Merah Diatas Putih

Mulai dari awal
                                    

"wah," desis lelaki berarmor itu. menatap pemuda yang diangkatnya dengan sangat muda. Pemuda itu menggeliat mencoba melepaskan diri dari cekikan si kesatria hitam. "kau dengar, nak? Ini sungguh menggelikan? Apakah kau akan tetap percaya dengan orang yang kau sebut teman ini?"

"kau—" Egi berputar, mata merahnya membesar. "Zaki—"

Pemuda dalam genggaman ksatria hitam itu, Zaki, meringis dengan wajah kesakitan. Berupaya menatap Egi yang ada di balik punggung si kesatria hitam, mata hitam pemuda berambut coklat itu memancarkan banyak emosi.

Egi menggigit bibirnya, perasaan gundah menyerangnya. "hei—"

"nah, Egi, kau ketahuan." Potong ksatria hitam itu. "kau harus menyembunyikan identitas mu, kau tahu itu? jika kau ketahuan, kau harus segera menutup mulutnya. Kau tahu bagaimana caranya?"

"tunggu!" seru Egi, wajahnya panik. "lepaskan dia!"

"kenapa harus?" si kesatria memiringkan kepalanya. "jika ku lepaskan, anak ini akan memberitahu teman-temanmu yang lain siapa dirimu sebenarnya. Mengapa kalian terus di serang dalam perjalanan. Mengapa satu persatu teman mu meninggal. Bagaimana respon teman-teman mu yang lain? bagaimana jika gadismu mengetahuinya? Kau tidak akan dipercaya selamanya."

Perkataan itu seperti menampar Egi dan membuatnya terdiam begitu lama. Mata merahnya terus menatap wajah Zaki yang kesakitan, Zaki berupaya menggunakan kekuatannya untuk melepaskan diri. Namun kekuatannya seolah di tekan hingga dia tidak bisa merasakannya, seolah dia memang tidak memiliki kekuatan itu.

"E—Egi," panggil Zaki terbata. Cengkraman kesatria itu di lehernya terus menguat, menyendar udara masuk ke paru-parunya. "ke—napa?"

Tubuh Egi tersentak, tangannya jatuh ke samping tubuh. Mata merahnya membesar. "apa yang harus ku lakukan?" gumam pemuda itu, pikirannya terus berkecamuk, hingga dia mengingat sosok gadis muda dengan mata biru yang selalu menatapnya tajam dan ketika gadis itu menggenggam tangannya dengan penuh keyakinan. Dia tahu, apa yang sudah dibuat oleh pikirannya sangatlah salah, dia tahu dia akan egois dan pilihan itu tidak akan pernah termaafkan.

"hei," gumam Egi, merundukkan kepalanya. Dia mengayunkan tangannya, api biru menyala dengan kobaran yang kuat. Dia kembali mendongak, mata merahnya menyala. "lepaskan teman ku."

Lelaki berarmor itu menyeringai. "apa yang kau katakan?"

Egi menghentakkan kakinya, rumput di bawahnya terbakar cepat. Sekelilingnya menjadi panas. Mata merahnya terbuka lebar. "lepaskan teman ku!"

"kau yakin?" goda si kesatria, mengangkat semakin tinggi Zaki ke udara.

"urusan ku mengamankan posisi ku." Egi mengernyit tajam. "jadi lepaskan dia."

Kesatria itu menyeringai, dia mengayunkan tubuh Zaki dan melemparkannya ke samping Zaki. Egi segera berdiri di depan Zaki, mengayunkan tangannya yang berselimut api ke arah si kesatria hitam. "ini terakhir kalinya aku memperingatkanmu, berhenti menyentuh teman-teman ku!"

Kesatria itu masih menyeringai tenang, mengangkat pundaknya tak peduli dan berbalik. Dalam sekejap menghilang dalam bayangan. Egi menghilangkan apinya, lalu berbalik, menatap Zaki yang memegangi lehernya, mencoba mengembalikan nafasnya.

"kau tidak apa?" tanya Egi datar.

Zaki menatapnya tajam, masih berusaha bernafas. "kau bisa saja membiarkan ku terbunuh," Zaki menarik nafas lagi. "sejak awal kau hanya peduli dengan dirimu sendiri."

Egi memutar matanya, hendak menarik tangan Zaki untuk berdiri, namun Zaki menyentakkan tangannya dan berdiri sendiri. Egi mengaidikkan pundaknya dan melangkah memasuki pepohonan.

WIZARD (Broken Butterfly) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang