#19

6.2K 341 38
                                    

#Masih di hari yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#Masih di hari yang sama

"Tadi itu lucu banget Nad. Kamu kok bego ya hahaha. Yakinlah. Kalau aku gak kejar kakaknya tadi, pasti sudah di kutuk kamu jadi babi kota"
Nadine melirik kesal kekasihnya yang terus menerus mengejeknya. Tapi sedikit tertawa juga saat mengingat kelakuannya sendiri tadi.

"Gini ya, rasanya malu sampai mau mati" gumam Nadine sambil menunduk.

Helena masih saja, terus tertawa sembari tangannya memegangi perutnya yg mulai terasa kram. Setelah kejadian tadi, Helena mengajak Nadine naik ke lantai dua. Ke food court. Dia memesan minum dan sedekit jajanan yang terbilang makanan ringan untuk camilan. Tak lupa memesan tambahan es batu di gelas berbeda untuk mengompres pipi kekasihnya.
Setelah itu, cepat Helena meraih ransel sekolahnya, merogoh mengambil sesuatu. Sebuah saputangan putih polos, di isi sebagian es batu, lalu melipat membungkusnya. Helena dengan telaten mengompres pipi Nadine. Nadine meringis, saat dinginnya es batu menyapa kulit pipinya. Perih, karena memar.

"Sakit banget ya? Aku pikir tadi gak sakit Nad. Soalnya gak kenceng sih kalau di lihat dari jarak jauh. Haha" Helena masih betah mengejek. Sepertinya, akan terus di ingatnya kejadian hari ini.

"Gak sakit gundulmu!" Keluar juga kan akhirnya logat jawa nya. Nadine geregetan juga lama-lama di ejekin Helena.

Helena tentu saja semakin terbahak-bahak. Benar-benar pacar yang minta di gorok jadi babi guling.

"Aduh, sakit Helena. Pelan-pelanlah. Sakit sayang"

"Ulu ulu, maaf sayang. Gak sengaja. Ini udah pelan kan? Masih perih? Mau di tiupin pipinya? Mau di elus pipinya?"
"Mau di cium. Bibirnya"

Seketika samping kanan kiri mereka menjadi sunyi. Orang-orang yang tadi saling ngobrol tiba-tiba diam. Merasa salah tempat untuk bercanda, Nadine pura-pura kesakitan lagi. Lalu sedikit menjauhkan wajahnya dari Helena. Tapi Helena tidak peduli. Mendekatkan bibirnya di telinga Nadine.

"Nanti ku cium, sampai kamu gak mau berhenti" Helena berbisik sensual. Membuat Nadine bergidik ngeri. Mendorong dahi Helena dengan telunjuknya agar menjaga jarak.

"Haha.. Pipimu merah Nad"

Nadine tertawa malu. Menutupi mata dengan telapak tangannya. Sempat-sempatnya ia malu dengan godaan Helena.

Helena mulai menikmati semua makanan yang sudah siap di meja. Sambil mencoba menyuapi Nadine. Namun Nadine sedang tak berselera untuk memakan satupun dari makanan yang ada.
Pandangannya beralih ke samping. Dinding kaca yang tembus pandang memperlihatkan cuaca sudah berubah menjadi gelap. Gelap karena mendung ya. Sudah pasti sebentar lagi akan turun hujan.

Nadine sesekali ia melirik Helena. Senyum terukir, melihat Helena dengan susah menelan makananya. Helena memang bukan tipe orang yang memiliki porsi makan besar. Tetapi, seorang Helena tidak akan pernah membiarkan makanan tersisa sedikitpun. Dia akan menghabiskan semua makanan yang sudah ada di meja.

Helena paham betul. Makanan adalah sebuah anugrah. Jadi, jangan kaget saat melihatnya makan dengan lahap. Tapi jangan salah sangka dengan itu. Walaupun begitu, Helena sangat menjaga bentuk tubuhnya.

Nadine kembali mengarahkan pandangannya ke dinding kaca. Terlihat hujan dengan derasnya turun. Nadine teringat di dalam saku jaketnya ada D*nh*l yang di belinya waktu perjalanan tadi, saat akan menjemput Helena. Di keluarkanya, tak lupa korek bermotif. Tenang, mereka berada di smoking area kok.

Sekarang Helena yang ganti melirik Nadine.  Nadine membuka segel plastik dan segel kertas di pinggir kiri pojok tutup yang masih menempel di bungkusan rokok itu.
Setelah terbuka, Nadine membalikan posisi bungkusannya menjadi posisi atas sekarang berada di bawah. Selanjutnya, mengetukan bungkus rokok itu di telapak tangan kirinya beberapa kali.
Setelah dirasa cukup, Nadine mengembalikan posisi bungkusan rokoknya dengan benar, membukanya. Di ambilnya sebatang rokok. Rokok itu kini dengan manis bertengger manis di sela bibirnya. Menyalakan api, menyulut rokok dan menghisap pelan.

Nadine lupa, ada Helena ada di sampingnya yang sedari tadi memperhatikan semuanya.

"Aku baru lihat kamu ngerokok Dunhil Nad. Biasanya juga Esse"

Nadine tersenyum, lalu mengangguk.

"Iya. Pas lagi pengen aja, jadi beli. Gak papa ya?" Tanya Nadine hati-hati.

"Gak papa kok Nad. Tapi kalai bisa gak usa ngerokok. Atau kamu memang aktif"
"Enggak sayang. Pas lagi pengen aja. Suwerr"

"Matiin dulu ya. Di rumah aja nanti. Pas sama aku. Jangan di sini. Di lihatin orang" Helena meminta paksa rokok yang baru aka  di nyalakannya. Nadine mengangguk menurut saja. Toh memang benar. Di lihat banyak orang.

#######################################

"Helen, kepalanya naik ajalah. Sakitlah kalau kepala kamu di situ" protes Nadine.

Helena menaikkan kepalanya. Sampai sedikit di bawah leher.
Nadine duduk bersender di kepala ranjang. Sedangkan Helena, menyelip di antara kaki Nadine, dan bersender di tubuh depan Nadine.

Helena bermain game di ponsel. Nadine memeluknya dari belakang, sambil mengecup lembut pipi dan terkadang cuping telinga Helena.

"Kamu gak bosan maenan sama Hape mulu?"
"Belum. Belum bosan Nad. Kenapa nanya gitu?"
"Gak papa. Selesai sekolah, mau lanjut kemana Len?"
"Gak tahu. Belum kepikiran juga sih. Bagusan di mana sayang?"
"Bagus semua. Asal kamu pilih sesuai yang kamu mau. Tapi, harus pilih yang bisa di pegang buat masa depan ya. Jadi usahakan masuk di tempat besar yang punya nama" Jelas Nadine panjang lebar.

"Iya. Paham kok Nad. Tenang aja, aku gak akan ngecewain diri sendiri. Apalagi kamu, gak akan aku kecewain"
" Gombalmu dek. Gak mempan" Nadine menjitak pelan kepala Helena.

"Helena"
"Kenapa?"
"Kamu lupa sesuatu"
"Apa? Kayaknya gak ada yang aku lupa Nad"
"Ciuman yang kamu janji siang tadi. Yang sampai aku gak mau berhenti"

Helena merinding. Tiba-tiba tubuhnya kaku. Padahal, Nadine berkata hal biasa saja kan. Hanya mengulang kalimat yang ia katakan siang tadi.

"Ayo. Taruh ponselmu Helen"

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang