#42

2K 156 93
                                    

Bulan bulan bulan entah bulan keberapa ini, sudah berbulan-bulan bahkan tahunan setelah kejadian buang cincin. Putus benar-benar putus

"bangun nad. Hei, ayo bangun"

Aku masih sangat malas membuka mata, aku lelah. Satu bulan ini, kami sibuk menyiapkan semuanya. Dari gedung,gaun yang akan kami kenakan,pemilihan makanan yang akan kami sajikan,pemilihan tema dan masih banyak lagi.
Bahkan,pemilihan undangan pun sempat kami ributkan.

"pokoknya ya, aku mau undangan kita pake foto!"
"apasih babe? Buat apa? Kek mo ngapain aja sih? Udah ini aja"
"gak mau nad! Kamu tu Ngeyel banget sih!"

Ya, begitulah. Akhirnya aku mengalah, biar saja dia yang mengatur dan merancang semuanya. Sesuai yang dia inginkan, biar saja. Aku pun malas, bwahahaha.

"mom, bangunlah. Nanti telat, ini jam 9 udahan"
"hem, 5 menit lagi sayang. Please" aku masih mencoba untuk terlelap.

"whatt!!!! Jam 9??! Mampus gue"
Aku bangkit, berlari menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi.

"bwahahahahahahaha!!! Momi sih, bwahahaha"

Masih bisa kudengar jelas tawa putriku. Ahh hari ini, aku bisa di gantung kalau sampai telat.
Dengan cepat, ku selesaikan mandiku. Di sana, maya menyender di samping pintu kamarku. Tersenyum, matanya berbinar, akupun ikut tersenyum.

"hei cantiknya aku, Lo ngapain di situ? Sini bantuin gue, biar cantik juga"
"Ciye gue cantik? Ngakuin gue cantik nih? Gimana, seneng nad?"
"hem.. Keliatannya gimana? Apa gue terlihat murung?"
"emm, enggak. Tapi yakin?"
"yup! Udahlah, jangan bahas hal 2 tahun silam. Ini hari bahagia kita kan"
"Hu'um"

Bukan. Bukan menikah. Hari bahagia lainnya
####((((#################(((###
Pukul 12 aku, maya, vero, danu, elsa dan semua anak-anak cafe tempatku sampai di sini. Gedung bertingkat, hotel berbintang 5 di sini. Entahlah, bagaimana caranya dia merayu marketing hotel ini. Bahkan acara kami terancam gagal, semua tempat menolak. Karena takut di sebut tempat tidak benar jika memberikan ruang untuk kami.

"mom, kok adem tangannya? Momi sakit?"
"enggak sayang, Momi grogi aja. Nanti vero jadi?"
"iya dong mom, nanti vero bawain bunga paling cantik buat Momi sama kakak"

Kami memasuki sebuah aula, tidak terlalu luas, namun sangat cukup untuk hari ini. Serba putih, bersih, indah sekali.
Pas sekali dengan dia, kepribadiannya, keindahan yang membuatku jatuh.

"ehh udah dateng, itu matanya kok ada kantungnya? Mbak nad gk tidur?" dheo langsung menarik tanganku dari genggaman maya.

Masih sama, adikku ini masih adikku kecilku yang manja.

"mbak kurang tidur aja, kamu ganteng, tumben"
"mbak mah apa, adek sendiri gk di akui ganteng. Ayo cepet, jam 1 mulai kan, ini juga udah siap semua. Tinggal nunggu jam aja"
"iya, makasih ya dek. Nanti mbak kasih hadiah"
"beneran? Yeesh, dheo mau rumah dong mbak, yah yah"
"gampang, nanti mbak beliin. Rumah keong ya. Wkwkwkw?"

Aku meninggalkan dheo yang merutuk sendiri. Maya, vero dan yang lain sudah menempati tempat sesuai nomor undangan mereka. Tamu-tamu yang lain juga sudah mulai berdatangan. Aku penasaran. Dia sedang apa sekarang? Apa dia akan terlihat cantik seperti bayanganku? Ahh jantungku, lagi lagi berdetak hanya karena memikirkannya.

Hari ini, aku berjanji. Akan ku jaga dia dengan segenap rasaku, segenap raga dan jiwaku.
Aku tidak akan sebodoh itu lagi, melepas seseorang begitu saja.

"kamu tu bego! Gitu aja terus! Sampe tua, mati aja sendiri. Gk peka amat jadi orang? Apa kamu emang bukan orang? Cewek kok bisa gk punya peka? Bisanya bikin sebel, emosi"

Omelannya, selalu menjadi nada indah yang mengalun di pendengaranku. Awalnya, aku benci jika dia mengusik hidupku, menilai seenaknya. Namun, aku sadar, aku membuang buang kesempatan. Pun, aku semakin bertambah umur. No! Aku tidak tua, aku dewasa. Oke, catat itu. Dewasa.

Apa aku masuk kedalam saja?
Aku rindu, melihat senyumnya yang selalu terukir manis saat menyambutku. Senyum termanisnya hanya untukku.
Dia manis, sampai semua orang menyukainya. Dia indah, sampai semua mata akan lupa berkedip jika sudah memandangnya.
Dia menyenangkan, sampai yang sedang menangispun akan tersenyum.

Menatapnya, lelahku lenyap seketika. Menatapnya, sebalku luluh seketika. Menatapnya, kantukku masih tetap sama bwahahaha. Hanya kantukku yang tak pernah bisa ia kalahkan.

Selama bersamanya, secara tak sadar aku mulai benar-benar menyukainya. Ajaib, aku tahu bahwa cinta butuh proses.
Instan? Semua hal ada prosesnya, itu pasti. Entah proses yang cepat, dan yang butuh sampai bertahun-tahun.

Langkahku sampai di depan sebuah kamar. 212, nomor yang cantik bukan? Selalu berhubungan dengan angka 2 dan 1.

'oke, mungkin aku langsung masuk saja. Ehh tapi, ahh ketuk ajalah'
Tanganku mengayun, hendak mengetuk. Namun, aku batalkan niatku. Aku harus bersabar.

'toh 30 menit lagi di mulai, aku kedepan lagi sajalah'

Aku berjalan menuju aula kembali, rasa penasaranku sedikit bisa untuk aku atur.

Tamu undangan sudah semua berdatangan. Malah ada dari mereka yang asing buatku, mungkin mereka teman atau kerabat dari dia.

'untung mejanya di lebihin' pikirku.

Aku duduk kembali di tempat kami nanti, meja paling depan. Menghadap ke semua penjuru.

Di sana, vero melambaikan tangannya, riang sekali dia hari ini.
9 tahun, putri kecilku sebentar lagi akan menjadi gadis remaja yang sangat cantik. Tak kalah dengan bundanya. Bermata bulat, namun saat tertawa kedua matanya seolah menutup. Bulu mata lentiknya, bibir tipisnya yang sangat bawel dan cerewet. Benar-benar maya sekali.

"mbak, lima menit lagi di mulai. Sudah siap?" elsa setangah berbisik di telingaku.
"iya el, gue siap"

Lima menit. Lama sekali rasanya, atau aku yang sudah tak sabar?
Bolehkah? Kuputar jarum jam agar lima menit penantian ini berakhir?
Bolehkah? Kupaksa elsa untuk segera membuka acara ini?

'sabarlah nadine, dua menit lagi'

Derap langkah, semakin jelas dan dekat. Semua tamu undangan menatap di satu penjuru, dengan berbagai ekspresi yang susah aku jelaskan. Ada yang sedikit membuka mulut dan ada juga yang sampai ternganga, ada yang tersenyum sumringah dan ada yang terbengong sampai matanya melotot.

Perlahan, ku ikuti arah pandangan mereka. Disana, berdiri gadis mengenakan gaun putih, gaun yang aku pilihkan. Rambut pendek setahu kini sudah tidak ada lagi, yang ada rambut panjang indah yang di biarkan tergerai, tubuhnya indah. Dan semakin terlihat seksi di balut dengan gaun itu. Lakukan tubuhnya, Ohh tuhan. Aku bisa gila, melihatnya, tanpa menyentuhnya saja aku di buatnya mabuk kepayang.

Dia, yang ku jaga sampai detik ini. Ku jaga dari semua nafsu dan 'nakalku'. Dan kali ini, apa boleh aku sekedar menyentuh tangannya? Ohh oke, sekedar memeluk, merengkuh lekuk cantik pinggangnya.

Ahh aku tak bisa menjelaskan bagaimana cantiknya, bibir ini kelu. Sempurna.

Tuhan.. Bagaimana bisa aku mendapatkan gadis sesempurna ini? Aku bahkan hanya gadis menyebalkan dan pengecut ini.

Dadaku, sesak. Sesak karena tak kuasa menahan bahagia ini.

Dia tersenyum ramah kepada semua orang disini. Senyum lebarnya, semakin membuat lesung pipinya nampak indah. Dia mulai berjalan kembali, ke arahku. Ke arah meja kami, ke arah yang memang seharusnya dia tuju. Kepadaku.

Senyumku berkembang, menyambutnya yang semakin mendekat.

Apa ini?
Kenapa rasa sunyi?
Mataku terus menatap tepat ke matanya, pendengaranku semakin sunyi.
Seolah semua pergerakan melambat.
Ada sesuatu di perutku, ini geli.

Aku tak sabar ingin menyambutnya dengan uluran tanganku.

Kami berdua, aku dan yuna. Memutuskan membuka usaha bersama. Dan ini acara grand opening usaha kami. Namun entahlah, terasa seperti acara tukar cincin kami berdua. Padahal tidak ada cincin apa pun. Aku sayang yuna? Tapi helena, masih ku inginkan juga
Ini sebenarnya apa?





LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang