Black Forest (3)

140 32 0
                                    


Pria itu kini menatapnya dengan mata birunya yang cemerlang. Tanpa keraguan. Meski dia tahu, di dalam mata biru itu tersimpan banyak sekali kabut keraguan dan kebingungan yang selama ini hanya disimpan pria itu sendiri. Air mata kembali meluruh turun. Angel tidak tahu kenapa dirinya secengeng ini.

"Jangan menangis lagi, Angel." Elliot menangkup pipi Angel lalu mengusap bekas air mata di pipi gadis itu. "Matamu indah jika tidak dibingkai dengan air mata."

Elliot bilang kalau matanya cantik. Padahal warna bola matanya adalah salah satu hal yang dibenci Angel dalam dirinya. Warna mata yang diwariskan oleh ayahnya, pria yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya. Pria yang membuatnya membenci lelaki di dunia ini. Namun, ketika Elliot mengatakan hal itu rasanya hatinya menghangat dan air matanya kembali menggenang.

"Terima kasih, El."

"Untuk?"

"Karena kamu suka warna mataku." Angel mengusap hidungnya dengan punggung tangan kirinya yang bebas.

"Kenapa?"

Angel menghela napas berat. "Selama ini aku sungguh tak menyukai warna bola mata ini."

"Warna matamu cantik, Angel. Secantik namamu dan secantik dirimu." Elliot kini mengusap pipi Angel dengan tangannya. Pria itu juga menenun senyuman di bibirnya hingga Angel ikut tersenyum juga.

"Soal tawaranmu—"

"Kamu enggak perlu jawab sekarang, Angel."

"Bagaimana kalau aku mau, El?"

"Kamu serius?" Kelopak mata Elliot lang melebar.

Angel menatap mata biru yang tidak menunjukkan sedikit pun keraguan. Dia lalu menelan ludah, berusaha menahan hatinya yang membuncah. Jemarinya gemetar karena kata-kata Elliot itu terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Sungguh dia tidak ingin tertampar realita jika terlalu cepat mengiyakan. Namun, dia juga ingin percaya kalau tawaran ini memang nyata untuknya.

"Ya." Angel menarik napas pelan.

"Wah, aku tidak berpikir akan diterima. Terima kasih, Angel." Mata biru pria itu berbinar, bibirnya mengulum senyuman yang lebih lebar dari sebelumnya.

"Meski kurasa semua ini tidak adil untukmu, El. Kamu akan menanggung semuanya. Aku tidak cukup baik untukmu, aku ini buruk," katanya mencoba menjelaskan situasi.

"Itu malah bagus."

"Apanya yang bagus?"

"Setidaknya kamu enggak bilang kalau aku terlalu baik untukmu."

"Itu sama saja artinya."

Elliot menggeleng. "Kalau kamu bilang jika aku terlalu baik untukmu, maka normalnya itu hanya kalimat halus untuk melepaskan hubungan. Kata-kata sopan santun yang menenangkan. Karena pada dasarnya jika kita merelakan hubungan itu berakhir itu artinya kita menginginkan yang lebih baik daripada pasangan kita. Benar begitu, kan?"

"Iya sih, tapi kamu memutar kata-kata terus!" sindirnya.

"Kalau begitu aku akan bilang langsung sama kamu." Elliot tersenyum lagi.

Angel menelan ludah. Manik cokelatnya tidak berkedip menatap wajah pria yang kini berjongkok di hadapannya sejak sepuluh menit lalu. Terlalu takut berharap dan menerka hal yang akan diucapkan bibir merah muda itu.

"Will you marry me, Angel?"

"El—"

"Tidak harus sekarang. Kamu bisa memikirkannya selama apa pun yang kamu inginkan."

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang