencium pipi kanan kiri.

"Vero belajarnya yang semangat yah"

Vero mengangguk dan berlari masuk ke sekolahnya. Nadine berbalik, masuk ke mobilnya, heran menemukan Helena yang masih setia duduk di dalam mobilya.

"Hei, kok gak turun? Telat lho nanti" Nadine mengusap lembut puncak kepala Helena

Entah kenapa sejak dia memutuskan menerima Helena beberapa hari yang lalu, dia berubah menjadi sosok manusia yang perhatian. Nadine merasa mulai menyayangi gadis ini. Bukan hanya tertarik seperti di awal.

"Males masuk, aku lupa kalo hari ini ada ulangan" Helena menjawab tanpa mengalihkan tatapanya pada ponsel di genggamanya.

"Ulangan apa? Pasti gak suka sama pelajaranya ya?" Nadine mengelus pipi kanan Helena. Berhasil membuat Helena menghentikan aktifitasnya, beralih menatap Nadine.

"Hehehe, kan aku gak pernah ikut ulangan. Nanti rekor malesku tercoreng kalo aku ikut ulangan"
"Ya ampun, ini kan masuk semester akhir. Mau tinggal kelas kamu? Masuklah. Cepetan sana"
"Gak mau, aku tu queen. Queen kemalasan haha. Ikut ke café aja ya, ya sayang ya?"
"Nurut kataku aja dong Len. Aku gak mau ya punya pacar bego. Masuk gih"
"Dasar kamu. Kamu pasti bangga punya pacar aku. Kamu harus lebih banyak tahu tentang aku"
"Masa? Gih masuk, Sabtu pulang jam berapa?"
"Jam 12. Ya udah deh aku masuk dulu, mana ciumnya?"

Nadine geleng-geleng kepala, sambil tertawa. Helena tak mau kalah. Memaksa minta dicium pipinya.
Nadine menyerah, mengikuti maunya tuan putrinya. Memejamkan mata mencium kening Helena cukup lama, turun berganti di kedua pipi Helena lalu melepasnya. Helena masih tak bergerak mundur, menunjuk bibirnya dengan telunjuknya.

"Anak kecil gak boleh ciuman. Masuk cepetan"

Helena meraih dagu Nadine, kembali menatap Nadine. Perlahan Helena mendekat, saat hidung mereka saling bersentuhan. Nadine terpana dengan kacantikan Helena, mata berbinar itu menghipnotisnya untuk tak bergerak. Helena bergerak memiringkan kepalanya, kedua matanya masih terus mengunci tatapan Nadine. Bibir Helena meraih bibir Nadine dengan lembut, menciumnya.

################################

"Yaah, serius nih Nad gak bisa jalan ntar malem?" Gerry masih berusaha membujukku untuk makan malam bersamanya.

"Sorry, aku males banget Gerr. Lagian buat apa malem mingguan, kayak anak kecil aja. Mending juga di rumah, tidur"

Sudah sejam aku duduk disini, di meja sudut kafe bersama 'pacar pertamaku'. Kenapa menyebutnya pacar terasa eww ya? Bukan jijik, cuma gak banget gitu. Dan aku jadi terlihat jahat. No, bukan. Aku bukan orang seperti itu. Aku dari awal gak mau nerima laki-laki ini. Dia yang memaksa, dan bilang "Gak papa Nad. Jalan dulu aja. Aku gak maksa kamu nerima. Tapi biarin aku di sampingmu buat nemenin dan jagain kamu. Lagian gak rugi juga kan kalau status kita pacaran? Kamu gak akan risih di kejar-kejar cowok-cowok gak jelas itu. Biar aja mereka tahunya kita pacaran. Oke" itu katanya dulu.

Harusnya aku menjemput Vero pukul 10.00 tadi, tapi Gerry tiba-tiba datang. Sebenarnya bisa saja aku tak menemuinya dengan alasan sibuk seperti biasa, namun aku merasa sedikit tak enak karena sebenarnya dia baik, di tambah aku beberapa hari ini mengacuhkanya. Apalagi waktu Helena mengusirnya tiap dia datang ke rumah, beruntungnya Gerry sama sekali tak membahas soal itu. Aku malas jika harus membahasnya, pasti dia akan banyak bertanya tentang kami. Aku dan Helena. Aku tidak menghianatinya, ingat. Dia yang menetapkan hubungan sepihak ini. Jadi, bukan masalahnya kalau aku tertarik dengan orang lain kan? Toh aku dan Gerry tidak benar-benar pacaran seperti pasangan lain. Ini hanya status saja. Gerry pun tidak keberatan. Tapi kenapa akhir-akhir ini dia sedikit memaksaku untuk bersikap seperti kami ini pasangan? Aku terganggu.

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang