18. Demi Kebahagiaan Ara

152 2 0
                                    

Ketukan pintu di kamar kostnya memaksa Dikdik mengangkat tubuhnya membuka pintu hitam itu. Dia sedikit kaget melihat Yudha yang berdiri di ambang pintu, tumben.

"Sorry Dik gue ganggu," Yudha meminta maaf atas kedatangannya yang tiba-tiba.

"Ga pa-pa Yud. Ada yang bisa gue bantu?," Dikdik menawarkan bantuan karena Yudha tidak mungkin datang tanpa pesan kalau tidak ada hal yang emergency.

"Gue minta loe temenin gue ke rumah Bisma."

"A... da apa ya?," tumben Yudha nyariin Bisma dan kayaknya penting banget.

"Tentang Ara." Mendengar nama Ara disebut Dikdik langsung paham berarti Yudha sudah tahu bahwa ada sesuatu yang spesial antara Ara dan Bisma. Dikdik langsung mengiyakan permintaan Yudha. Dia pun menutup pintu dan menguncinya. Berjalan menuju mobil Yudha dan menempatkan diri di kursi depan.

"Dik," Yudha mengalihkan pandangannya dari jalan raya. Dikdik menoleh diam, menunggu kalimat Yudha selanjutnya. "Gue minta loe ceritain semua yang loe tahu tentang hubungan Ara dan Bisma."

Dikdik menghela napas panjang sementara Yudha kembali mengalihkan pandangannya pada jalan raya. Dikdik menceritakan semua yang dia tahu, Yudha sesekali mengalihkan pandangnya pada Dikdik.

"Gue dan Ara ketemu Bisma awal masuk kuliah. Awalnya sih biasa-biasa aja, kita juga ngobrol seperlunya bahkan Bisma cuek sama cewek-cewek di sekitarnya termasuk sama Ara. Tapi sejak awal semester empat mereka kelihatan dekat dan Bisma juga sering antar jemput Ara. Kemana-mana hampir selalu berdua, dimana ada Ara pasti ada Bisma, gitu juga sebaliknya," Dikdik mengotak-ngatik kata di pikirannya agar penyampaiannya tidak menyakiti Yudha yang dia tahu sangat menyayangi Ara.

"Satu setengah tahun yang lalu, Bisma bilang ke gue, dia mau ngasih surprise buat ngerayain ultah Ara. Tapi gue juga ga tahu kenapa, setelah surprise itu mereka jadi jauh. Mmm maaf, bukan mereka saling ngejauh tapi Bisma yang berusaha buat ngejauh. Dan loe tahu alasannya apa? Katanya...,"

"... demi kebahagiaan Ara," ucap keduanya bersamaan. Alis Dikdik bertautan, keningnya keriput beberapa detik. "Ara yang bilang ke gue," seru Yudha menghilangkan kerut di wajah Dikdik. Dikdik melanjutkan ceritanya.

"Bisma bilang... demi kebahagiaan Ara bersama orang lain yaitu... loe." Yudha mengerem mobilnya mendadak, mengundang klakson-klakson mobil di belakangnya berteriak keras dan berulang kali para pengemudi mengumpatnya.

"WEEYYY!!!!," teriak Dikdik menyadarkan Yudha dari lamunannya. Yudha melambaikan tangannya lewat kaca mobil sebagai permintaan maaf, dia pun menepikan mobilnya ke tepi jalan.

"Gue???," Yudha masih tak percaya dengan perkataan Dikdik. Tapi setiap kali Yudha menatapnya serius, Dikdik pun membalasnya dengan anggukan mantap.

"Kenapa... kenapa Bisma kira kalau Ara akan bahagia sama gue?! Ini pasti ada salah paham," Yudha tampak berpikir keras. Dia mengetuk-ngetukkan jari-jari tangannya di atas kemudi, berpikir, mencari sebuah jawaban.

"Loe memang sayang Ara kan Yud?"

"Gue sayang Ara, itu pasti, dari dulu, sekarang dan selamanya. Ara segalanya buat gue tapi..."

"Tapi apa?," tanya Dikdik penasaran.

"Tapi mungkin orang di sekeliling kita salah menilai semua itu. Gue dan Ara memang saling sayang, sama-sama bisa ngebahagiain satu sama lain tapi sayang itu bukan cinta. Cinta ga pernah hadir dan mungkin ga akan pernah ada diantara gue dan Ara."

"Why not?"

"Gue juga ga tahu kenapa Tuhan ga menghadirkan rasa cinta tapi gue bersyukur akan itu. Dari kecil gue dan Ara cuma pengen saling ngejaga dan ngebahagiain satu sama lain. Dan waktu umur kita tujuh belas tahun, kita berkomitmen untuk saling menyayangi, ga lebih dari itu. Kita berdua ngerasa nyaman dengan semua ini karena kita udah saling memiliki dan kita ga butuh rasa-rasa lain lagi termasuk cinta," Yudha mengakhiri curhat colongannya itu. Dikdik mengerti sekarang, ternyata Ara dan Yudha bukan sepasang kekasih tapi sepasang sahabat sejati. Semua orang telah salah menilai kedekatan mereka dan mungkin termasuk dirinya dan juga Bisma.

Yudha dan Dikdik melanjutkan perjalanan mereka. Dikdik mengarahkan Yudha pada tempat tujuan mereka dan Yudha pun menyetir tanpa membantah.

"Parkir disini sob, itu rumahnya," tunjuk Dikdik dengan menggerakkan dagunya ke sebuah rumah besar dengan halaman yang luas. Yudha dan Dikdik pun berjalan masuk ke rumah itu, sepi tapi pintu rumah terbuka sebagian.

"Kayak abis ada tawuran nih," comment Dikdik melihat serpihan kaca yang berserakan di halaman rumah tersebut, belum lagi ada sisa rokok, kopi dan... darah???

Bisma yang keluar dari dalam rumah kaget mendapati Yudha dan Dikdik ada di rumahnya. "Masuk sob," Bisma mempersilahkan keduanya untuk mengistirahatkan diri di ruang tamu. Dikdik hendak melangkah masuk tapi Yudha menarik bahu Dikdik agar Dikdik tidak melanjutkan langkahnya.

"Gue dateng kesini cuma pengen bilang, kalau keputusan yang loe ambil buat kebahagiaan Ara itu adalah suatu kesalahan. Asal loe tahu, bukan cuma loe aja yang terluka tapi Ara juga." Sesaat mata keduanya bertemu, beradu pandang.

"Gue dan Ara memang saling sayang tapi cinta...," Yudha tak melanjutkan kalimatnya, dia hanya memberi isyarat dengan gelengan kepala. Yudha berharap kesalahpahaman ini dapat berakhir dan dia dapat melihat Ara kembali seperti dulu, tertawa, tertawa dan tertawa. Dan demi mewujudkan semua itu, Yudha perlu bantuan Bisma untuk mengembangkan tawa di wajah Ara.

Yudha dan Dikdik meninggalkan Bisma yang mematung, membiarkan Bisma sendiri untuk memikirkan semuanya. Mereka pun memasuki mobil dan menghilang dari depan rumah Bisma.

.^_^. .^_^.

Sepotong Hati PrincessWhere stories live. Discover now