Black Forest (2)

148 34 0
                                    


Menjadi istrinya katanya lalu anak kita. Angel menelan ludah, jantungnya berdebar keras. Jadi, Elliot tetap mengajaknya menikah meski pria itu tahu kalau dirinya tengah mengandung sekarang. Ajakan ini terlalu mengagetkan dan ada di luar dugaan.

"Tapi, El. Dia bukan darah dagingmu."

"Dan kamu pun merasa bukan ibu anak ini, kan?"

"Iya sih."

"Jadi, bukan masalah kalau aku jadi ayahnya, kan?" kata Elliot dengan suara pelan.

"Kenapa?"

"Karena aku ingin jadi ayah, Angel. Lagi pula, dia seorang malaikat karena lahir dari seorang malaikat sepertimu. Jadi, bagaimana menurutmu?" tanya Elliot sambil menyentuh tangan Angel.

Angel menepis tangan Elliot yang masih mengusap pipinya. "Aku hanya tidak bisa."

"Tidak bisa dan tidak ingin itu mirip, tapi beda arti." Suara Elliot mengeras.

"Aku hanya tidak ingin. Aku benci dia, benci anak ini. Mengandungnya selama sembilan bulan di dalam rahimku, aku tidak bisa membayangkannya."

"Jadi mimpi-mimpi itu hanya kamuflase untuk membenarkan tindakanmu? Untuk mengurangi rasa bersalahmu?" tuding Elliot tajam.

"Bukan. Aku hanya tidak ingin memiliki janin ini," ucap Angel jujur.

"Janin itu tetaplah seorang anak. Anak yang tak berdosa, Angel."

"Tapi, dia bukti aku kotor, El. Bukti yang ditinggalkan pria itu. Kalau kau jadi aku, apa kamu mau bersusah payah mengandung anak penjahat itu. Melahirkannya ke dunia dengan taruhan nyawa dan menjaganya? Jawab aku!" tukas Angel cepat. "Oke, kamu bisa mengatakan mimpiku hanya sebuah kamuflase, tapi apa kamu sudah membawa janin, membiarkan dia tumbuh di perutmu saat kamu tahu dia bukan sepenuhnya dirimu, ada separuh bagian dari yang kamu benci!"

"Lalu kenapa kamu menunggu selama ini? Sudah lewat beberapa minggu dan akan masuk minggu-minggu ketika kamu tidak akan punya pilihan selain melahirkan." Elliot mencecar.

"Kamu benar, aku mungkin tidak punya pilihan selain melahirkan meski aku tidak ingin," katanya sembari meremas perutnya.

"Makanya kubilang kamu cuma cari alasan. Kebencianmu tidak relevan lagi, Angel!"

"A—aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu." Angel tergagap sementara bibirnya gemetar. Titik-titik air mata mulai turun.

"Maafkan aku, maaf." Suara Elliot kental dengan rasa bersalah.

Elliot buru-buru bergerak berdiri. Menarik kepala Angel dalam pelukan. Merengkuh kepala gadis itu dengan jemarinya. Isak tangis terdengar tenggelam dalam mantel gelap yang membalut tubuh pria itu.

"Mimpiku ini pasti kecil bagimu, tapi ini hal besar untukku," gumamnya di sela tangis.

"Aku tidak mengerti, maafkan aku."

Angel menggeleng pelan. Melepaskan diri dari pelukan Elliot. Pria itu menangkup wajahnya, mengusap air mata yang masih membekas di pipi.

"Bukan salahmu, El."

"Mimpi itu tetap hal yang besar, meskipun tampak sepele bagi orang lain." Elliot tampak mencoba menghibur. "Aku hanya tidak ingin kamu bersikap egois dengan hanya memikirkan mimpimu sendiri lalu mengabaikan mimpi orang lain."

"Maksudmu?"

"Aku pernah mengabaikan mimpi orang lain, Angel. Demi mimpiku sendiri. Saat aku menyadarinya semuanya telah terlambat, orang itu telah pergi."

"Pemilik penginapan dan Charles?" tebaknya.

Elliot tidak tampak kaget, pria itu hanya mengangguk. "Akulah pemilik penginapan itu, Angel. Akulah yang egois waktu itu. Aku berakhir membunuh pria yang dengan bangga mengaku sebagai sahabatku."

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang