Pumpkin Muffins

1.6K 177 1
                                    


Angel menggeliat saat keringat dingin terus membanjiri wajah. Demamnya tidak juga turun. Hari masih gelap karena sepertinya jarum jam bergerak sangat lambat. Jemarinya memijat pelipis. Selama itu, dia kembali memikirkan banyak hal. Termasuk semua hal telah dilakukannya setelah malam itu. Dia telah meminum apa pun yang bisa mencegah hal buruk ini terjadi. Namun, seperti biasanya, takdir pernah bersimpati padanya.

Dia kemudian bangkit dari ranjang dan meraih obat penurun panas yang kemarin sore dibeli dari toko obat di depan Kiandra. Tercenung sesaat ketika memandangi butiran obat di tangan. Dia menarik napas pelan kemudian menutup mata. Banyak gagasan liar berjejal di dalam kepalanya. Alasan-alasan bodoh soal dirinya yang harus menyiksa dirinya sendiri untuk sesuatu yang tidak penting.

Sesuatu yang menjadi bukti kebrutalan kaum manusia dan makin membuatnya membenci dunia. Ada yang bilang semua itu anugerah. Tapi, Angel yakin kalau orang yang mengatakan itu pasti sudah gila. Senyuman tipis terulas di bibirnya setelah dia memutuskan untuk menelan butiran pahit itu.

Setelahnya dia kembali berbaring di tempat tidur dan mencoba memejamkan mata. Dia hanya perlu tidur secepatnya untuk mengabaikan benaknya yang riuh memikirkan banyak gagasan seperti biasanya. Gagasan-gagasan yang hanya berani dia pikirkan, tanpa pernah mencoba diucapkan. Mungkin ini sebabnya orang-orang sering bilang kalau dirinya terlalu pendiam. Tapi, orang yang pendiam pasti memiliki pikiran yang penuh juga. Hanya saja, orang sepertinya dirinya tidak menemukan seseorang yang bisa diajak bicara. Kadang orang lain malah terlalu banyak menghakimi jadi dia memilih untuk diam. Tetapi, orang yang diam pasti pikirannya juga penuh, hanya saja orang-orang semacam ini tidak terlalu mudah untuk bicara.

Angel membuka mata ketika langit belum sepenuhnya terang. Entah sejak kapan dia tertidur dan berapa lama, dia tidak peduli. Dia memilih menarik selimut yang menutupi tubuh meski tidak nyaman karena badannya basah dan lengket oleh keringat. Dia kembali bergelung di atas ranjang kala nyeri tiba-tiba menyerang kepalanya. Giginya gemeletuk sementara jemarinya meremas selimut. Air mulai menuruni matanya hingga membuatnya memilih untuk memejamkannya saja. Rasanya seperti di atas wahana viking, ranjang ini bergoyang bahkan berputar. Angel kemudian tersedak, cairan putih dan pahit akibat obat semalam meluber membasahi bantal. Namun, dia tidak ingin bangun. Angel hanya mengernyit lalu berbalik ke sisi yang lain.

Dia hanya perlu mengabaikan muntahan dan baunya lalu kembali tidur. Toh, semua itu bisa dibersihkan nanti. Namun, ketukan di pintu depan membuatnya berjingkat. Angel bergerak bangkit dengan lesu. Kakinya berjingkat saat menapaki lantai yang dingin. Dia meraih gagang pintu dan menatap pengetuk kurang ajar yang mengganggu paginya. Seorang wanita tersenyum ramah saat pintu terbuka, Sophie.

"Ngel!"

Angel hanya tersenyum tipis sebelum mundur untuk memberikan ruang agar wanita itu masuk. "Kenapa?"

"Sakit?" Sophie menyentuhkan jemarinya ke pipi Angel tapi dia menepisnya.

"Tidak."

"Wajahmu pucat," gumam wanita lagi.

"Aku enggak apa-apa." Angel berjalan mendekati ranjangnya dan mencoba mengabaikan Sophie. Dia memilih untuk membungkus bantal yang penuh noda muntahan ke dalam selimutnya. Menggulungnya lalu melemparkannya ke dalam keranjang berisi tumpukan pakaian kotor.

"Kamu mau pergi?" Wanita itu merebahkan kepala di punggung sofa sembari menyalakan rokok.

"Aku harus kerja."

"Aku lupa kalau putriku yang suci ini harus bekerja," sindir Sophie sembari menghirup asap rokok dalam-dalam.

Angel hanya mendengkus dan memilih untuk menjawab. Putri kecil apanya saat usianya sudah menginjak awal dua puluhan. Meski begitu, Angel memilih menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak mendebat. Dia kemudian meraih handuk dan berjalan ke arah kamar mandi. Sungguh dia ingin sendiri saja saat ini. Kenapa pula wanita ini selalu muncul di saat yang paling menyebalkan.

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang