Tiramisu Truffles

Start from the beginning
                                    

"Lepaskan kemarahanmu, Angel!"

Suara Elliot seolah bergema di dalam kepalanya, Angel menarik napas pelan. Dia memang harus melepaskan kemarahan itu cepat atau lambat. Di satu sisi dia hanya bisa mengeluh bahwa hidup ini tidaklah adil. Tetapi, mungkin dari sisi orang lain dia hanya tampak sebagai orang yang selalu menyalahkan orang lain. Menyalahkan keadaan. Menyalahkan takdir. Menyalahkan semuanya dan siapa saja.

Angel menunduk dan jemarinya mengusap perutnya dengan lembut. "Jangan hidup seperti Ibu, Nak."

Ibu. Ya, beberapa bulan lagi dia akan menyandang status baru. Menjadi seorang ibu yang lebih dari Sophie. Ibu yang ingin menghujani anak ini dengan cinta dan kasih sayang hingga anak ini akan muak. Mungkin anak ini akan semakin marah karena ibunya ingin mencium pipinya setiap waktu, menggandeng tangannya ke mana pun mereka pergi. Dia bisa jadi terlalu over-protective hanya untuk selalu menjaga anak kesayangannya.

Senyuman tipis mengembang di bibirnya. Sebulan lalu dia tidak seperti ini. Perubahan mulai terjadi sejak kedatangan pria itu. Hatinya yang selama ini tertutup es sekarang mulai menghangat. Dia yang awalnya membenci anak ini mulai bisa menerima hingga Elliot mencintainya. Menyayangi bayi ini seakan miliknya. Jika seseorang menyukai bayi yang bahkan masih tumbuh di perutnya maka bukankah aneh kalau dia masih membencinya?

Matanya menoleh sejenak ke kamar Sophie yang masih tertutup rapat. Angel mendesah pelan dan menarik satu kotak kue mungil yang dikirimkan Elliot tadi pagi. Empat buah tiramisu truffle bertengger di dalam kotak itu. Pria itu memang menghilang tapi kiriman kue dan cokelat datang tadi pagi ke flat-nya. Mungkin dia ingin mengukuhkan doktrin agar calon istrinya menyukai cokelat. Memang, berkat Elliot Angel mulai membuka hatinya untuk menyukai makanan manis ini lagi.

Jemarinya meraih satu kue berwarna cokelat berbentuk bulat. Rasa manis cokelat dan gurih keju pecah di mulut. Mulutnya mengunyah, tetapi bibirnya tidak bisa berhenti tersenyum. Apalagi ketika mengingat pesan yang diselipkan di atas kotak. Pria itu terlalu gombal, tapi entah mengapa dia kecanduan gombalan murahan itu. Dia merindukan pria itu, tentu saja.

"Aku tidak pernah merindukanmu karena kau ada di hatiku, Angel. Empat untuk simbol daun semanggi berdaun empat yang dipercaya sebagai pembawa keberuntungan di negara Asia Timur. Semoga harimu selalu beruntung hari ini, Malaikatku. Ini hanya seuntai kata dari seorang pria yang selalu memeluk kerinduan lebih dekat di hatinya sejak kehadiranmu.

"Aku berbeda denganmu, El. Sepotong tiramisu truffle tidak bisa menampung kerinduanku padamu," gumamnya sambil terus mengunyah. Angel tersenyum sendiri. "Ya, Tuhan, sekarang aku bahkan lebih gombal."

Angel terkesiap ketika suara ketukan dari pintu terdengar keras. Dia beranjak berdiri lalu bergerak dengan malas. Seorang pria berpakaian necis berdiri di depan. Matanya menyelidik.

"Miss Angel?"

"Iya, saya sendiri." Keningnya berkerut bingung.

"Mister Elliot meminta saya untuk menjemput Anda."

"Elliot?"

Pria itu mengangguk mengiyakan. "Dia sedang menunggu Anda sekarang."

Angel mengangguk. "Baiklah. Tunggu sebentar!"

Angel berbalik dan masuk kembali ke dalam rumah. Dia buru-buru mengambil tas dan dompet. Saat itu sebuah benda berkerincing nyaring, terjatuh dari meja. Benda itu terdorong saat dia mengambil dompet. Angel menghela napas pelan. Kalung itu milik Si Pria tidak bermoral malam itu. Dia menarik benda itu, menatapnya sekilas. Ada gliter timbul di permukaan dalamnya berbentuk sepasang sayap. Manis, sayang sekali pemiliknya penjahat. Dia lalu melemparkan benda itu ke pojok meja.

Better Than Almost AnythingWhere stories live. Discover now