#52

1.4K 107 79
                                    

Langkah helena semakin mendekat, rambut panjangnya tergerai semakin indah saat tertiup angin, cantik.
Semakian dewasa, helena semakin cantik. Benar-benar sangat menyejukkan melihat wajah itu, mata tajamnya yang terlihat semakin menyipit kala tersenyum.

Bibir itu berkali-kali tersenyum saat bersua dengan orang yang di kenalnya. Gadis 18 tahun, yang mempesona. Rasa sesal menuruti perkataan gadis itu untuk meninggalkannya dulu, tiba-tiba hadir. Andai dia tetep kukuh di samping gadis itu, pasti sekarang dia ada di samping gadisnya itu, mendekap dan menjaganya dari mata-mata lapar para lelaki yang selalu berbinar mengelilingi helena.

"Hai, gak lama kan nunggunya? Sorry ya nad" tanya helena saat sudah berdiri di hadapan nadine.

"Enggak kok, buat kamu waktuku luang, selalu" senyum nadine meneduhkan.

"Kamu udah bisa gombal ya, ayok panas di sini, item ntar aku. Kamu gak bawa kendaraan kan?"
"Iya, enggak bawa kok. Mau nyulik aku kemana sih?"
"Pede amat sih, ayo ahh buru"

Nadine menurut saja saat tangannya di genggam erat helena. Muncul bayangan di kepalanya.
Membayangkan dirinya dan helena sedang menikmati udara sore hari,duduk berdua di atas gedung dengan pemandangan sunset yang indah. Lalu, sesuatu akan terjadi disana, di saksikan indahnya matahari yang malu-malu untuk tenggelam.

"Heh!!! Nadine! Siang bolong ngelamunin apa?"
"Ehh.. eng enggak ih, siapa yang ngelamun len, sok tau amat"
"Kalo gk ngelamun apa namanya? Muka bengong, senyum mesum gitu"

"Ihhhh, enggak yee. Suka-suka akulah"
"Tuhkan bener, mesum amat sih nad. Astaga, kamu gak berubah"
Helena melanjutkan langkahnya, meninggalkan nadine yang terlihat sebal.

"Lha kok jadi aku yang mesum?! Kamu lho yang ngajarin" nadine menarik tangan helena agar gadia itu berhenti.

Upss.. nadine menepuk bibirnya pelan, secara tidak langsung dia mengaku kalau memang sedang membayangkan sesuatu.

Helena menarik dagu nadine, wajahnya mendekat hingga wajah hanya berjarak 5cm, tak sungkan untuk langsung menatap bibir nadine, lalu sedetik kemudian senyum helena mengembang penuh makna.

"Kamu? Ngapain len?"

Terdengar suara nadine yang diliputi rasa gugup. Tangan helena masih disitu, masih memegang dagunya.

"Enggak, aku suka liat kamu dari deket gini. Pipimu merah nad, mau di cium?"
"Haah!!!"
Nadine kaget setengah mati, helena makin gila. Namun perlahan nadine menganggukan kepalanya.

"Ahh gak jadi, kamu jelek nad"
"Issh!!!!" Nadine menghempas kasar tangan helena, menyesal sempat mengangguk.

Helena acuh saja, lalu menarik tangan nadine kembali.

"Yok ah, gitu aja ngambek. Tuh di tungguin gocar"
"Boooddddo len booodo!!!! Kampret"
"Apasih nadine?"

Helena menahan tawanya, mereka memasuki mobil yang sedari tadi sudah menunggu.

#######################
"Ya elahh, masih marah nad?"
Helena menyenggol lengan nadine, mereka sudah di apartemen helena. Apartemen mewah dekat dengan kampusnya.

"Nadine, cantik deh. Liat aku dong" rayu helena.

Nadine diam aja, gengsinya terlalu besar. Masa dia harus luluh dengan helena, hanya dengan rayuan gombal itu.

"Hussh, jauh jauh. Aku mo liat pemandangan"
"Pemandangannya jelek, cantikan juga muka aku nad"
"Pede amat sih! Muka jelek juga"
"Heem?? Masaa?? Aku jelek?? Ahh kamu gombal deh nad"

Senyuman helena jahil.

"Jelek kamu tu, orang cantik itu gak nyebelin"
"Orang jelek yang nyebelin??"
"Isshh aku gak bilang gitu len, kamu yang jelek"

"Kamu bilang gitu nadiiine, dengan kata lain kamu bilang gitu"
"Kamu yang bilang lho, aku kan bilangnya kamu jelek"
"Tuhkan, kamu gombal mulu nad. Kan aku jadi malu" helena memasang raut muka imut, sok malu-malu.

Nadine berdecih, heran dengan helena yang masih saja menyebalkan.

"Nad, lanjutin "kita" lagi yuk"

Nadine diam, bengong.

"HAAAAH!!! KAMU WARAS KAN LEN?" Teriak nadine saat sudah berhasil mencerna perkataan helena barusan.

"Kalo gk waras, aku gak bakal ada disini, ngeliat muka kamu, ngeliat senyum kamu, ngejar kamu"

"Bbu buu bukan itu len, aku udah tunangan"
"So????? Why?"
"Aiiish!!! Gila"

Helena membiarkan nadine diam, memikirkan jawabannya. Ia tahu, ini sangat kurang ajar. Tak peduli apa yang di benak nadine, toh dia sudah terlanjur mengatakannya.

"Aku gak maksa kok nad, tapi aku gak peduli sama statusmu sama kak una. Kalo kamu nolak, ya gak masalah di aku. Aku tinggal deketin kamu lagi,dan bikin kamu nerima aku"

"Itu maksa dodddoool!!!!" Gerutu nadine, dan helena tertawa.

###########################
"Aku balik dulu ya len. Una udah sampe ni"

Helena keluar dari kamar mandi, mengusap rambut basahnya.

'Sialan, helena sialaaaan!!!!' Rutuk nadine dalam hati.

Helena sangat menggoda saat ini, nadine mati-matian mengalihkan pandangannya.

Yang di rutuki malah terlihat senang sekali, helena dengan sengaja tak mengenakan dengan benar kimono handuknya. Ia sengaja tidak menautkan talinya, dibiarkan terbuka dan mengekspose indah tubuhnya yang hanya berbalut underwear merah muda.

"Suruh masuk aja nad, aku kangen juga sama kak una"

"Eng.. gak usah deh len, aku langsung balik aja ya. Mau ada urusan"

Nadine hendak langsung kabur, helena lagi-lagi menariknya,bukan ditangannya. Namun kali ini helena menarik tubuhnya, hingga tubuh depan keduanya saling menempel.

Nadine baru sadar, helena sudah lebih tinggi darinya. 2 tahun yang lalu, helena masih sebatas kupingnya. Kini, bahkan helena sudah 5cm lebih tinggi darinya.

"Kamu mau kemana?" Helena memeluknya erat.
"Ya ya pulanglah len, ma mau kemana lagi"

"Emm, yakin pulang sekarang?" Mata helena mulai menggodanya.

Nadine memejamkan mata, takut tak kuat.

"Buka matanya, liat aku"

Lagi-lagi nadine menuruti gadis itu, kini ia menatap mata helena.

"Kita 'jalan' lagi kan" terdengar seperti perintah bukan pertanyaan.

"A a aku, aa aku engg eng aku"

"Sssstttt!" Helena menempatkan jari telunjuknya di bibir nadine.

"I love you nadine"

Helena mengecup bibirnya, hanya sebuah kecupan namun dalam.

Setelah itu, helena melepaskan tubuh nadine. Membelai pipi, lalu turun kembali ke dagu dan menarik sedikit atas sehingga nadine mendongak.

Helena mendekatkan hidungnya, menyentuh kulit leher nadine. Lalu memberikan ciuman lembut di leher dan pundak nadine, ia sangat merindukan tubuh ini.

Rasanya ingin di culik dan di bawa kabur perempuan ini, di tempat yang sudah ia impikan sejak lama.

Sementara secara sadar nadine malah menikmati sentuhan-sentuhan lembut nan panas helena. Ia mulai gelisah, napasnya terengah. Tubuhnya terasa lunglai.

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang