7. Sorot Mata

199 3 0
                                    

Ara dan Bisma duduk berhadapan, terpisah sekitar dua meter. Dikdik berjalan mondar-mandir, membuat kesal Ara dan Bisma karena dia berjalan diantara kedua orang itu.

"Duduk napa Dik!," ujar Ara sedikit memerintah.

"Gimana gue bisa duduk!! Skarang tuh sidang Ara," balas Dikdik tak kalah ngototnya.

"Loe tenang aja, paling juga kita ditanya seputar skripsi kita. Loe kan udah baca semua isi skripsi loe dan loe juga kan yang ngerjain sendiri skripsi loe, jadi ga usah tegang gitu lah, nyantai Dik," Ara coba melemaskan otot-otot tegang Dikdik dengan kata-kata positif yang diilhami dari buku-buku positif thinking yang dia baca.

"Santai sob," Bisma ikut berusaha menenangkan Dikdik.

"Akh loe sih tenang udah disidangnya"

"Disidang? Emang gue maling," sedikit candaan Bisma dapat membuat bibir Dikdik sedikit tersenyum walau memang senyumnya itu terlihat dipaksakan.

Dikdik terlihat sedikit lebih tenang tapi dia masih mondar-mandir karena sebentar lagi gilirannya akan datang. Dia sudah membayangkan, tiga dosen memandanginya ganas, bertanya banyak hal, ngalor-ngidul ngetan-ngulon. Keringat dingin bertandang di jiwa dan raganya, ketakutan menghantuinya. Bayangkan, perjuangan yang harus dilaluinya sebagai seorang mahasiswa selama empat tahun enam bulan ini akan ditentukan nasibnya hanya dalam beberapa menit yang menegangkan. Perjuangan kepanasan, kehujanan, belajar sampai larut malam bahkan sampai harus begadang, ga makan sampai-sampai penyakit maag kambuh, pengajuan judul skripsi yang ditolak lima kali sehingga dia harus terus-terusan mengajukan proposal untuk judul skripsinya dan ketika judul disetujui, giliran harus banting tulang melakukan penelitian yang menguras tenaga dan materi selama berbulan-bulan. Penelitian selesai, pelaporan menanti dan saat bimbingan, dosen seenaknya mencoret-coret kertas yang dianggapnya kurang tepat, batin tersiksa. Dan semua perjuangannya selama bertahun-tahun ini pun akan ditentukan ending-nya sekarang, hanya beberapa menit.

"Ayo doa bareng," Bisma menggandeng tangan Dikdik yang terasa dingin. Bisma mengulurkan tangannya pada Ara, Ara ragu membalas uluran tangan itu tapi Dikdik ikut mengulurkan tangannya pada Ara. Ara pun membalas uluran kedua tangan sobatnya itu.

"Semoga kemudahan dan kelancaran selalu bersama kita. Berdoa dimulai," Bisma memimpin doa. Ketiganya menutup mata dan menundukkan kepala. "Selesai."

"Dikdik Praditya." Nama Dikdik dipanggil, dia pun menjauh dari Ara dan Bisma, berjalan pelan memasuki ruangan sidang, wajahnya masih menyimpan segurat ketegangan. Ara memberi senyum pada Dikdik.

"Semangat sob," Bisma kembali menyemangati sohib setianya itu. Tak lama situasi kembali darurat ketika dia menyadari Ara yang berdiri sangat dekat di sampingnya. Dia menoleh pada Ara. Ara seperti sedang memperhatikan sesuatu, Bisma pun mengarahkan matanya pada apa yang sedang dilihat Ara. Ara memandangi tangan Bisma yang masih menggenggam tangannya kuat... dan hangat.

"Maaf," Bisma melepaskan genggamannya dari tangan Ara. Perlahan keduanya mundur, menjauh, dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Keduanya terdiam, tanpa kata, seperti tak ada obrolan yang patut diperbincangkan.

Perasaan hangat menyelimuti Ara ketika Bisma menggenggam tangannya kuat namun lembut. Hatinya yang pernah hancur seakan telah kembali utuh seperti dulu. Hati yang pernah pecah berkeping-keping seakan menyatu kembali tanpa celah dan goresan luka. Hatinya yang tercuri seakan datang kembali memenuhi ruang kosong yang sempat hilang. Hatinya seakan menemukan obat pencair untuk hatinya yang membeku. Tapi ternyata Ara salah, ketika genggaman tangan yang kuat dan hangat itu mulai melepaskan jari-jarinya, perlahan, tapi pedih dan justru menambahkan goresan luka yang lebih dalam. Hatinya ternyata masih hancur, masih berkeping-keping, menyisakan celah kosong yang lebar dan goresan luka itu pun masih meneteskan darah di hatinya. Hatinya masih tercuri, ruang kosong itu belum ditempati dan hatinya pun masih ditemboki dinding-dinding es yang entah kapan akan mencair.

Sepotong Hati PrincessOnde histórias criam vida. Descubra agora