27. Cemburu?

1.7K 109 55
                                    

Kaulah Segalanya - Claresta

Setidaknya aku pernah berusaha menjadi nomor satu untuk kamu pandang. Walau akhirnya aku yang menjadi nomor paling akhir yang tidak pernah sama sekali kamu pandang.

⛄⛄⛄

Karen pikir Arvino tidak akan melakukan kesepakan tersebut. Ia pikir Arvino hanya menjauhinya beberapa hari saja dan kembali mendekatinya. Namun, yang terjadi di hari-hari berikutnya adalah hari yang tidak pernah terpikirkan oleh Karen. Arvino semakin menjauh, bahkan semakin dekat dengan Zara. Seperti hari ini, Arvino berada di rumah Zara duduk bersampingan dengan cewek itu.

Karen hanya diam mendengarkan canda dan tawa Arvino bersama Zara. Sahabatnya itu hanya mengajak Karen berbincang sesekali. Ia terjebak dalam situasi yang sangat tidak diinginkan. Karen memainkan ponsel, menghubungi siapa saja yang bisa menyelamatkannya.

Karena tidak tahu harus menghubungi siapa, akhirnya ia memutuskan untuk pamit pulang kepada Zara. Cewek itu berjalan kaki menyusuri jalanan yang ramai saat sore hari. Kakinya terus melangkah walau pikirannya ke mana-mana, hingga langkahnya sampai di taman kota. Ia duduk di salah satu bangku di taman tersebut.

Karen jadi teringat sesuatu, sebelum seleksi olimpiade diadakan. Arvino mengajak Karen berjalan-jalan walau hanya mengunjungi taman. Cowok itu membelikan ice cream rasa strawberry.

"Ren, gue mau ngegombal." Arvino memiringkan badannya agar bisa melihat Karen lebih jelas yang duduk di sebelahnya sambil memakan ice cream.

"Kalau lo es, izinkan gue menjadi matahari biar bisa bikin lo mencair," katanya dengan senyuman lebar.

Kerutan di kening Arvino terlihat jelas saat itu. Ia gagal menggombali Karen, karena tidak ada suara yang keluar dari bibir mungil cewek itu. Ia juga tidak melihat perubahan raut wajah Karen. Yang ia lihat hanya wajah datar Karen yang masih sibuk memakan ice cream-nya.

"Ren, jawab apa, kek! Jangan diem mulu."

Karen menoleh kepada Arvino sesaat dan kembali lagi melanjutkan kegiatannya.

"Karen jawab, dong! Gue udah gombalin, masa lo cuman diem? Seengaknya jawab 'ah, makasih atau duh, romantis banget, sih!' Gitu, Ren."

Arvino menghela napas melihat Karen yang masih diam mengabaikan dirinya. "Lo beku mulu, kapan mencair? Es aja dari cair membeku dan ada cara membuatnya mencair lagi, tapi kenapa nggak ada cara yang bisa buat lo mencair?"

"Kalau gitu, kenapa lo bertahan sama sikap gue?" tanya Karen.

Arvino tersenyum. "Gue bertahan sama sikap dingin lo, karena gue percaya hati hangat lo yang membuat gue bertahan."

Ucapan Arvino saat itu masih terngiang di telinga Karen. Entah mengapa melihat Arvino yang menghindarinya membuat hatinya sakit. Semakin sakit saat melihat cowok itu mengabaikan dirinya dan bercanda dengan Zara, sahabatnya sendiri.

"Karen?"

Karen menoleh, melihat Arga yang berdiri di hadapannya bersama seorang gadis kecil sekitar usia tiga tahun.

"Ngapain di sini?"

Karen hanya menggeleng lemah. Baju bagian lengannya ditari-tarik oleh gadis kecil itu dan memberi permen kepada Karen. Karen menerima sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Tanpa sadar, Arga ikut tersenyum saat melihat senyuman Karen.

"Ini adik gue, Ren. Namanya Fay."

"Hallo, Fay," sapa Karen hangat kepada Fay.

"Gue boleh duduk di samping lo?"

Stone Cold [COMPLETED] #watty2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang