Meatloaf Cake

131 32 0
                                    


Angel membuka mata. Pelipisnya berdenyut dan langit-langit terasa berputar. Matanya bengkak setelah semalam dia menangis tanpa henti. Dia tahu itu konyol. Dia hanya menangisi sesuatu yang seharusnya tidak perlu ditangisi. Siapa Elliot? Hanya orang asing. Orang asing yang membuat hidupnya terjungkir balik seperti ini.

Angel bergerak malas, menuruni ranjang. Setelahnya dia bergerak ke dapur untuk mengambil minuman. Saat dia membuka kulkas untuk mengambil minuman dingin, bau gurih bercampur asam langsung menusuk hidungnya. Angel berjongkok dan meraih wadah dari plastik bening yang ada di tatakan. Keningnya berkerut sejenak ketika menemukan potongan meatloaf cake yang dibalut dengan kentang tumbuk. Kentang, ah sial. Makanan ini mengingatkannya pada Elliot.

Sebenarnya dia lumayan lapar, tetapi tidak ada makanan yang ingin dimakannya. Mungkin sepotong kue cukup untuk mengenyangkanya. Angel mencoba mengabaikan balutan kentang di permukaan kue dan mengambil satu potong. Dia baru saja hendak menggigit kue itu, tetapi bau daging yang menyengat mendadak membuat mual. Dia buru-buru memasukkan kembali potongan kue itu ke dalam wadah dan mendorong benda itu masuk ke dalam kulkas tepat ketika mulutnya mulai penuh cairan. Sial, dia benar-benar akan muntah sekarang. Angel membanting pintu kulkas dan menutup mulutnya sembari berlari ke toilet.

Setelah memuntahkan isi perutnya, Angel memilih untuk minum saja. Dia bisa makan nanti kalau perutnya sudah lumayan nyaman. Dia kemudian mengambil baju ganti karena harus bekerja hari ini, betapa pun sungguh dia ingin mengurung diri saja. Matanya terantuk pada bayangan di dalam cermin. Wajahnya tirus, kumal dan menyedihkan. Rambutnya berantakan, bibirnya pucat. Selain mirip zombie, dirinya benar-benar terlihat sangat hancur.

Jemarinya menarik baju kaos yang kebesaran ke atas. Hanya bisa menatap sedih pada gundukan yang yang mengeras di dalam perutnya. Perutnya mulai melengkung ke depan. Membulat di bagian bawah. Punggungnya kini melengkung untuk menopang perut yang mulai membesar itu. Janin itu tetap tumbuh membesar bahkan saat dia tidak memasukkan makanan apa pun ke dalam perut sejak kemarin. Bener-benar ajaib. Angel mendesah pelan. Dia lupa kalau sekarang usia kandungannya sudah bertambah dua minggu dan moning sickness yang dialaminya semakin parah saja.

Usia kandungannya kini masuk ke minggu kesembilan. Memang sudah saatnya perutnya membuncit lalu membesar hingga tidak bisa ditutupi lagi. Angel mengusap perutnya perlahan-lahan, ini bayinya dan Elliot. Angel mengernyit. Elliot, si pemerkosa itu. Pantas saja, dia merasa ingin dekat dengan Elliot. Mungkin benar kata orang, bayi ini ingin dekat dengan ayahnya. Seharusnya dia sadar sejak awal, kenapa ada sesuatu yang menariknya mendekati Elliot.

"Bodohnya aku gak sadar sudah dipermainkan," gumamnya. "Kamu senang sekarang karena dekat dengan ayahmu sementara kamu enak-enakan di dalam perutku."

Angel menunduk untuk menatap perutnya. Saat jemarinya sedang menyentuh permukaan perutnya, dia mendadak tersentak. Janin itu rasanya bergerak di bawah permukaan tangannya.

Ah, tidak, tidak, anak ini tidak boleh bergerak lagi.

Angel berjalan ke dapur, meraih pisau. Jemarinya menggenggam gagang pisau erat-erat. Ujungnya yang runcing langsung mengarah ke permukaan perut. Dia ingin membuangnya sesegera mungkin sebelum janin itu tumbuh semakin besar dan tidak mungkin untuk dikeluarkan. Dia siap untuk semua ini. Hanya akan terasa sedikit sakit lalu semuanya akan selesai dengan mudah dan cepat.

Angel mengangkat tangannya ke atas. Dia menggigit bibir dan bersiap menghujamkan ujung pisau. Namun, tindakanya terhenti saat ketukan terdengar di pintu. Matanya kembali fokus dan dia mengumpulkan niat untuk segera melakukannya. Akan tetapi, ketukan di pintu terdengar semakin keras. Angel mendengkus sebal. Mungkin dia harus menunda. Sedetik kemudian, dia melepaskan pisau di tangannya hingga benda itu jatuh tepat di dekat rak piring.

Angel buru-buru menurunkan kaos sementara kakinya melangkah keluar. Dia akan menyumpahi siapa pun yang berani mengetuk pintu rumahnya. Namun, dia urung melakukannya. Keningnya berkerut menatap wajah asing yang kini berdiri di luar. Seorang pria berdiri sambil membawa sebuah kotak.

"Miss Angel?"

"Iya."

"Ada kiriman untuk Anda."

"Terima kasih." Angel menerima kotak yang disodorkan pria itu dan menandatangi berkas pengiriman. Dia lalu mengangguk dan mengulas sedikit senyuman saat pria pengantar itu berpamitan.

Angel menutup pintu setelah pria itu pergi. Dia menaruh pantatnya di kursi dan membuka kotak. Satu cup cokelat atau kopi, entahlah apa nama kue yang kini bertengger di dalam kotak. Sebuah kue berbentuk permen berwarna ungu dan putih tampak menyembul di kotaknya. Tangannya membuka tutup yang mirip kerang itu. Beberapa bola kue warna-warni tersimpan di dalam.

Angel menghela napas, ini pasti perbuatan Elliot. Jemarinya menarik secarik kertas di sudut kotak.

"Maafkan aku telah membuat hidupmu hancur berkeping. Maukah kamu membereskan lukisan hidup kita yang berantakan itu, bersamaku? Mungkin aku tidak tahu malu. Namun, apa salahnya aku meminta. Karena aku yakin selalu ada mutiara di dalam cangkang kerang. Seperti warna-warna bola ini di dalam hatiku setelah ada dirimu. Aku mohon maafkan aku."

Seorang Pendosa yang selalu mendamba

"Arggghhh!" jeritnya sambil melempar kue itu ke sudut ruangan. "Aku benci kamu, Elliot!"

"Aku sudah bilang benci!"

Jeritan Angel kembali pecah. Air mata mulai menggenang, bersiap untuk turun. Pandangan matanya mulai mengabur sebelum tubuh itu mulai limbung dan terjatuh di permukaan sofa. Dia kembali mengangkat gagang pisau ditangannya. Kali ini benar-benar bersiap untuk menghujamkan benda itu ke langsung ke perutnya. Harus keras agar tusukannya dalam dan mencapai rahim lalu membunuh bayi itu. Dia menarik napas panjang sebelum mengayunkan pisau dapur itu ke permukaan perutnya.

"Apa kamu sudah gila?" Sebuah teriakan bergema di ruangan. Sophie sepertinya berniat merebut pisau dapur itu dari tangan Angel.

Terlambat. Angel sudah menghujamkan pisau itu sekuat tenaganya. Bibirnya mengulum sedikit senyuman ketika dia merasakan perih di bagian perutnya. Angel terkekeh sambil meremas perutnya. Janin di dalam perutnya terasa bergerak pelan. Darah telah merembes keluar dari balik baju terusan panjang yang dikenakannya, mengalir melewati jari-jarinya. Angel kembali tertawa pelan penuh kemenangan membiarkan rasa perih menyiksa. Dia menggertakkan gigi saat dia gelembung cembung di perutnya mulai terasa bergerak. Sungguh kali ini dia merasakan perutnya mulai bergoyang-goyang. Mungkin hanya ilusi alam bawah sadarnya atau mungkin bayi itu memang sekarat tertebas pisau dapur. Bayi iblis milik pemerkosa itu tengah meregang nyawa.

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang