10. Di Balik Sifat Arvino

2.4K 183 47
                                    

Jika ada kesempatan untuk kembali ke masa lalu di dunia ini. Aku akan gunakan kesempatan itu dengan baik.

⛄⛄⛄

Matahari pagi ini muncul di balik awan yang menghitam. Angin berembus agak kencang dari biasanya hingga menusuk masuk ke tulang-tulang. Bahkan daun-daun kering berjatuhan tertiup angin.

Pagi ini Karen kembali datang ke sekolah sendiri, dengan mobil kesayangannya. Koridor sekolah terlihat sepi. Jika Karen penakut, mungkin saja ia tidak akan berani menapakkan kakinya menyusuri koridor. Cuaca dan koridor panjang yang sepi terkesan horor seperti di film-film.

Jarum jam baru saja menunjukkan pukul 06.55. Karen datang terlalu pagi, bukan, bukan terlalu pagi. Mungkin karena cuacanya saja yang tidak mendukung sehingga para murid bermalas-malas untuk berangkat sekolah.

"Kak Karen!"

Karen membalikkan badan melihat Bella yang sedang berlari kecil menghampirinya bersama Afkar. Terlihat raut wajah cewek itu tidak seceria biasanya.

"Pagi Kak." Bella menyapa hangat, disusul dengan sapaan Afkar dengan mengangkat sebelah tangan kepada Karen.

"Pagi. Kalian berangkat berdua?"

"Iya. Arvino, di rumah sakit jagain om Banan," jawab Afkar sambil memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana.

"Tadinya aku juga nggak masuk sekolah Kak, tapi kak Vino maksa aku buat sekolah. Katanya biar aku makin pinter kaya dia." Bella mengerucutkan bibirnya kesal karena mengingat ucapan sang kakak.

"Dari Arvino," kata Afkar.

Mata Karen beralih ke kotak berukuran kecil yang diulurkan oleh Afkar. Perlahan Karen menerima, kepalanya kembali mendongak meminta penjelasan lebih dari Afkar. 

"Buka aja, dia nitip itu tadi ke gue."

Karen melirik kotak kecil tersebut, lalu kembali menoleh kepada Bella dan Afkar untuk pamit ke kelas lebih dulu, meninggalkan mereka dengan langkah cepat. Bukan karena terburu-buru agar membuka kotak kecil pemberian dari Arvino. Karen memang hanya ingin segera sampai di kelas untuk mendinginkan kepalanya. Karena selama beberapa hari ini hampir semua murid terus memperhatikannya, semenjak Karen berangkat sekolah bersama Arvino.

Karen membuka telapak tangan sebelah kanan, terlihat kotak kecil yang pas dalam genggamannya. Ada rasa penasaran dalam dirinya, dan ini baru pertama kali Karen rasakan setelah sekian lama ia bersifat acuh tak acuh. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka kotak tersebut.

Kerutan terlihat di kening Karen saat melihat isi dalam kotak tersebut. Itu adalah sebelah antingnya yang hilang kemarin. Karen tidak ingat bagaimana bisa antingnya bisa hilang, ia tersadar saat dirinya bercermin setelah mandi.

"Kenapa anting gue ada di dia?" tanya Karen entah kepada siapa. Matanya melihat kertas kecil yang dilipat dalam kotak. Karen membuka lipatan kertas itu.

Pasti nyari, kan? Ini gue balikin. Kayanya anting lo nyangkut ke baju gue pas gue lagi pinjem pundak lo. Gue temuin anting lo masuk ke dalam saku seragam gue. Bilang makasihnya nanti aja, ya, tunggu gue masuk sekolah. See you, Karenku.

Karen mendengkus kasar. "Mending nggak usah masuk sekolah selamanya, deh! Adem nggak ada lo!"

"Siapa?"

Karen mendelik ke sebelahnya, ada Zara yang baru saja masuk dengan seragam sedikit basah. Karen melihat ke luar jendela di balik Zara, hujan.

"Kehujanan?" Karen memberikan beberapa lembar tisu kepada Zara.

Stone Cold [COMPLETED] #watty2019Where stories live. Discover now