23. Menunggu Kelahiran

15.4K 466 10
                                    


Aku masih menatap Sany, bukan dengan tatapan sinis atau semacamnya aku menatap dengan serius meminta kepastian apa kata maaf itu tulus. Sany juga sama menatapku tapi tidak dengan tatapan biasanya yang selalu sinis melihatku.

"Aku meminta maaf karena telah hadir di dalam rumah tangga kalian," Aku mulai tertarik dengan perkataanya, aku masih menatap Sany menunggu perkataan selanjutnya.

"Seharusnya aku tidak seperti ini, aku baru sadar kalau aku ini adalah wanita yang jahat," Raut wajahnya terlihat serius di mataku. Rupanya sadar juga dia bahwa dia adalah orang jahat, kemana saja selama ini.

"Kira jika kamu bersedia tolong maafkan aku, aku tidak tau harus apa lagi, aku merasa benar-benar bersalah pada kalian."

"Apa yang kamu katakan itu benar-benar serius?"

"Apa wajahku terlihat bohong?"

Memang tidak terlihat kebohongan di matanya, tapi aku merasa jika Sany sedang membodohiku.

"Besok aku akan pergi ke luar Negri, mungkin ini terakhir kita bertemu."

Mau ke luar negri mau ke neraka siapa yang peduli, kenapa Sany so akrab begini.
Memangnya dia ini siapa? Teman bukan tapi musuh iya.

"Aku mendo'akan rumah tangga kalian bahagia, jangan khawatir aku tidak akan menggangu lagi." Aku melihat Sany tersenyum ke arahku, aku masih belum percaya dengan ini, dari senyumnya memang terlihat tulus tapi aku merasa tidak percaya padanya.

"Tunggu Sany." Ujarku saat melihatnya sudah berlalu.

"Ada apa?" Sany berbalik padaku.

"Terimakasih sudah melepas Arsen dan mengijinkanya bersamaku."

"Iya Kira aku turut bahagia, kamu tidak usah khawatir aku akan segera menyusul dan aku yakin kau tidak akan merasa terganggu lagi karenaku." Benar-benar tidak bisa di percaya Sany benar-benar berubah.

***

Seharian ini pikiranku terus tertuju kepada semua perkataan yang di lontarkan oleh Sany,
Aku memang sedikit percaya tapi rasanya aku masih meragukanya, Sany aku tau dia, aku tau jika dia begitu mencintai Arsen bukankah ini tidak meyakinkan jika Sany bisa merelakan Arsen begitu saja, aku memang percaya semua orang bisa berubah tapi dengan Sany aku kurang yakin, aku mengingat betul saat keinginanya kepada Arsen, aku tidak tau apa aku percaya atau tidak yang jelas pertemuan terakhirku dengan Sany tidak dengan keributan.

Beberapa jam berlalu.

Ku simpan ponsel kembali dengan kesal, aku telah menghubungi Arsen tapi dia malah buru-buru mematikanya karena katanya dia sedang sibuk, membuatku malah kesal.

Hari mulai petang tapi Arsen belum juga pulang membuatku benar-benar kesal tingkat dewa, bagaimanapun tadi pagi dia sudah berjanji akan pulang sebelum petang tapi sekarang apa coba? Arsen malah tak kunjung datang.

"Aku pulang." Aku melihat suamiku yang kini tengah berjalan ke arahku, segera aku terbangun dari duduk ku, langsung saja aku berlalu ke arahnya.

"Kenapa lama sekali?"

"Maaf Kira di jalan itu macet tau sendiri kan gimana Jakarta."

"Iya sih, ya sudah mana pesananku." Ucapku tersenyum begitu manisnya.

"Pesanan apa?"

Seketika aku menarik senyumku, ku tatap Arsen dengan seksama aku yakin dia itu belum terlalu tua kenapa malah pikun.

"Kamu lupa ya, aku pesen sate Arsen." Ucapku greget.

"Astaga, maaf aku benar-benar lupa, kamu si telvonya pas aku lagi sibuk."

Marriage With Mr.Arsenio (Completed)Where stories live. Discover now