8. Jatuh hati

3.2K 566 139
                                    

Winda berdehem kecil. Hampir lima menit ia berdiam diri setelah Calvin bilang bahwa ia nyaman berada di dekatnya. Dan entah atas dasar apa, hatinya berdetak seakan ingin meledak dan pipinya terasa panas. Ia tidak ingat memiliki riwayat penyakit dengan gejala seperti ini. Bahkan, ia juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi ketika hal ini terjadi padanya? Memangnya kenapa? Kenapa dia bisa berdebar hanya karena sebuah ucapan dari mulut Calvin?

Pun, Calvin juga tidak berniat bersuara lagi. Baginya, ia sudah cukup berucap sedari tadi. Dan kalimat finalnya barusan, ia berharap Winda paham. Calvin sendiri tidak mengerti arti dari kata nyaman yang ia katakan pada dokter itu. Ia memang nyaman pada Winda. Itu benar, ia tidak mengelak bahwa dirinya sangat suka berinteraksi dengan Winda meski ia tidak pernah melihat wajah asli Winda.

Bahkan, Calvin tidak peduli jika mungkin wajah Winda aslinya tidak secantik ekspetasinya. Ia nyaman dengan perawatan yang Winda berikan padanya. Dan selain itu, semua baik-baik saja.

"Ekhm..." Winda berdehem kemudian melanjutkan ucapannya lagi. "Kamu umur berapa, sih?" tanya Winda yang sedang menahan tawanya melihat ekspresi malu-malu Calvin.

"Emang kenapa nanya-nanya umur saya?"

"Ya mau tau aja. Emang gak boleh?" tanya Winda dengan senyuman jahil. Pun, tangannya ia lipat di depan dada sembari memandang Calvin yang terlihat salah tingkah sekarang.

Winda mendekati Calvin, hingga parfum gadis itu mulai bisa Calvin hirum dengan mudahnya. Dan Calvin juga tahu, bahwa gadis itu berada dalam jarak yang dekat dengannya.

"Kamu mau makan siang sama saya?" tanya Winda lembut dan rasanya suara gadis itu langsung meresap masuk ke otak Calvin. Membuatnya seperti kaset rusak yang terus terngiang-ngiang di kepalanya. Pertama kalinya, suara dokter itu berubah menjadi lebih hangat dan semakin nyaman.

"Mau!" jawab Calvin cepat.

Winda tersenyum. "Kalau mau, kita gak makan di kantin rumah sakit."

"Terus?"

"Saya akan ajak kamu ke restoran, kalau kamu udah pulang ke rumah. Soalnya, masakan kantin rumah sakit gak seenak di luar." Winda tersenyum lagi.

Entah kenapa ia jadi terlihat seperti menggoda anak di bawah umur. Tapi, bukan seperti itu maksud Winda sebenarnya. Ia memang hanya ingin mengajak Calvin makan di restoran.

"Jadi, dokter ajak saya nge-date, ya?" kini giliran Calvin menggoda Winda.

Dan Winda jadi salah tingkah. Untung saja Calvin tidak melihatnya yang tengah bersemu kembali seperti ini.

"E-enggak! Ya, terserah kamu, sih!"

"Jadi syaratnya saya harus keluar gitu dari rumah sakit? Dokter ngusir saya?" tanya Calvin yang terus menjahili Winda. Seakan candaan ini adalah sebuah mood booster untuknya.

"Bukan, Vin. Astaga, kamu tuh ya..."

"Iya."

"Apanya?"

"Saya udah sembuh, kok. Tapi, dokter harus janji sama saya."

"Janji apa?"

"Ngajakin saya pergi setiap hari, ya."

Winda melebarkan matanya. Mengajak Calvin jalan-jalan setiap hari? Dia kira Winda ATM berjalan yang tinggal mengeluarkan uangnya sejak jidat? Astaga, meskipun Winda kaya, ia juga tahu yang namanya menabung dan menghemat.

"Bukan jalan-jalan ke mall, atau restoran, kok, dokter. Tapi, cukup jalan berdua sama dokter Winda udah cukup." Calvin tersenyum manis dan Winda merasa ia sedang digombali oleh seorang bocah. Dan sialnya gombalan itu berhasil ditangkap dengan baik oleh Winda.

• Angel From Heaven | Wenyeol ✔Where stories live. Discover now