▶️Berkabung

387 44 5
                                    

Sehari setelah UN SMP 2015

Jisung menatap dua anaknya yang enggan bangkit dari tempat itu. Keduanya tengah mencurahkan rasa sedih yang teramat dalam. Ia dapat mendengar isakan tangis putra dan putrinya. Sedangkan dirinya hanya diam, air matanya telah terkuras habis saat mengetahui salah satu orang tersayangnya telah pergi.

Anak keduanya, Sanha, masih bersimpuh di samping makam itu. Air mata menetes, menghujani tanah yang ia pijak. Tidak henti-hentinya ia menyalahkan keadaan. Menyalahkan mengapa hal ini harus menimpa orang yang ia sayang. Menyalahkan pelaku yang masih tidak diketahui siapa meskipun ia tahu itu tidak akan mengubah keadaan.

Anak terakhirnya, Lucy, tidak jauh berbeda dengan sang kakak. Berkali-kali gadis itu menyeka air matanya. Berkali-kali ia bertanya kepada diri sendiri, apa dosa yang telah ia perbuat sehingga semua ini menimpanya. Di sisipkannya sebuah harapan agar si pelaku dihukum seberat-beratnya meskipun ia tahu bahwa sulit merealisasikannya.

Bumi pun turut menangisi kepergian salah satu penghuninya. Payung hitam dibuka oleh istri dari Jisung, pertanda bahwa sudah waktunya untuk kembali. Jisung mengangguk, mengiyakan ajakan istrinya untuk pulang.

"Sanha, Lucy, ayo pulang." Keduanya bangkit, mengikuti orang tua mereka yang lebih dulu meninggalkan makam. Si Sulung membuka payung yang ada di tangannya, berteduh dengan adiknya di bawah sana.

"Kalian banyak-banyak berdoa," ujar sang mama ketika mereka sudah masuk mobil. Dua remaja yang tengah berkabung itu hanya mengangguk.

Tahu bahwa anaknya tengah bersedih, Jisung menyemangati buah hatinya yang masih ada.

"Kalian boleh sedih, tapi jangan terlalu larut. Kehidupan kalian masih panjang, masih banyak hal yang harus kalian lewati. Kalau kalian begini terus, kalian enggak bakal tahu apa arti hidup yang sebenarnya,"

momenWhere stories live. Discover now