3. Pertandingan

3.5K 334 153
                                    

"Itu pacarnya?"

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Arvino saat melihat Karen berdiri berdampingan bersama seorang cowok. Dugaannya keluar karena melihat cowok itu seperti sedang merayu Karen. 

"Gue udah pernah bilang, kan? Dia nolak semua cowok gimana mau punya pacar."

Arvino menoleh kepada Afkar untuk meminta penjelasan lebih.

"Dia, Arga. Cowok yang gue ceritain waktu itu sama lo."

Arvino tersenyum sinis. Arga memang ganteng tidak beda jauh dengannya. Namun, bagaimana bisa Karen menolak seorang cowok seperti Arga sampai tiga kali? Pasti ada yang salah dalam diri cewek itu.

Walau begitu, Arvino tidak mengurungkan niatnya. Ia sudah tertarik pada Karen sejak pertama bertemu. Setelah mendengar ceritanya, Arvino semakin tertarik untuk mendapatkan hati cewek itu. Kini saatnya, langkah pertama yang harus Arvino lalui.

Ia berjalan ke arah Karen dan Arga yang berada di parkiran, diikuti oleh Afkar di belakangnya. Arvino bisa mendengar jelas apa yang dibicarakan oleh Arga kepada Karen yang sedari tadi hanya diam menatap lawan bicaranya dengan tatapan tajam.

"Please, Ren, lo mau, ya, gantiin Sesil jadi sekretaris OSIS. Cuman lo yang bisa bantu anak OSIS, pembina juga maunya lo yang gantiin posisi, Sesil."

Acara permohonan Arga terhenti ketika Arvino sudah berdiri di dekat Karen. Arvino sempat bertemu tatap dengan mata cokelat Karen yang dingin. Sebelum akhirnya Karen menatap Arga kembali.

"Sorry, gue nggak mau."

Arga menatap Karen kecewa, bukan cintanya saja yang ditolak oleh cewek itu. Namun, permintaan yang berhubungan dengan sekolah pun ditolak. 

Baru saja Karen hendak melangkahkan kakinya, tetapi dihalangi oleh Arvino.

"Pulang bareng gue, ya?"

Arvino terkesiap saat melihat sorot mata dingin itu. Ia seperti pernah melihat mata cokelat milik Karen. Namun, mata cokelat yang ia lihat dulu begitu hangat bukan seperti sekarang. Arvino menggeleng samar, tidak mungkin orang itu sama. Hanya warna iris mata yang sama dengan orang itu, Karena wajahnya pun tidak sama. Ya, mungkin berbeda, karena Arvino tidak terlalu memperhatikan orang itu dulu.

Masih berdiri dalam diam, Karen mengangkat kunci mobilnya ke hadapan Arvino. "Gue bawa mobil."

Setelah itu, pergi meninggalkan Arvino yang melongo tidak percaya, sedangkan Arga dan Afkar tertawa kecil meremehkan Arvino.

Arvino menatap tajam Arga yang masih mentertawakanya. "Nggak usah ketawain orang kalau diri lo lebih miris dengan tiga kali penolakan. Eh, salah, mungkin empat kali sama yang barusan."

Arga menghentikan tawanya. Ia maju satu langkah agar lebih dekat dengan Arvino. "Lo siapa? Berani-beraninya ngomong kaya gitu ke gue? Lo juga siapa berani banget ngajak Karen pulang bareng?"

Arvino tersenyum sinis, ia mengulurkan tangannya di hadapan Arga. "Kenalin, gue Arvino calon pacar Karen."

Arga menepis kasar tangan Arvino. Ia tersenyum, tetapi pandangannya meremehkan lawan bicara. "Nggak usah mimpi terlalu tinggi!"

Arvino tertawa kencang. Entah ia mentertawakan apa. Mungkin mentertawakan ucapan Arga. "Kata orang, raihlah mimpimu setinggi langit dan gue bakalan raih mimpi gue yang setinggi langit itu. Mimpi gue untuk menjadi pacar pertama Karen."

"Selamat meraih mimpi setinggi langit!" Arga berbalik berniat menghampiri motornya. Namun, baru beberapa langkah suara Arvino membuat langkahnya berhenti.

"Gimana kalau kita tanding renang?"

Afkar menepuk jidatnya. "Duh, si Arvino nantangin, kok, renang. Nggak ada yang lebih keren dikit gitu, kaya basket misalnya?" Afkar menggurutu sendiri melihat tingkah aneh sahabatnya.

Arga berbalik, menatap heran Arvino. "Renang?" tanyanya sambil mengangkat sebelah alis.

"Iya, kita tanding renang. Yang menang bebas untuk deketin Karen dan yang kalah, sadar diri untuk menjauh."

Emosi Arga memucak seketika. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan emosi. Arga paling tidak suka ditantang seperti itu. Selama ini ia memperbolehkan siapa pun mendekati Karen dengan bersaing secara sehat. Bukan seperti Arvino yang mengganggu waktunya saat bersama Karen dan memberinya tantangan seperti ini.

"Oke! Kalau lo kalah, nggak cuman jauhin Karen, tapi jangan pernah juga muncul di hadapan dia!" Arga menyanggupi tantangan Arvino, lalu melanjutkan kembali langkahnya.

⛄⛄⛄

Hari ini kelas XII IPA 1, IPA 5 dan IPS 1 melakukan praktik renang di luar sekolah. Tempat khusus anak sekolah yang sudah menjadi tempat biasa bagi sekolah Gemilang. Sudah menjadi rutinitas setiap semester perkelas akan melakukan praktik yang akan digabung menjadi tiga kelas.

Seperti perjanjian yang  Arvino dan Arga buat kemarin lusa, mereka akan tanding renang hari ini. Setelah selesai praktik, para murid masih banyak yang belum meninggalkan tempat itu. Sekedar mengobrol, makan atau bermain. Sekarang, Arvino dan Arga berhasil membuat mereka menjadi pusat perhatian.

Para murid berdiri di pinggir kolam renang ingin melihat apa yang terjadi kepada dua cowok itu. Detik selanjutnya terlihat Arvino dan Arga sudah mulai berenang, lebih tepatnya tanding renang.

Karen yang masih berada di sekitar situ merasa penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Namun, ia malas untuk bertanya kepada orang lain. Beruntunglah ada Zara yang pastinya selalu ingin tahu dengan apa yang sedang terjadi. Ia bertanya kepada Afkar yang kebetulan berdiri tidak jauh dari mereka. Jawaban Afkar sukses membuat mata Zara melotot lebar.

"Mereka tanding renang, buat deketin Karen."

Berbeda dengan Zara, Karen hanya tersenyum. Bukan senyuman tulus atau kebahagiaan. Entah senyuman apa, yang tahu artinya hanya dirinya.

Karen memalingkan wajah untuk melihat ke arah kolam renang. Terlihat Arvino sampai lebih dulu ke tepi kolam pertanda ia memenangkan pertandingannya. Cowok tersebut melambaikan tangan ke arah Karen sambil tersenyum—saat menyadari Karen memperhatikannya—mengabaikan tatapan kesal Arga.

"Arvino nekat juga mau deketin cewek batu es kaya lo," ucap Zara setengah berbisik.

Karen mendengkus kecil. Ia berbalik dan pergi meninggalkan tempat itu bersama Zara.

"Karen! Karen, tunggu!"

Langkah Karen dan Zara terhenti ketika Arvino yang dibalut handuk menghalangi jalannya.

"Lo nggak mau bilang selamat atau makasih gitu sama gue?" 

Karen mengernyitkan dahi bingung. 

"Secara nggak langsung gue udah bantu lo buat Arga menjauh dari lo. Selama ini lo pasti risih dideketin terus sama Arga, kan? Gue paham, jadi gue bantu lo. Oke, gue tahu gue baik. Jadi lo nggak usah bilang makasih, mungkin lo malu."

"Udah ngomongnya?"

Arvino mengerjapkan mata beberapa kali. Ia seperti kehilangan kesadarannya untuk sesaat. Ia telah panjang lebar kali tinggi berbicara. Namun, Karen hanya membalasnya seperti itu?

Karen mendorong tubuh Arvino agar menyingkir dan tidak menghalangi jalannya lagi. Arvino berbalik, hanya bisa menatap punggung Karen yang mulai menjauh.

⛄⛄⛄

Gimana part 3, makin penasaran atau bosen?
Jangan lupa votte and coment setelah baca:)

Stone Cold [COMPLETED] #watty2019Where stories live. Discover now