4. Langkah Pertama

3.2K 310 149
                                    

Arvinogml

Hai, Ren

Karen mengerutkan keningnya heran, saat melihat pesan masuk melalui line. Dari mana cowok itu mendapatkan id line dirinya. Seingat Karen, hanya orang-orang terdekat saja yang mengetahui id Line-nya.

Arvinogml

Kok, nggak dibales?

"Chat dari siapa, sih? Kok, nggak lo bales?" tanya Zara yang kini mencondongkan tubuh untuk melirik ponsel sahabatnya itu. Namun, Karen segera meletakkan ponselnya di atas meja dengan layar yang sudah menghitam.

"Orang iseng," jawab Karen. Ia melirik ponselnya yang kembali bergetar lama. Nomor yang tidak dikenal terpampang jelas di layar ponselnya. Tanpa mengangkat panggilan tersebut, Karen sudah bisa menebak siapa peneleponnya.

"Ren, itu ada yang telpon. Nggak lo angkat?"

"Males."

"Kebiasaan." Zara menghela napasnya. "Mau ke kantin nggak?"

"Kenapa chat  gue nggak dibales? Kenapa telepon juga nggak lo angkat?"

Karen dan Zara sontak menoleh ke arah sumber suara. Terlihat dua cowok yang sudah berdiri di hadapan mereka. Yang satu, tersenyum ramah kepada Karen dan Zara. Satunya lagi, hanya tersenyum manis kepada Karen.

"Hai, Ra, Ren," sapa Afkar dengan kikuk yang dibalasan anggukan oleh Zara.

"Gue tanya, kenapa nggak angkat telepon dari gue? Kenapa chat gue cuman di-read?"

Perkataan Arvino yang tidak bisa dibilang pelan mampu membuat dirinya dan juga Karen menjadi pusat perhatian seisi kelas. Karen menatap malas Arvino, ia tidak suka menjadi pusat perhatian seperti ini.

"Nggak penting."

Arvino tersenyum, kemudian meletakkan botol minuman di atas meja Karen. "Katanya lo suka jus strawberry, diminum, ya? Btw, gue bikin sendiri, lho."

Karen mulai mendengar bisikan tidak jelas dari teman-teman sekelasnya. Seperti ini memang sudah biasa bagi Karen, tetapi tidak, jika semua ini berhubungan dengan Arvino.

"Udah, itu aja?" Karen bertanya dengan sinis.

"Enggak, masih ada. Gue mau ngajak lo pulang bareng."

"Iya, gue tahu lo pasti bakalan tolak," Arvino kembali bersuara sebelum Karen menjawabnya, "tapi gue bakalan lakuin apa aja supaya lo bisa bareng sama gue."

Arvino sedikit menundukkan wajahnya agar bisa melihat lebih jelas wajah cantik Karen. "Sampai jumpa pulang sekolah, Karenku." Arvino tersenyum kembali sebelum ia pergi meninggalkan kelas Karen.

"Gila, Arvino lebih gercep dari Arga. Dia terang-terangan banget," kata Zara yang mulai membandingkan orang-orang yang mendekati Karen untuk dia seleksi menjadi calon pacar sahabatnya. "Dia juga bisa dapetin nomor lo, dari mana?"

Karen mengangkat bahunya malas. Ia menatap botol minuman yang tadi diberikan oleh Arvino, lalu meraih dan memasukkannya ke dalam tas.

Zara yang melihat itu hanya melongo tidak percaya. Biasanya Karen langsung memberikan kepada orang lain lagi jika ada yang memberinya sesuatu, sekalipun bunga kesukaan Karen.

"Ren, tumben itu lo masukin?"

"Mau gue cek. Bahaya, kan, kalau gue kasih orang. Takut dia ngasih sesuatu di dalam minuman itu. Lo dengar sendiri dia bilang bikin sendiri."

Zara menggelengkan kepalanya, Karen kadang memang suka berlebihan. Namun, jika dipikir-pikir, ada benarnya juga. Apalagi jika dirinya yang meminum minuman itu. Ia masih ingin hidup panjang, agar terus bisa menyeleksi cowok untuk Karen.

Stone Cold [COMPLETED] #watty2019Where stories live. Discover now