Tiramisu Truffles

574 80 4
                                    

Angel menelan ludah saat menatap gundukan kardus yang kini menggunung di ruang tamu. Kiriman hadiah yang terus mengalir dari kemarin sore. Semua dari Elliot, demi acara pernikahan mereka katanya. Tetapi, pria itu menghilang entah ke mana. Terakhir kali mereka bertatap muka kemarin pagi di taman dan pria itu berjanji untuk menemaninya periksa ke dokter kandungan akhir minggu ini. Namun, Elliot menghilang setelah itu dan tidak juga menampakkan batang hidungnya hari ini.

Ya, baru kemarin sih, tapi entah kenapa rasanya begitu lama. Angel menghela napas berat. Ke mana pria itu sebenarnya? Bukan berarti mereka harus bertemu setiap dia membuka mata, hanya saja bertemu serasa menjadi sebuah keharusan akhir-akhir ini.

"Kamu benar-benar akan menikah?" Suara sarkastik ibunya mulai terdengar.

"Iya. Mungkin Ibu mau datang." Angel mulai membuka kotak satu persatu.

"Tentu."

Angel menoleh, menyipitkan mata untuk sekedar memberikan tekanan. "Jangan buat keributan!"

"Kamu pikir ibumu ini apa? Bandit?"

Angel tidak menjawab. Dia berbaikan dengan Sophie, begitu saja. Tidak ada kata maaf. Tanpa ucapan penyesalan atau menenangkan. Semuanya kembali seperti sedia kala, seolah tidak ada yang terjadi.

"Sepertinya dia orang kaya."

Angel mendengkus pelan. "Sekadar informasi, dia juga tampan. Mungkin Ibu berniat menggodanya."

"Bisakah kamu berhenti membicarakan ini. Mulai membosankan, Angel!"

"Sebelum Ibu menusukku lagi di belakang."

"Maksudmu?"

Angel menunduk, membuka kardus di pangkuan. "Seperti yang Ibu lakukan pada Ryan. Mungkin Ibu lupa, ada masih kekasihku saat Ibu tidur dengannya saat itu."

Angel sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya saat tamparan keras mendarat di pipi. Dia hanya tersenyum pelan sembari mengusap pipinya yang memerah. Tidak bergerak sedikit pun, toh semua yang dikatakan benar dan itu fakta.

"Bisa enggak kamu berhenti mengungkit hal semacam itu?" Bahu Sophie bergerak naik turun, sementara napasnya tersengal.

"Kalau Ibu marah itu artinya benar, bukan?"

Wanita itu mengepalkan tangan. Tidak lama setelahnya, Sophie memutar badan dan membanting pintu. Angel tersenyum tipis, hubungannya selalu seperti ini. Selalu lebih mirip anjing dan kucing. Kemarahannya memang sudah padam bertahun-tahun silam. Hanya saja, kekesalan itu terus bertahan di dalam hati. Memang keluarganya tidak bahagia, dia tahu itu. Dia hanya tidak bisa terima karena Sophie tidak pernah berubah.

Meski keinginan untuk mengetahui identitas ayah kandungnya telah pupus bertahun-tahun lalu. Tetapi, hal yang dilakukan Sophie pada Ryan sekitar dua tahun lalu masih membekas di dalam ingatan. Kekagetannya ketika dia menemukan Sophie dan Ryan tidur bersama. Di flat ini saat dia tengah keluar untuk membeli tisu toilet. Lebih dari itu, Sophie bahkan tidak malu untuk tetap memaksa tinggal di rumah ini bersamanya setelah merebut kekasihnya.

Meski begitu, semua masalah itu telah berlalu. Seharusnya dia tidak perlu memantik api untuk memulai kebakaran. Seharusnya mereka bisa bahagia. Namun, dia tetap tidak bisa memaafkan semudah cara Sophie mengkhianatinya. Padahal hanya Sophie keluarganya dan katanya cinta pada keluarga itu tanpa batasan dan cinta itu tidak perlu alasan. Akan tetapi, dia tetap marah dan sebal melihat wanita itu.

Meski dia sempat berpikir kalau membagi cinta yang cukup untuk dirinya dan ibunya maka kebahagiaan itu dalam genggaman. Karena satu kata itu tidak memerlukan sesuatu yang besar dan mewah sebagai landasan. Meskipun, standar kebahagiaan setiap orang pasti berbeda-beda. Menurutnya, dia dan Sophie hanya belum menemukan standar yang sama untuk merasakan kebahagiaan.

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang