Rainbow Cake (2)

122 31 0
                                    


"Apa kau akan terus mengejarku, meskipun aku mengatakan tidak?" sahut Angel akhirnya. Mencoba meraba perasaan pria itu. Dia ingin bersama Elliot, tetapi dia sendiri tidak yakin bahwa menerima pinangan pria itu adalah keputusan yang tepat untuk saat ini. Dia punya noda. Noda besar yang mungkin akan menghancurkan impiannya dalam sekejap.

"Jika kamu punya alasan yang kuat untuk menolakku, aku akan mundur," ucap Elliot tanpa keraguan.

"Sejujurnya, aku benar-benar senang saat mengatakan semua ini. Menikah dan semuanya. Tapi, aku tidak tahu harus berkata apa," sahut Angel dengan suara tertahan.

Dia harus jujur sekarang. Mungkin benar kata Sophie semua yang terjadi padanya itu bukan noda. Sudah banyak yang melakukannya hingga menganggapnya jadi hal yang biasa saja. Apalagi kejadian malam itu juga bukan kemauannya sungguh. Malam itu, dia hanya diperawani dan seua terjadi di luar kehendaknya.

Pria itu beringsut, mendekat ke arah Angel. "Maksudmu?"

"Aku tidak semanis kue seperti yang kamu kira, aku juga tidak seajaib pelangi seperti yang kamu pikirkan, aku bahkan tidak seharum bunga yang menurutmu cepat layu." Angel menelan ludah. Berusaha menahan air mata yang mulai menusuk kelopak matanya.

"Kamu bisa menjadi Rainbow cake, Angel. Rainbow cake tidak seajaib pelangi. Tapi, menjelaskan arti kebahagiaan polos layaknya anak kecil saat melihat pelangi di langit melalui sepotong kue." Elliot meremas jemari Angel. "Seperti Hose dan anak-anak panti yang bahagia dengan sebuah pelukan singkat."

"Aku kotor."

"Aku juga."

"Aku kotor dan menjijikkan. Apa kamu tidak bisa mengerti?" Angel nyaris menjerit.

"Kamu hanya mengatakan dirimu kotor. Tetapi, kamu tidak menjelaskan apa yang membuatmu berpikir kalau dirimu kotor." Suara Elliot masih tampak tenang seperti biasanya.

"Kenapa kau selalu ingin tahu?"

"Karena aku peduli, aku menginginkanmu makanya aku ingin mengenalmu. Apa kamu tidak bisa melihat itu?"

"Aku hanya tidak bisa." Suara Angel tercekat.

"Kenapa?"

"Tidak ada alasan."

"Tapi, tolong jawab jujur, Angel. Sekali ini saja. Apa kamu ingin bersamaku?"

Angel menggigit bibir, jemarinya meremas mantelnya erat-erat. Ari matanya mulai menggenang di pelupuk mata. Dia kemudian menggangguk pelan. Dia memang ingin bersama Elliot, hanya saja dia tidak bisa melakukannya.

"Jadi, kamu tetap enggak bisa meski kamu ingin bersamaku." Elliot masih mengejar.

"Ya, meski aku ingin bersamamu.Itu tidak akan adil untukmu, El."

"Tidak adil bagaimana? Jelaskan padaku!"

Angel menarik napas berat lalu memandangi pria itu lekat-lekat. "Apa kamu siap mendengar penjelasan sepahit apa pun itu?"

"Ya."

"Jika aku menjelaskan padamu, apa kau akan menerimaku apa adanya?" Angel kembali ragu.

"Tentu saja. Aku akan menerimamu apa adanya."

Angel memandang Elliot. Menatap manik biru pria yang kini duduk di sampingnya. Mata itu tampak tanpa keraguan. "Kalau itu maumu."

Angel menarik napas lalu mengembuskannya lagi. "Aku hamil."

"Apa?"

"Aku hamil, Elliot."

Angel menutup matanya rapat-rapat. Inilah yang selama ini ditakutkannya. Mual dan muntah yang sering dialaminya beberapa minggu belakangan. Kam perut berkelanjutan yang katanya jadi pertanda kalau rahimnya mulai membesar. Dia positif mengandung beberapa minggu sejak malam naas itu terjadi. Bibit pria jahat itu dengan sukses tumbuh di dalam rahimnya tanpa izin

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang