42. Menunggu

1.4K 92 67
                                    

Setia Menunggu-Afgan

Kehilanganmu adalah mimpi burukku.

⛄⛄⛄

Arvino membaca tulisan yang tertempel pada pagar rumah itu. Dalam hati ia meyakinkan diri jika dirinya salah membaca. Ia pun mencoba membuka pagar rumah Karen, tetapi terkunci. Arvino berjinjit, lalu mengedarkan pandangannya ke halaman rumah sang kekasih. tetapi tak ada satu pun mobil yang terpakir di sana. Cowok itu segera menghubungi nomor Karen. Namun, yang ia dengar hanya suara operator. Perasaan Arvino menjadi gelisah. Tidak mungkin ia kehilangan Karen lagi.

Arvino mencoba menghubungi nomor yang tertera pada tulisan tersebut. Nada tunggu terdengar, tidak lama ada suara seseorang yang menyahutinya.

"Hallo."

"Maaf, saya mau tanya. Apa benar rumah keluarga Prihadi dikontrakan?"

"Iya, benar, kamu mau mengontrak?"

"Saya cuman mau pastiin rumah ini benar dikontrakan atau enggak. Nanti saya tanya keluarga dulu. Tapi kalau boleh saya tahu, keluarga Prihadi pindah ke mana, ya, sampai rumahnya dikontrakan?"

"Maaf saya kurang tahu, saya cuman disuruh untuk mengurus rumahnya saja."

Baru saja Arvino akan bertanya kembali, tetapi sambungan teleponnya terputus. Ia kembali menelepon. Namun sayang, tidak bisa dihubungi. Perasaannya sesak dan sakit saat ia memandangi rumah Karen. Cewek itu menghilang lagi, tidak bisa dihubungi bahkan rumahnya telah dikontrakan.

Suara dering ponsel membuat Arvino menundukkan kepalanya. Ia melihat nama Banan tertera di layar ponselnya.

"Iya, Pa?"

"Kamu di mana? Pulang, dong. Kan, mau kasih kejutan buat Bella."

Arvino menghela napas. Ia bahkan melupakan adiknya. Sebenarnya Arvino datang pagi-pagi untuk mengajak Karen ke acara Bella. Ia lupa memberitahu Karen semalam saat acara perpisahan. Namun, nyatanya rumah Karen sepi.

"Vino, pulang sekarang."

Arvino memutuskan sambungan telepon. Ia menaiki motornya, kemudian pergi meninggalkan rumah Karen.

Semalam Karen tidak membicarakan soal rumahnya. Yang ia bicarakan hanya tentang cita-citanya yang ingin menjadi pengusaha muda. Jika memang ada hubungannya dengan ini, di mana Karen berada? Univertsitas apa yang Karen pilih? Dalam kepala Arvino banyak pertanyaan.

Sibuk dengan pikirannya sendiri, Arvino tidak sadar telah sampai di halaman rumahnya. Ia menghentikan motornya kemudian masuk ke dalam rumahnya. Arvino menghampiri Banan yang sedang menyalakan lilin di atas cake.

"Bella mana?"

"Lagi mandi. Ayo buru. Kita masuk kamarnya."

Arvino mengangguk, ia mengikuti langkah Banan masuk ke kamar Bella kemudian menutup pintu kamar itu dengan pelan. Afkar tidak bisa ikut memberi kejutan ini, karena cowok tersebut memiliki rencana lain yang akan ia lakukan.

"Happy Birthday!"

Terikan dan semprotan snow spray membuat Bella terdiam mematung. Detik berikutnya ia terpekik dan langsung memeluk kedua cowok di hadapannya sambil menangis terharu.

"Happy Birthday adik kakak yang manja." Arvino mencubit kedua pipi Bella gemas setelah pelukannya terlepas.

"Selamat ulang tahun anak gadis papa."

"Cielah, sweet seventeen. Bakalan dapet apa dari Afkar?"

"Kak!" Bella menginjak kaki Arvino membuat Arvino meringis kesakitan.

Stone Cold [COMPLETED] #watty2019Where stories live. Discover now