17.2. Holi(shit)day

1.8K 121 11
                                    

Afgan-Sudah 

Happy reading😊😊

K

aren tersenyum sinis. Ia yakin, setelah Arvino tahu siapa dirinya, cowok itu akan menarik ucapannya. "Oke! gue akan buat lo tahu siapa gue!"

Karen merogoh saku celananya. Ia mengambil sebuah kacamata yang langsung dipakai. Setelahnya Karen kembali menatap Arvino, ingin tahu bagaimana reaksi cowok itu mengetahui dirinya siapa.

Mata Arvino melebar dengan mulut sedikit terbuka. Tubuhnya sedikit mundur menjaga jarak dengan Karen, agar dirinya lebih jelas melihat cewek berkacamata itu.

Bibir Karen tertarik membentuk senyuman yang membuat tubuh Arvino bergetar. "Gimana, lo udah tahu atau ingat sama gue?"

Arvino menggeleng tidak percaya. "Nggak mungkin."

Karen tersenyum sinis. Ia mengulurkan tangannya di hadapan Arvino. "Kenalin nama gue Karen Nauren Prihadi. Ah, nama panggilan gue waktu SMP Auren. Lo boleh panggil gue si cupu Auren."

"Auren," gumam Arvino.

Karen menurunkan kembali tanggan karena Arvino tidak menanggapinya. "Karena lo udah inget siapa gue, pasti lo nggak akan lagi deketin gue."

"Kata siapa? Kenapa gue nggak bisa deketin lo?"

"Karena gue Auren si cupu yang selalu bawa barang-barang hello kitty, yang sok pinter dan yang pernah jadi bahan taruhan lo sama temen-temen lo!" bentak Karen dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Arvino terkejut bukan main, ia tidak tahu harus bagaimana di saat seperti ini.

"Lo ... lo tahu dari mana?"

"Gue denger semuanya waktu lo sama temen lo ngerencanain itu! Makanya setelah itu gue pindah sekolah biar menghindar dari kalian!"

Karen tersenyum miris. "Dulu gue pikir lo deketin gue karena ketulusan. Lo deketin gue seolah-olah lo suka sama gue, seolah-olah lo punya perasaan sama gue. Dulu, gue emang sayang sama lo, bahkan gue seneng banget saat lo bisa deket sama gue. Lo tahu gimana sakitnya gue tahu semua itu?" Karen berdengkus sambil tersenyum miris sebeleum melanjutkan ucapannya. "Beberapa tahun gue berusaha lupain rasa sakit itu, Vin! Lupain lo dan hilangin perasaan gue ke lo, tapi lo seenaknya dateng ke kehidupan gue lagi. Lo pikir lo siapa?" Amarah dan rasa kecewa yang selama ini Karen pendam, akhirnya bisa ia keluarkan semuanya, bahkan kepada orangnya langsung.

Tidah mudah bagi Karen menjalankan hidupnya setelah merasa dirinya sangat rendah. Rendah karena dijadikan bahan taruhan oleh para cowok yang tidak mempunyai hati. Yang hanya melihat seseorang dari penampilannya saja. Karen benci orang seperti itu. Maka dari itu selama ini ia selalu berusaha untuk mengabaikan semua orang yang memujinya, karena jika mereka tahu bagaimana Karen saat dulu, mereka akan sama memerlakukan Karen seperti Arvino dan teman-temannya lakukan.

"Lo nggak tahu rasanya kecewa karena dipermainkan, kan?" tanya Karen kepada Arvino yang hanya diam menatapnya. Cowok itu tidak menanggapi ucapan Karen.

"Mulai sekarang lo nggak usah deketin gue lagi!" Karen menunjuk Arvino tepat di depan wajahnya.

Sebelum air mata Karen keluar dari kelopak matanya. Karen berlari masuk meninggalkan Arvino yang masih terdiam.

⛄⛄⛄

Arvino memandang ke luar jendela kamar, melihat hujan malam yang sangat deras. Jam sudah menunjukkan pukul 01.00. Namun, Arvino masih terjaga. Pikirannya sedang kalut. Ia masih tidak percaya atas apa yang diucapkan oleh Karen. Pandangannya menerawang berusaha mengingat kejadian yang telah berlalu.

Saat itu Arvino sedang duduk menyandar di tembok pinggir lapangan. Cowok itu beristirahat setelah bermain basket bersama teman-temannya. Cuaca yang panas membuatnya sangat mudah merasa lelah.

"Kalian kenal Auren nggak?"

"Auren? Cewek cupu hello kitty yang sering dikucir dua?"

Semua tertawa termasuk Arvino.

"Kenapa nanya Auren?"

"Gue lihat akhir-akhir ini Vino deket sama Auren. Lo suka sama Auren, Vin?"

"Enggaklah. Gue masih sehat, masa iya gue suka sama cewek cupu yang sok pinter kaya dia," jawab Arvino dengan sangat lantang. "Gue heran kenapa cewek itu rajin baca buku. Padahal nilainya selalu di bawah gue."

"Halah, lo nggak usah ngomongin kejelekan dia. Lo suka, kan, sama dia? Kita liat lo sering bareng sama dia."

"Karena gue satu kelas, satu kelompok." Arvino tertawa.

"Selama ini kita kenal Vino gampang banget dapetin cewek, kan?"

"Kalau kita taruhan buat dapetin cewek cantik dan famous udah biasa. Gimana kalau kita taruhan buat dapetin hati Auren?"

"Boleh, tuh."

"Vin, lo gimana? Berani nggak?"

"Oke deal. Kalau gue menang lo semua bayarin gue makan selama satu semester," jawab Arvino sambil tersenyum.

Tanpa mereka ketahui, sejak tadi, ada seorang yang mendengarkan pembicaraan mereka di balik tembok. Orang itu hanya menggigit jarinya menahan tangis, mencabut kuciran dan berlari pergi.

Arvino mengacak rambutnya frustrasi. Hatinya merasa sakit mengingat kejadian dulu. Dirinya merasa sangat bersalah. Arvino tidak dapat memungkiri jika ia memang salah. Salah menjadikan Karen bahan taruhan bersama teman-temannya.

Arvino jadi teringat saat ia bertanya tentang kura-kura di rumah Karen. Cewek itu menjawab bukan dari mantan. Jelas bukan mantan, karena kini Arvino mengingatnya. Kura-kura itu pemberian Arvino.

Saat itu pelajaran Biologi mengharuskan para murid membentuk kelompok. Kebetulan yang sangat bagus ketika Karen menjadi anggota kelompok Arvino. Tugas yang diberikan ialah mencari jenis-jenis hewan dengan golongan reptil. Akhirnya kelompok Arvino memilih kura-kura sebagai hewan untuk tugasnya.

Karen selalu memperhatikan kedua kura-kura yang disimpan dalam wadah. Arvino sadar jika sejak tadi Karen hanya melihat sepasang kura-kura tersebut.

"Suka kura-kura?" tanya Arvino kepada Karen.

"E-e-enggak, cuman lucu liatnya."

"Ambil aja bawa pulang."

"Apa?"

"Kura-kuranya lo bawa pulang aja. Buat lo, rawat baik-baik, ya."

Karen menatap Arvino yang tersenyum manis ke arahnya. Cowok itu membalas tatapan Karen, mata cokelat yang hangat.

"Makasih, Vino."

Arvino mengusap wajahnya gusar. Ia juga baru ingat mata itu. Arvino sempat mengira Karen mirip dengan Auren karena mata cokelat Karen. Namun, penampilan Karen dan sorot matanya yang dingin membuat Arvino membuang pikirannya jauh-jauh.

"Maafin gue, Ren. Gue ngaku gue salah. Maafin gue," ucap Arvino lirih, "tapi jujur, kali ini gue beneran tulus sama lo. Gue sayang sama lo, Ren. Gue harus berbuat apa biar lo maafin gue?"

Stone Cold [COMPLETED] #watty2019Where stories live. Discover now