10. Sayang

3.1K 528 53
                                    


"Win, udah?" suara dia membuat gue melonjak kaget.

Entah kenapa setelah gue setuju nerima ajakan dia, Ken langsung ngekang gue aja rasanya. Masa sepanjang gue observasi dia ngeliatin gue mulu? Gue kan salting diliatin banyak orang. Dikirain gue kegatelan sama dokter baru. Padahal, sumpah demi Kamboja Jepang, gue gak pernah ngarep si Ken ngeliatin gue kayak gitu.

Mana para suster yang ngefans sama dia melototin gue lagi. Berasa gue mau dimutilasi sama mereka semua. Serem anjir!

"Dikit lagi. Emang lo..."

"Aku gak suka kamu manggil 'lo gue' saat kita berdua." Dia megang tangan gue dan seketika buat gue terkejut dan otomatis gue lepas secepat mungkin sebelum dispatch mengabadikan momen ini dan gue dikira dating.

"Ini rumah sakit, Ken!" desis gue gak suka. Sorry, meski gue nerima ajakan dia, bukan berarti gue mau dipegang-pegang layaknya gue ini anak ilang. Gue udah gede dan bisa jalan sendiri. Gak usah make nuntun segala!

"Aku tahu, tapi kebiasaan kalau mau jalan mesti gandeng kamu dulu," kata Ken yang entah kenapa buat gue harus flashback ke masa lalu.

"Aku bisa jalan sendiri, gak perlu kamu tuntun!" kata gue agak ketus lalu berjalan melewatinya begitu aja.

Sumpah, ya, mood gue buat jalan sama Ken udah menguap entah ke mana. Gue rasanya pengen banget narik ucapan gue lagi, tapi gue takut dibilang gak konsisten. Akhirnya gue berusaha jalani, meski hati ini tak rela.

Gue udah ambil tas dan bersiap pergi sama Ken, si dia juga udah nungguin depan pintu. Dan itu juga buat gue gak suka. Pun, gue juga masang wajah judes ke dia biar dia sadar kalau gue gak suka dikekang kayak gini. Kita udah selesai dan menurut gue, dia udah agak ada hak buat ngatur-ngatur gue.

"Dokter, Winda!" pas gue mau pergi, si Bianca manggil gue. Sontak gue noleh dan berhenti.

"Kenapa?" tanya gue santai.

"Ada yang nyari dokter."

"Siapa?"

"Pasien kesayangan." Bianca mengedipkan sebelah matanya ke gue dan setelahnya gue berpikir pasien yang Bianca maksud. Dan setelah gue berpikir beberapa detik, mata gue melebar.

"Dia di..." gue gak ngelanjutin ucapan gue karena seseorang yang diomongin Bianca udah nongol di depan gue. Dia make tongkat penuntun dan senyuman bangsatnya gak pudar.

"Dokter," panggilnya dengan nada manja khasnya yang bisa buat jantung gue melayang-layang.

Bangsat emang.

"Gimana, Vin?" sumpah gue gugup banget ngadepin si Calvin semenjak dia nyatain Cinta kemarin. Gue sekarang liat Calvin bukan kayak bocah lagi. Ni anak udah kayak Chanyeol EXO yang seksi tiada tara.

"Dokter sibuk?"

Gue seketika noleh ke arah Ken yang juga merhatiin Calvin dengan wajah yang gak begitu suka ngeliat kehadiran Calvin di sini. Gue hanya bisa meneguk saliva dengan berat. Rasanya gue kayak di tengah-tengah pertarungan twilight breaking dawn part 2.

"Emm..."

"Win, ntar tokonya tutup!" potong Ken yang membuat gue kesal.

"Gue harus pergi, Vin. Sorry, ya... Kalau ada yang mau diomongin telepon aku aja. Aku pasti angkat kok," kata gue tersenyum sembari menepuk lengan dia dua kali. "Bye, Calvin."

"Dokter, Winda..."

"Iya, Vin?" gue masih natap dia sebelum pergi.

"Dokter pergi sama siapa?" tanya Calvin yang buat gue gugup setengah mati.

• Angel From Heaven | Wenyeol ✔Where stories live. Discover now