▶️Seragam

426 57 7
                                    

Januari 2018

Siapa bilang jadi ketua angkatan itu mudah?

PJ Buktah—buku tahunan—baru saja memberitahunya bahwa pemotretan untuk orang-orang yang mendapat award di buku tahunan akan diadakan besok. Semua yang menang diharuskan membawa seragam batik. Sanha sebagai salah satu pemenang langsung menyiapkan seragamnya. Setelah itu ia dapat bersantai, menunggu esok hari.

Hingga telepon dari Haechan—PJ Buktah—mengganggunya.

"Ngapa lagi lo?" jawab Sanha yang masih setengah mengantuk. Ya, bagaimana tidak mengantuk, Haechan meneleponnya saat jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sebelas.

"Coba, dah, lo hubungin yang namanya Sei, dari tadi gue telepon kaga bisa,"

"Iya, iya, entar gue coba Line." Kemudian Sanha mengakhiri percakapannya dengan Haechan. Dengan keadaan sadar tidak sadar, ia mencari akun Line atas nama Sei.

besok bawa baju batik yaa
buat foto buktah

⏸️

Pemotretan untuk para pemenang diadakan setelah istirahat kedua. Sanha yang dispen—lebih tepatnya cabut—pada saat pelajaran Fisika itu menghampiri Haechan, bertanya apakah ia langsung ke ruang multimedia atau bagaimana. Bukan Haechan namanya kalau tidak merepotkan orang, jadi ia tidak dapat langsung menuju ruang ber-AC itu.

"Panggilin Sei dulu, dong," pinta Haechan. "Tadi gue mau manggil dia, cuma ada Pak Suga. Males gue kalo udah urusan sama dia,"

Karena Sanha tahu betul bahwa temannya itu gemar mengutang tugas, ia menuruti permintaan Haechan. Dengan seragam batik di tangan kanannya, ia melangkah ke kelas yang terpisah dari kelas lainnya. Ia mengetuk pintu, dengan sopan meminta izin untuk memanggil salah seorang murid di kelas tersebut. Untung saja Pak Suga baik terhadapnya, jadi ia dapat dengan mudah menemui Sei.

"Lo bawa baju batik, kan?" tanya Sanha to the point.

"Emangnya disuruh, ya?" Sei mengernyitkan dahi. Sementara itu, terlihat rasa heran dari ekspresi yang ditunjukkan Sanha. Gadis itu dengan cepat membaca masalah yang terjadi, kemudian bertanya, "Lo dapet Line gue dari grup angkatan, ya?"

Sanha mengangguk.

"Astaga, itu Line yang lama. Yang baru belum dimasukin ke sana,"

"Terus gimana?" tanya Sanha. Gadis di hadapannya mengangkat bahu, acuh tak acuh dengan pemotretan yang melibatkan dirinya. Kalau begini, mau tak mau Sanha yang mencari solusinya.

"Ya udah, lo pake seragam punya gue aja," ujarnya. "Kegedean apa enggaknya belakangan. Yang penting lo foto. Kapan lagi emangnya lo masuk buktah jadi orang ter—"

"Iya, iya," Sei mengiyakan tawaran Sanha. Sebenarnya ia ogah mendengar nominasi yang ia menangkan. Biasa, gengsi.

⏸️

momenWhere stories live. Discover now