5. Sang Princess

219 3 0
                                    

Alarm memaksa Ara keluar dari alam mimpi. Dia membuka mata perlahan, sinar hangat matahari menyapanya dengan ramah. Ara menggerakkan tubuhnya, terasa nyeri di pergelangan kaki kanannya. Dia melihat pergelangan kakinya sudah tidak bengkak lagi tapi nyeri masih belum hilang ketika dia coba menggerakkannya. Ara bangkit dari tempat tidur, duduk lalu bangkit. Dengan tertatih Ara berjalan keluar kamar menuju dapur dimana Maminya berada.

"Pagi Mi," salam Ara ketika sampai di dapur.

"Pagi sayang. Tumben hari Minggu ga lari pagi terus kenapa kaki kamu?," Mami khawatir melihat anaknya itu jalan terpincang-pincang.

"Iya Mi, kaki Ara agak bengkak bekas kemarin main bola, ditekel lawan jadi ga bisa lari pagi deh. Tapi udah ga pa-pa kok Mi, cuma tinggal nyerinya aja." Ara coba menenangkan Maminya.

"Koran pagi udah dateng Mi?," sambung Ara. Mami menggelengkan kepalanya.

"Ara ke depan ya Mi, nungguin koran," Ara berjalan ke luar dapur membawa segelas susu dan sepasang roti isi selai kacang kesukaannya. Dengan menahan nyeri yang masih sangat dirasakannya dan dengan perjuangan berat menuju halaman depan, akhirnya Ara sampai juga di tempat tujuan. Dia duduk di kursi kayu yang unik, yang memang disediakan Mami untuk santai. Unik karena kursi itu terbuat dari kayu jati asli dan dihiasi dengan ukiran-ukiran berupa angsa di setiap sudutnya. Sambil menikmati sarapan paginya, Ara menikmati canda tawa anak-anak yang berlalu lalang di depan rumahnya.

"Mba Ara, lari yuk," ajak seorang anak yang tinggal di sebelah rumahnya.

"Mba bukannya ga mau dek tapi ga bisa. Kaki mba lagi cedera," balas Ara diikuti senyum hangatnya.

"Oh, kalau gitu cepet sembuh ya mba," anak itu pun berlalu dari hadapan Ara. Ara kembali menikmati pagi, menghirup udara yang masih terasa sejuk, menikmati angin yang lembut membelainya, yang kadang membuatnya merinding, dingin, tentunya menikmati hangatnya matahari yang selalu menjaganya dari kedinginan.

"Ini korannya mba," loper koran langganannya memberikan gulungan koran kepada Ara.

"Makasih ya." Ara membuka halaman koran itu satu per satu dan sampailah dia di halaman sport, Persib vs Persipura. Pasti seru nih nanti pertandingannya, pikirnya sesaat sebelum membaca keseluruhan isi koran tersebut. Ara melanjutkan membuka halaman berikutnya, pertandingan Spanyol vs Rep. Ceko dalam laga kualifikasi Euro 2012 Grup 1. Wah, Spanyol menang tipis, 2 vs 1. Dia pun melahap semua bacaan yang ada di sana, halaman demi halamam menjadi santapannya menemani sarapannya bersama segelas susu. Lalu dia pun membaca halaman berikutnya tentang Radiasi Radioaktif di Jepang. Lagi seru-serunya Ara membaca, klakson mobil Yudha mengagetkannya dan menghilangkan keasyikan yang Ara rasakan.

"Selamat pagi cantik," sapa Yudha ketika baru turun dari mobil.

"Pagi jelek," balas Ara ketus.

"Jutek banget. Profesor lagi baca apa sih? Serius bener," tanya Yudha yang beberapa detik kemudian telah duduk manis di samping Ara dan merebut gelas susu di tangan Ara lalu meminumnya. Ara diam tanpa kata, malas dia melayani Yudha yang memang dengan sengaja memancing emosinya tapi Ara tidak terpancing.

"Lagi baca tentang radiasi nuklir di Jepang, gue jadi inget loe. Loe kena paparan radiasi juga ga?"

"Eits maaf ya, gue bebas radiasi non," Yudha membela diri. Ara pun melanjutkan bacaannya sampai selesai tanpa mempedulikan Yudha di sebelahnya.

"Ra, hari ini gue mau reunian sama anak-anak SMA, ikut yuk," ajak Yudha setelah Ara menutup koran, tanda selesai membaca.

"Duh sorry Yud, bukannya gue ga mau nemenin tapi hari ini gue mau istirahat di rumah aja. Kaki masih kerasa sakit nih," Ara memamerkan kakinya yang masih bengkak.

"Loe ga kangen apa sama mereka?"

"Kangen?! Gimana mau kangen, orang ketemu mereka sering banget. Sebagian besar temen SMA kita itu, satu kampus sama gue"

"Oh yo wis kalau gitu. Gue happy happy dulu ya, selamat istirahat tuan putri, cepat sembuh," ucap Yudha dengan perkataan yang dimanis-maniskan, membuat Ara geli. Tanpa perintah, Yudha mencium kening Ara. Ara hendak menjitak kepala Yudha tapi Yudha sudah berlari jauh di depannya. Ara hendak mengejarnya tapi baru bergerak sedikit saja, Ara sudah merasakan nyeri di kakinya menjalar ke seluruh tubuhnya. Yudha melambaikan tangannya pada Ara, Ara mambalasnya dengan gerakan tinju, kepalan tangan kanannya.

.^_^. .^_^.

Hari sudah menjelang siang, Yudha bergegas menuju tempat janjian yang ditunjuk teman-temannya. Jalanan lumayan lengang jadi Yudha bisa sampai tepat waktu. Yudha memarkirkan mobilnya di parkiran kafe yang terletak di Jalan Riau itu.

"Yudha," panggil seseorang ketika Yudha baru masuk kafe itu. Dia berjalan mendekati sumber suara. Yudha saling berjabat tangan dan pelukan ala cowok dengan semua teman-teman lamanya.

"Eh Yud, kenalin ini temen gue," Dikdik memperkenalkan temannya yang ikut bergabung.

"Bisma"

"Yudha". Keduanya berjabat tangan lalu kembali duduk di kursinya masing-masing. Keduanya keren, hanya saja Bisma lebih manis.

"Yang dateng kok ga banyak?," tanya Yudha heran.

"Maklum sob, mereka pada bergelut dengan skripsi yang ga kelar-kelar. Tapi nanti katanya mereka nyusul kok," Dikdik memberi jawaban.

"Skripsi loe dah kelar?," tanya Yudha lagi, penasaran. Karena seingat Yudha, Dikdik itu waktu SMA paling malas di kelasnya.

"Kan ada Ara, dia pembimbing terbaik gue," jawab Dikdik cengengesan. Yudha menganggukan kepalanya berulang kali, kini dia mengerti kenapa Dikdik begitu tenang. Di sudut lain, entah mengapa Bisma merasakan jantungnya bekerja lebih cepat ketika mendengar nama Ara.

"Ara ga ikut Yud?," sambung Dikdik yang sedari tadi menanti kemunculan Ara.

"Ga. Lagi istirahat dia di rumah, kakinya bengkak"

"Kok bisa?"

"Kemarin kita main sepak bola, kakinya ditekel lawan"

"Ara tomboy banget ya Yud. Menurut loe, sekarang dia berubah ga?"

"Ga, dari dulu sampai sekarang, dia masih sama, masih Ara yang dulu"

"Dia berubah," pernyataan Dikdik mengundang bingung mampir ke wajah Yudha. "Dia tambah cantik," Dikdik menjawab kebingungan Yudha.

"Dasar loe." Kedua kawan lama itu seru dalam perbincangan mereka dan semua orang yang berada satu meja dengan mereka pun ikut masuk ke obrolan hangat mereka. Masing-masing menceritakan tentang dirinya, apa yang sudah dikerjakan selama empat tahun terakhir ini, semua yang dilakukan saat kuliah, juga tentang pacar mereka. Hari tambah siang dan yang reunian pun tambah banyak, mereka pun tanpa segan bergabung dalam perbincangan seru, mengingat-ngingat kembali kejadian dulu waktu SMA, saat dimarahi guru, saat bolos, saat ulangan, juga saat jadi juara kelas. Tapi Bisma tidak begitu, dia lebih banyak diam dan sekali-kali nimbrung dalam obrolan itu. Mungkin karena memang dia tidak satu SMA dengan mereka dan mungkin juga karena alasan lain.

.^_^.     .^_^.

Sepotong Hati PrincessWhere stories live. Discover now