22. My Blood in Your Body

172 3 0
                                    

Bisma terdiam, menatap Monika tak tentu rasa. Tamparan Monika di wajahnya membekas merah tanpa balas. Ingin rasa dirinya membalas tamparan itu tapi dia tak mau harga dirinya hancur karena memukul seorang gadis. Tapi bukankah dia memang sudah kehilangan harga diri semenjak... semenjak dia membiarkan dirinya menjadi pion yang dimainkan Monika.

"My blood in your body. Jangan pernah lupa itu," ujar Monika sambil mengacungkan jari telunjuknya tepat di wajah Bisma. "Kamu berhutang nyawa sama aku. Jadi berhenti mencintai Ara dan belajar mencintai aku," lanjutnya memaksa. Monika pun berlalu meninggalkan Bisma. Ketika Monika melangkahkan kakinya keluar dari rumah Bisma, dia mendapati Ara dan Dikdik di balik pintu. Monika menatap Ara sinis kemudian berlalu.

"Apa maksudnya Monik Bim?," tanya Dikdik setelah dirinya dan Ara melenggang masuk ke dalam rumah Bisma dan mendengar semua yang dikatakan Monika juga melihat tamparan Monika yang mendarat kasar di wajah Bisma. Keduanya bingung, ingin mendapat jawaban tapi Bisma kembali diam seribu bahasa.

Air mata mengalir di hati Ara, begitu sedih dia melihat Bisma si pencuri hatinya itu terluka. Ara mendekatinya, tersenyum, menatap Bisma hangat seolah memberikan setetes embun yang mampu memberi semilyar kebahagiaan untuknya. Tangan Ara menyentuh lembut pipi kanan Bisma yang masih membekas merah karena tamparan Monika.

"Loe boleh ngebahagiain orang lain tapi jangan lupa buat ngebahagiain diri loe sendiri. Loe ga sekuat yang loe kira tapi loe juga ga serapuh yang loe bayangkan. Loe hanya harus tersenyum saat ingin tersenyum, menangis saat ingin menangis, marah saat ingin marah, bicara saat ingin bicara, dan mencintai saat ingin mencintai," Ara menjauhkan tangannya perlahan dari wajah Bisma walau berat rasanya meninggalkan wajah itu. Ingin dia membelai pipi merah itu lebih lama, ingin rasa dia memeluk pencuri hati itu untuk memberinya ketenangan dan memberitahu bahwa dia selalu ada untuknya tapi dia harus mengurungkan semua niatnya itu karena dia ingin Bisma berjuang untuk mendapatkannya.

"Gue menyayangi banyak orang dalam hidup, mencintai beberapa orang tapi hanya satu cinta yang mampu mencuri hati gue. Walau si pencuri hati pergi dan ngebawa setengah hati gue tapi gue yakin kok, pada akhirnya nanti si pencuri hati akan ngebahagiain gue. Dengan harapan itu gue bahagia dengan hidup gue. Hidup yang bebas, penuh mimpi dan harapan... serta perjuangan," Ara terus menatap Bisma, berharap dia mengerti kalau dirinya tak akan pernah lelah menanti Bisma.

"Gue harap loe berjuang buat kebahagiaan loe. Apapun keputusan loe, gue pasti bahagia," ucap Ara. Keduanya kembali saling tatap, sepi tapi menenangkan. Senyum tipis terlukis di wajah Bisma yang dibalas senyum hangat oleh Ara. Dikdik yang sedari tadi berperan sebagai pengamat memutuskan untuk ikut menjadi pemain dalam kisah cinta klasik dua sohibnya itu. Rangkulan nakalnya merambat di pundak Ara.

"Tenang aja Ra. Kalau si pencuri hati itu ga balik lagi, gue siap gantiin dia buat ngebahagiain loe," Dikdik mulai menggombal diiringi senyum menggodanya pada Ara dan ditemani kedipan mata kanannya pada Bisma. Tapi Ara tak terpancing, dia justru menoyor kepala Dikdik yang menyandar di kepalanya. Dikdik tak mau kalah, dia pun membalasnya dengan mendaratkan jitakan keras di kepala Ara yang diajarkan Yudha kepadanya. Sudah tentu Ara membalas jitakan itu bahkan bukan hanya sekali tapi berulang kali, membuat Dikdik kapok. Kelakukan dua sohib itu mengundang tawa Bisma. "Nah gitu dong ketawa biar ga stresssss," seru Dikdik ketika melihat senyum di wajah Bisma mengembang bahagia.

"Gitu kan cakep ya Ra," Dikdik meminta persetujuan Ara yang juga senang menikmati tawa Bisma yang tampak hilang setahunan ini dan tawa yang dirindukannya pun telah kembali.

"Dari dulu kan Bisma memang cakep, gantengnya sedunia gitu lho," goda Ara tak sengaja, kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya, membuat dirinya dan Bisma jadi salting. Tapi tak apa-apa lah, toh godaan dadakan itu memperpanjang senyum Bisma.

"Bukan sedunia aja Ra gantengnya tapi dunia akhirat," tambah Dikdik yang dilanjutkan tos dengan Ara. Keduanya tertawa membawa virus yang ditularkannya pada Bisma, virus tawa.

"Sama kayak loe Dik...," Ara menatap Dikdik dan sedikit menjauh darinya untuk menghindari amukan Dikdik. "... jeleknya sedunia akhirat, hahahaha," lanjut Ara yang langsung lari hendak melenyapkan diri dari Dikdik secepat kilat tapi secepat cahaya pula Dikdik menangkap tangan Ara yang tertinggal. Dikdik dengan bebas menggoyang-goyang kepala Ara, mencubiti pipi Ara sampai merah bahkan merah padam dan mengacak-acak rambut Ara bebas tanpa perlawanan karena Ara masih merasa pusing kepalanya digoyangkan. Tapi setelah pusing itu hilang, secara sadar Ara menginjak kaki Dikdik keras-keras dan membuat Dikdik berjingkrak kesakitan. Ara yang tahu Dikdik akan balas dendam, langsung bersembunyi di balik tubuh Bisma yang sedari tadi hanya mematung. Dikdik mengejar Ara dan keduanya berputar-putar mengelilingi Bisma, membuat Bisma pusing tujuh turunan.

"Ya ampun bunda," Bisma beranjak dari tempatnya menuju ke tempat ibunya yang seharusnya beristirahat di kamar karena sedang sakit. Ara dan Dikdik pun seketika menghentikan kejar-kejaran itu dan mendekati Bisma yang menuntun ibunya untuk duduk.

"Bunda kan belum sembuh, harusnya bunda istirahat di kamar," Bisma khawatir sakit ibunya akan bertambah parah. Dia tak mau kehilangan ibunya setelah dia kehilangan ayahnya saat dirinya berumur 15 tahun karena penyakit jantung yang merenggut nyawa ayahnya.

"Maaf ya bun, kita ganggu bunda ya," ucap Ara sambil memberi salam diikuti Dikdik.

"Maaf ya tante, kita juga niatnya mau jenguk tante tapi tadi ada Mon...," Dikdik menghentikan ucapannya ketika Ara menyikut Dikdik keras disaat Dikdik hampir saja menyebut Monika.

"Ga apa-apa kok sayang, makasih ya udah datang kesini. Makasih udah nengok, makasih juga udah bikin Bisma ketawa," ucap wanita separuh baya itu namun tetap terlihat anggun dan cantik sambil diiringi senyum ramah yang membuat Ara dan Dikdik lega karena sempat membuat gaduh di rumah itu. "Lama ya Ra, kamu ga main kesini. Bunda kangen lho sama kamu, sering-sering ya main kesini."

Bunda Maya menyentuh tangan Ara sedangkan Ara hanya tersenyum mendengar perkataan itu. Dulu ketika dirinya dekat dengan Bisma, Ara memang sering main ke rumah Bisma, mengobrol bersama Bunda Maya, bercanda, shopping bareng, nemenin bunda arisan, pengajian juga, pokoknya hampir setiap hari Ara melangkahkan kakinya di rumah itu dan saking dekatnya mereka, dia pun memanggil ibunda Bisma itu dengan sebutan Bunda.

"Ara sayang bunda," Ara memeluk Bunda erat, rindu berada dalam dekapan hangat yang selalu memberinya kesejukan.

"Bunda juga sayang kamu, selalu Ara," Bunda membalas pelukan Ara, tidak kalah erat. Ara pun mengantar Bunda kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Sementara Bisma dan Dikdik bertahan di ruang tamu, berbincang soal pertandingan sepak bola yang akan digelar besok shubuh, pertandingan besar antara Real Madrid vs Barcelona. Bisma menjagokan tim berjuluk Los Galacticos dengan Cristiano Ronaldo dan Jose Mourinho-nya sedangkan Dikdik memihak pada Barca sebutan klub pemimpin klasemen sementara Liga Spanyol dengan Pep Guardiola dan Lionel Messi-nya. Secangkir kopi panas menambah keseruan obrolan mereka. Mereka pun bersaing memuji-muji tim yang diunggulkannya.

Ara yang sudah satu jam menemani Bunda, ikut bergabung dengan obrolan kedua cowok itu. Walau ada kecanggungan diantara Ara dan Bisma saat bertukar pendapat, mereka mencoba menutupinya dan berusaha rileks agar obrolan itu tetap bertahan ramai. Ara dan Bisma yang sama-sama mendukung Real Madrid, habis-habisan menghina Barca yang didukung Dikdik. Sebenarnya mereka tidak membenci Barca tapi mereka lebih ingin memanas-manasi Dikdik yang mulai ngotot memperjuangkan kesuksesan Barcelona bukan karena Dewi Fortuna seperti yang disebutkan Ara dan Bisma tapi kemenangan yang didapatkan Messi cs karena kerja keras dan penuh perjuangan. Ara dan Bisma yang sangat puas karena berhasil mengerjai Dikdik hanya manggut-manggut sambil sesekali tersenyum dan bertukar pandang melihat wajah Dikdik yang tampak lucu saat memuji-muji Barcelona setinggi langit.

Sama-sama suka Real Madrid, sama-sama suka ngerjain Dikdik, sama-sama punya rasa suka, sama-sama saling mencintai. Apalagi yang Ara dan Bisma tunggu???

Sebenarnya... Ara menunggu Bisma memperjuangkan cinta mereka.

Dan Bisma menunggu... entahlah!! Dia pun tak tahu sedang menunggu apa?!

.^_^. .^_^.

Sepotong Hati PrincessWhere stories live. Discover now