#5

9.5K 496 27
                                    

Selesai makan, masing-masing dari kami menuju ke ruang berbeda.
Helena ke kamar dan aku ke ruang kerja. Sekedar mengecek pekerjaan saja. Sebenarnya, aku capek sekali. Tapi malulah, gengsi kalau langsung ke kamar barengan.
Sepertinya selain cantik, Helena ini juga anak yang baik. Buktinya, Vero mau berteman dengannya. Vero itu pilih-pilihnya parah untuk masalah teman. Sudah 3 kali Vero pindah sekolah karena alasan teman-temannya tak nyaman dengan keberadaannya. Bukan, bukan karena Vero nakal. Vero anak baik dan sopan. Tapi dia kritis. Itu yang membuat teman-temannya enggan bertaman dengannya. Baginya, tak masalah tak punya teman. Yang mengganggu dan membuatnya pindah adalah, perlakuan para guru.

Saking kritisnya anak ini, membuat jengkel guru-guru pengajarnya. Vero suka sekali melontarkan pertanyaan yang tak bisa di jelaskan oleh guru-gurunya. Atau membuat suatu kalimat menjadi bahan perdebatan.
Entahlah, antara terlau jenius atau terlalu aktif ini anak. Syukurlah, sekolah yang ini berjalan lancar. Tidak ada keluhan dari guru maupun Vero sendiri. Vero memang lebih cocok bersekolah di sekolah swasta daripada di sekolah negeri. Anak mahal haha

Waktu baru berjalan satu jam, namun mataku sudah minta tidur saja. Akhirnya akupun beranjak ke kamarku. Ku lihat, Helena sedang membaca bukunya. Novel yang kelihatan tebal. Mungkin ada 700 halaman? Atau lebih?

"Mau tidur? Sini samping gue" katanya dengan mata yang masih fokus ke bacaannya.
"Lo gak tidur? Besok kan sekolah. Daripada telat kena hukum" cuma basa-basi untuk mencairkan suasana.
"Kebiasa tidur malam sih. Gak ada yang berani ngehukum gue. Anak pintar soalnya gue tu. Jadi gampanglah kalau ada apa-apa"

Aku berdehem. Merebahkan diri di sampingnya. Memilih berbaring miring, membelakangi Helena. Kikuk sekali suasanya. Baru kali ini seranjang berdua dengan orang asing. Saat aku sibuk dengan pikiranku, ada tangan yang memeluk tubuhku dari samping. Membuatku sedetik menahan napas.

"Ngapain sih peluk-peluk? Geser ah. Sempit jadinya" omelku menutupi grogi. Gila saja, tiba-tiba dipeluk gadis cantik di ranjangmu.

"Biar lobtidurnya nyenyak. Jadi gue pelukin aja. Lagian kenapa? Kita sama-sama cewek ini" katanya santai dan menyelidik.

Sepertinya Helena sengaja. Apa dia suka padaku? Mana mungkin. Tapi kenapa dia aneh dari awal ketemu. Tatapannya gak biasa. Bukan kepedean, tapi pasti kalian pernah kan memperhatikan orang yang terlihat beda. Terlihat tertarik kepadamu, tatapan yang tidak seperti orang lain yang biasa saja denganmu.

Ku ubah posisiku, menghadapnya. Helena masih tidak memindahkan tangannya. Masih memelukku. Kini aku bisa dengan jelas melihat wajahnya dari jarak yang amat dekat ini.

"Kenapa?" Tanyanya.
"Apanya?" Tanyaku.
"Kamu. Kenapa?" Dia masih kekeuh bertanya.
"Aku gak papa" Jawabku.

Dia merubah kata subyek nya menjadi aku dan kamu lagi.

Aku menyerah. Menyerah menatap matanya. Tatapanku turun, ke bawah mata. Menatap hidung dan juga bibirnya. Ini lebih nyaman, ketimbang harus menatap matanya. Di tatap olehnya dari jarak sedekat ini, rasanya gugup. Makanya aku segera mengalihkan pandanganku dari matanya.

"Kamu gak kuat liat mataku. Berarti kamu suka aku. Oke, aku terima kamu jadi pacarku" katanya mantap. Membuatku harus menatap matanya kembali saking bingungnya.

"Bukan. Aku lebih nyaman aja natap bawah mata kamu. Emang gak boleh?" Jawaban yang bagus Nadine, batinku.

"Berarti kamu sangat amat suka sama aku. Karena kamu nyamannya natap bibir aku" katanya lagi.

"Teori darimana itu? Siapapun juga bakal gak nyamanlah kalau mukanya deketan gini sama orang yang baru di kenal" aku melawannya.

"Gak ke semua orang. Kamu akan ngerasa salting, gugup, bingung kayak sekarang ini kalau berdekatan dengan orang yang membuatmu tertarik. Aku benar kan?"

Aku diam, berpikir. Ada benarnya juga sih. Karena aku memang biasanya biasa saja ke orang lain mau itu yang sudah ku kenal ataupun orang asing jika memang tidak tertarik. Dua tahun yang lalu, saat aku masih sendiri mengurus cafe. Aku terbisa bertemu dengan banyak orang. Menatap wajah orang dari dekat dan jauh pun, sudah biasa.

"Kamu deg-deg an ya Nadine. Aku bisa denger saking sunyinya kamar ini"

Aku memegang dadaku. Mengecek, dan benar. Aku deg-deg an, malah semakin menjadi karena ku cek barusan. Sial, aku ketahuan sedang nervous.

"Kenapa kamu santai aja? Berarti cuma aku disini yang tertarik sama kamu. Kamu gak salting, gak gugup, gak deg-deg an juga" kataku sambil sedikit-sedikit menatap matanya, lalu turun ke hidungnya lagi.

"Kata siapa" Helena tiba-tiba menarik kepalaku, mendekatkan ke dadanya.

Lebih tepatnya menempelkan telingaku ke dadanya. Benar-benar kacau. Dia lebih deg-deg an daripada aku. Suara di dadanya terdengar semakin cepat.

Helena menarik daguku. Membuat wajahku mendongak, kembali menatap wajahnya yang sekarang memerah.
Apa Helena malu?

Ku dekatkan bibirku ke bibirnya. Aku menciumnya. Akupun bingung, kenapa aku menciumnya? Buat apa? Cari mati kamu Nadine. Cari mati, batinku.

Aku memejamkan mata. Takut kalau gadis ini marah. Jikapun aku memang tertarik, tetap saja. Ini tidak sopan. Buru-buru ku jauhkan wajahku.

"Jangan berhenti" katanya.

Lalu mencium bibirku dengan lembut dan dalam. Semakin dalam.

"Mau lebih dari ini?" Katanya setelah menyudahi sesi ciuman kami.

"Apaan. Baru kenal udah minta cium. Mana minta lebih" jawabku sedikit berteriak. Aku malu, bukan karena marah.
"Kamu yang cium-cium duluan. Aku mah polos" katanya membuatku malu.

"Aku nanya lho ini. Mau lebih dari ini?" Tanya lagi.
"Apa sih" aku tertawa hambar.
"Kamu salting haha" Helena tertawa.
"Ya iyalah. Kalau gak salting, gak normal lah. Ngapain juga nanya gitu"
"Ya nanya aja. Kali aja kamu mau, tapi malu hahahaha" makin menertawakanku.
"Terus kalau malu gimana?" Tanyaku
"Ya gak perlu. Kan kamu malu"
"Terus kalau mau gimana?"
"Ya gimana. Aku kan polos"
"Isshh apaan sih. Dasar" kataku malu-malu

Helena tertawa. Tanya menular kepadaku. Kami tertawa menertawakan satu sama lain.

Saat melihatnya tertawa lepas seperti ini. Ada sesuatu yang menggelitik di perutku. Sesuatu yang rasanya aneh, tapi membuat nyaman. Jangan bilang, aku jatuh cinta? Aku jatuh cinta setelah mencium bibirnya?
Wait. What? Jatuh cinta?

Dengan gadis SMA?
Dengan gadis? Really?
Dengan gadis yang baru ku temui tadi siang?

Ahh, sinting kamu Nadine. Sinting!

🤭😂😂😂😂😂😂

LOVE, NADINE and HELENA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang