▶️Tawuran : Bagian Dua

1.1K 181 19
                                    

Oktober 2012.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bapak Jaehwan, dapat disimpulkan bahwa peserta tawuran tahun ini menurun.

Menurun bukan berarti tidak ada. Masih ada penyerangan dari sekolah lain, berarti masih ada tawuran. Tak hanya itu, senjata yang dibawa semakin menyeramkan. Bapak Jaehwan dapat mendeteksi adanya benda tajam seperti pisau, parang, gergaji, bahkan jangka dan pensil 2B di tempat kejadian perkara. Beliau juga melihat berbagai jenis batu yang dilempar ke sana-sini.

Menyadari bagaimana kejamnya tawuran pada saat itu, Bapak Jaehwan sudah mempersiapkan ceramah jauh-jauh hari. Beliau akan menceramahi semua muridnya yang ikut tawuran, termasuk center-nya.

Memperkenalkan center dari segala center, Kang Daniel.

Daniel, murid kelas sebelas yang selalu hadir di tiap tawuran. Baru-baru ini ia menjadi orang barisan depan di sana. Berpakaian seperti murid nakal pada umumnya—seragam yang dikeluarkan dan celana pensil. Gemar menambah catatan dosa di buku keramat milik Bapak Jaehwan. Tentu saja, ia buronan nomor satu Bapak Jaehwan, tidak peduli bahwa peringkatnya di kelas cukup tinggi.

Sore kemarin, Daniel dan kawanannya sukses melindungi sekolah dari para penyerang. Mereka berjuang hingga matahari tenggelam dengan senjata seadanya. Banyak dari mereka yang mengalami cedera, entah karena kurang hati-hati atau terlalu banyak dosa. Termasuk Daniel yang hari ini memilih untuk duduk ganteng di tongkrongan belakang sekolah. Ia terlalu malas di rumah, jadi ia pergi ke tempat itu.

Hanbin is calling....

Daniel merogoh saku celananya, mengambil ponsel yang sedari tadi bergetar. Ia menjawab telepon dari Hanbin, teman seperjuangannya dalam hal tidak berfaedah. Belum saja ia mengeluarkan kalimat, Hanbin menghujaninya dengan pertanyaan.

"Niel, lo di mana? Bolos ya, lo? Apa lo lagi di tongkrongan?"

"Sakit gue," Daniel mengeluarkan sebungkus rokok dari jok motor, kemudian memainkannya. "Di sekolah ada apaan?"

"Lo dicariin sama Bapake, katanya dia mau ngasih lo kultum."

"Sok-sokan ngasih kultum dia," Laki-laki itu terkekeh pelan. "Bilangin, kalau mau ngasih gue kultum tahun depan aja, mumpung masih ada kesempatan tawuran sekali lagi."

Telepon diakhiri secara sepihak oleh Daniel. Ia berniat mengeluarkan sebatang rokok, tetapi batal. Bukan, bukan karena ada kenalannya yang melihat.

Ia baru ingat kalau tangan kanannya tidak mau bekerja dengannya. Puja kerang ajaib, ia ingin sekali menyumpahi orang yang berani melukai tangan kanannya dengan pisau besar kemarin sore.

Kemudian Daniel menyeringai sambil mengabsen satu demi satu kata dalam kamus bahasa kasar.

((berkata kasar))

Tawuran bagian dua, selesai.

momenWhere stories live. Discover now