39. Sakit Raga dan Hati

218 5 0
                                    

"Bisma," panggil Ara yang berdiri di samping meja kerja Bisma. Bisma menoleh, didapatinya Ara, princess yang telah pergi dari istana hatinya.

"Proposal yang gue kasih ke loe kemarin masih di loe kan?"

"Iya...," Bisma sedikit canggung mengobrol dengan Ara.

"Gue pinjem dulu soalnya ada beberapa yang perlu direvisi. Nanti kalau udah selesai, gue kasih ke loe." Bisma pun mencari-cari proposal Ara di tumpukan map-map yang menumpuk di meja kerjanya. Dia tersenyum saat menemukan proposal Ara terjepit di tengah map-map tebal yang menunggu untuk dikerjakan. Dia menyerahkannya pada Ara.

"Thanks," Ara pun kembali ke meja kerjanya.

"Sama-sama princess," ucap Bisma setelah Ara menghilang dari pandangannya. Hari-hari setelah percakapannya malam itu dengan Ara, dia hanya mengobrol masalah pekerjaan dengan Ara. Tak ada lagi janji ketemuan ataupun ngobrol-ngobrol di luar kantor. Ara selalu menghindar dari Bisma dan meminta agar Bisma tidak lagi berkunjung ke rumahnya. Kalau ada yang ingin dibicarakan, lebih baik di kantor saja. Itulah sebabnya, Bisma sangat bersemangat pergi ke kantor karena hanya di kantor lah dia bisa bertemu dan mengobrol dengan Ara walau hanya beberapa kalimat saja dan itupun obrolan pekerjaan. Bahkan di saat jam makan siang pun.

Ara dan Dikdik duduk terpisah dengan Bisma dan Monika pada saat jam makan siang. Mereka memisahkan diri dari Bisma karena tidak mau lagi berdebat dengan Monika. Walau terkadang Monika suka memancing-mancing Dikdik tapi Ara menahan Dikdik dan walau Monika suka menggelendot manja pada Bisma, dia berusaha tidak peduli. Bukan berarti Ara benar-benar tidak peduli tapi itu dilakukannya untuk menyelamatkan hatinya dari kehancuran yang entah keberapa kali dirasakannya.

.^_^. .^_^.

"Teman-teman, jangan lupa ya besok dateng ke pertunangan aku," Monika mengingatkan hari bahagianya yang akan diselenggarakan besok. Ara tidak mendengarkan omongan Monika selanjutnya, pusing di kepalanya membuat dia bergegas untuk pulang. Bisma yang khawatir melihat wajah Ara yang pucat, mengejar Ara dan meninggalkan Monika yang masih sibuk menyebarkan berita bahagianya.

"Gue anterin pulang ya Ra," Bisma yang berhasil mensejajarkan dirinya dengan Ara menawarkan diri untuk mengantarkan Ara pulang.

"Ga Bim, makasih. Gue naik taksi aja. Taksi," Ara memanggil taksi yang kebetulan lewat di depannya. "Gue duluan Bim." Bisma yang masih khawatir dengan Ara, bergegas ke parkiran, masuk ke mobilnya dan mengikuti taksi yang membawa Ara. Dia ingin memastikan kalau Ara sampai di rumah.

"Bismaaaaaaaaa, kamu dimana?," suara manja Monika terdengar kesal di handphone Bisma. Dia lupa, kalau tadi Monika ada di kantor dan dia meninggalkannya. Tapi dia tidak peduli, Ara yang lebih penting sekarang.

"Gue ada urusan. Loe pulang sendiri aja," Bisma pun menutup saluran itu dan langsung meng-nonaktifkan handphone-nya. Dia menghentikan mobilnya di depan rumah Ara, Ara pun keluar dari taksi dengan langkah goyah dan membuat Bisma menjadi semakin cemas. Setengah jam Bisma di depan rumah Ara sampai akhirnya dengan berat hati dia meninggalkan tempat itu.

.^_^. .^_^.

Waktu berjalan begitu cepat. Satu bulan berlalu ketika dia ingat janji Bisma yang bilang bahwa akan menikahinya satu bulan lagi. Tapi janji itu nampaknya pergi tertiup badai tornado. Malah besok Bisma akan bertunangan dengan seorang nenek sihir bernama Monika. Apa Bisma lupa dengan janji yang dia ucapkan dulu? Akh sudahlah Ara, jangan pikirkan itu lagi kalau semua itu hanya membuat hatimu semakin terluka, bisik hatinya dalam hati.

Ara pun terbaring di tempat tidurnya, merebahkan tubuhnya sambil merasakan sakit yang amat sakit di perutnya. Mungkin maag-nya kambuh karena ulu hatinya terasa melilit tapi kenapa perut sebelah kanannya yang sakit, kenapa bukan perut sebelah kiri tempat lambung berada yang sakit. Dia memang belum makan apapun hari ini, dia baru minum segelas air putih. Tak ada nafsu makan walau perutnya berdemo ingin dinafkahi. Ara hendak mengambil obat di laci mejanya tapi sakit yang terus melilitkan perutnya membuatnya sulit untuk melangkahkan kakinya. Dia pun mengambil handphone di tas untuk menghubungi Mami tapi handphone-nya lowbath. Dia pun memilih untuk menikmati rasa sakit itu.

Sepotong Hati PrincessWhere stories live. Discover now