Iced Chocolate (2)

404 45 2
                                    


Apanya yang tidak buruk?

Angel menggeleng dan berusaha membuang semua gagasan liar yang bermunculan di dalam benaknya. Pikirannya memang selalu riuh dan dia harus membungkam semua gagasan liar itu setiap kali mereka bermunculan.

"Soal saya yang harus menyukai cokelat itu stu juga salah satu alasan di balik servis untuk pelanggan itu? Semacam tujuan yang Anda capai dari misi promosi?"

Mr. Evans menggeleng. "Bukan kok, ini hanya alasan pribadi. Kamu selalu menuntut alasan untuk semua hal jadi aku mencoba mencari cara untuk berkelit."

"Maksud Anda?"

"Itu alasanku untukmu." Senyum kembali terulas di bibir pria itu. "Alasan personal, Angel. Bukan promosi atau apa pun yang kamu pikirkan."

"Oh."

Angel hanya mengedikkan bahu lalu menggeleng. Jemarinya meraih gelas di meja dan mulai menyesap isinya. Iced chocolate, minuman cokelat yang tidak terlalu manis. Ada pahit-pahit di dalamnya. Entah kenapa, tiba-tiba dia menyukai minuman itu. Akhir-akhir ini dia memang jadi menyukai makanan tanpa alasan dan membenci makan yang lain juga padahal biasanya menyukainya. Selain rasa lapar dan mual yang terus-terusan menyerang secara bergantian.

"Kamu suka?"

Mendengar kata-kata Mr. Evans barusan, Angel tersentak. Dia buru-buru melepaskan ujung sedotan dari dua belah bibirnya. "Maaf."

"Bukan masalah, Angel. Enggak perlu minta maaf."

Angel menarik napas berat. "Saya bukan berpura-pura, saya hanya tidak tahu alasan minuman ini mendadak terasa enak, padahal cuaca sudah mulai dingin harusnya saya tidak suka."

Mendengar jawabannya, Mr. Evans tertawa pelan. Rasanya dia ingin menampar bibirnya sendiri karena kelewat jujur. Dia juga bicara cukup panjang untuk mengelak. Sikap seperti ini sama sekali bukan dirinya. Apalagi fakta kalau dia menyedot minuman itu terlalu banyak. Mengingat penolakannya tadi, ini jelas menampar harga dirinya. Dia begitu tidak tahu malu. Mengatakan kalau membenci cokelat, tetapi segelas minuman dingin hampir ditandaskan dalam hitungan menit.

"Aku tahu, kan sudah kubilang aku percaya padamu, Angel."

Angel mengangguk pelan. "Terima kasih."

"Kamu tahu kalau cokelat itu seperti hidup yang kita jalani."

"Apa ini sejenis promosi lagi?"

"Kamu bisa bilang begitu," sahut Mr. Evans sambil terkekeh pelan.

"Apa saya harus menyimak?"

"Kalau kamu mau."

"Kalau saya menolak maka Anda akan bicara sendiri?" tanya Angel lagi.

Pria itu mengerutkan kening sejenak dan terlihat berpikir keras. "Ya, kalau kamu bilang begitu, ya bisa saja begitu."

"Apa Anda tidak keberatan kalau saya enggak mendengarkan?" Kali ini Angel ingin menampar bibirnya yang tidak sopan sekali lagi.

Tawanya pecah, suaranya yang nyaring memenuhi ruangan. Pria itu bahkan sambil memegangi perut karena tertawa terbahak-bahak.

"Kenapa?"

"Karena kamu mirip robot, Angel," katanya di sela tawa.

Robot katanya. Artinya dirinya kaku dan tidak menyenangkan. Apakah semua ini karena pertanyaannya tadi?

Angel mendengkus lalu melipat tangan di depan dada. Dia menatap pria itu lekat-lekat. "Kalau begitu silakan cerita, saya akan dengarkan."

Mr. Evans hanya mengangguk dan melambaikan tangan saja karena tawanya belum mereda. Tawa itu baru berhenti setelah beberapa menit terlewat. Sepertinya benar-benar puas menertawakannnya.

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang