62 ■ soixante-deux.

6.1K 663 20
                                    

Joanne bertemu Ezra di dapur saat ia hendak mengambil sesuatu di sana. Ezra tampak tengah membuat kopi di dapur sedangkan Joanne baru datang dan langkahnya terhenti di ambang pintu.

Ezra memperhatikan Joanne yang tampak enggan untuk menoleh kepadanya. Sikap Joanne yang seperti itu sudah terjadi sejak tadi pagi.

Joanne mengarah ke arah kulkas dan Ezra juga mengarah ke tempat yang sama. Joanne berdiri di bagian depan yang berjarak setengah meter. Seakan tahu bahwa Ezra ada di belakangnya, Joanne tampak bergerak pelan.

Ezra sedikit menaikan sebelah alisnya saat Joanne sedikit menyingkir dari depannya.

Joanne memundurkan langkah, ia membiarkan Ezra membuka kulkas dan mencari sesuatu di dalam sana tanpa berbicara apa pun. Setelah menemukan apa yang ia inginkan, sebuah apel segar dari dalam kulkas. Ezra menutup kembali kulkasnya.

Saat Ezra menyingkir baru Joanne melangkah maju kembali dan membuka kulkas untuk mencari sesuatu yang ia inginkan sebelumnya.

"Kamu jadi semakin jelek akhir-akhir ini."

Kata-kata itu membuat Joanne menghentikan gerakannya, perempuan itu menoleh kepada Ezra yang tampak bersandar pada dinding di belakangnya sambil mengigit buah apel yang tadi diambilnya dari dalam kulkas. Joanne menyipitkan mata kepada kakak laki-lakinya itu.

"Maaf saja karena aku, kamu jadi mempunyai seorang adik yang jelek," balas Joanne dengan nada yang tidak kalah menyebalkan dari apa yang dilakukan oleh Ezra kepadanya.

Balasan dari Joanne membuat Ezra sedikit melengkungkan bibirnya ke atas membentuk sebuah senyum. Sebuah senyuman yang menyebalkan dari orang yang tidak kalah menyebalkan.

"Bengkak di bawah matamu itu benar-benar menganggu aku, Joanne," kata Ezra dengan ekspresi polosnya yang menyebalkan.

"Menganggumu ya?"

Joanne tersenyum sinis lalu kembali berkata kepada Ezra dengan nada tajam.

"Jika itu memang menganggumu maka seharusnya kamu tidak perlu menatap aku sampai seperti itu, seakan-akan aku adalah mayat hidup yang berjalan. Abaikan saja, anggap aku tidak ada dan pergi dari sini."

Kalimat tajam Joanne tidak memberi Ezra sengatan apa pun, Ezra sudah terbiasa dengan hal-hal seperti itu dari Joanne.

Pria itu hanya berkata, "Kamu memang sudah seperti mayat hidup."

"Ya, aku tahu," balas Joanne acuh tak acuh kemudian kembali mencari sesuatu di kulkas.

Detik berikutnya Joanne lupa apa yang ia inginkan dan kenapa ia turun ke bawah. Seharusnya ia tidak turun dan Joanne tahu Ezra sedang memperhatikannya di belakang bahunya.

"Berhenti berdiri di sana, kamu membuatku tidak nyaman," kata Joanne, perempuan itu meluruskan punggungnya tanpa berbalik menatap pada Ezra yang memang masih berdiri di belakangnya.

"Lakukan saja apa yang kamu mau. Aku hanya akan diam," kata Ezra.

Joanne diam lalu melakukan apa yang Ezra katakan, melanjutkan kegiatannya di depan kulkas seperti orang bodoh karena ia merasa tidak nyaman di perhatikan dari belakang oleh Ezra sehingga Joanne membalik tubuhnya tatapannya kesal kepada Ezra, ia tidak lagi menutupi kejengkelannya dan juga mata bengkaknya yang menyedihkan.

"Apa yang kamu cari?" tanya Ezra datar.

"Es batu," jawab Joanne dengan suara kesal.

"Untuk matamu?" tanya Ezra lagi.

Joanne mengutuk pelan karena Ezra mengatakan hal yang benar dan itu Joanne merasa kesal karenanya. Joanne ingin mendorong kakaknya pergi namun ia pasti tidak akan bisa menggeser pria itu meski sejengkal pun.

Sebelum Joanne sempat berkata-kata, Ezra melakukannya terlebih dahulu, masih dengan nada menyebalkannya.

"Tidak bisakah kamu berhenti menangis setiap malam?" tanya Ezra kepada Joanne.

Joanne mengeraskan rahangnya sedikit sebelum membalas bertanya, "Kenapa? Memangnya apa pedulimu?"

"Itu membuatmu menjadi jelek," jawab Ezra.

Joanne mengacak rambut terurainya dengan kesal lalu perempuan itu menggeram, "Kamu...."

"Kamu dan hidungmu itu sangat berisik, Joanne."

"Ezra, aku membencimu. Sungguh."

"Aku tahu."

"Selalu, sangat."

"Aku tahu."

"Bodoh. Menyebalkan. Kenapa kamu selalu mengatur hidup aku? Kenapa harus selalu kamu?"

Joanne mengeluarkan semua kekesalannya dalam satu tarikan nafas dan refleks membuat Joanne melangkah maju selangkah sebelum perempuan itu membeku saat Ezra mengangkat sebelah tangannya yang tidak menggenggam apa pun.

Joanne refleks memejamkan kedua matanya rapat-rapat saat Ezra mengangkat tangannya, mungkin ia telah memancing emosi Ezra dan kini kakaknya itu akan memukulnya.

Joanne merasakan jantungnya melompat saat ada sentuhan di wajahnya dan ia hampir menangis.

Namun sentuhan itu tidak sakit, yang Joanne rasakan adalah belaian pelan pada bagian bawah matanya. Ezra sedang menyentuh wajahnya. Dengan sangat pelan dan lembut. Joanne bahkan nyaris tidak bernafas karenanya.

Pada saat Joanne membuka matanya, perempuan itu tertegun. Ezra dengan ekspresi wajahnya, itu membuat Joanne tidak percaya bahwa pria itu tampak seperti begitu sedih saat ini.

"Berhentilah menangis malam ini."

"..."

"Tangisanmu itu jelek dan berisik. Itu membuat aku susah tidur dan lihatlah wajahmu sekarang terlihat seperti Princess Viona."

Itu kalimat panjang dan menyebalkan dari Ezra, membuat Joanne menggeram kesal namun gerakan tubuhnya berkhianat atas sentuhan Ezra di wajahnya yang bengkak.

"Aku mengatur hidupmu, karena aku ingin yang terbaik untukmu. Pendidikan, pekerjaan, dan juga tentang siapa yang akan kamu kencani."

"Aku sudah besar, Ezra," desis Joanne.

"Apakah ada jaminan bahwa kamu akan lebih bahagia dari pada saat ini jika aku membiarkan kamu bersama dengan pria itu, Joanne?" Ezra membalas bertanya.

"Ya."

"Meski dia membuatmu menangis tiap malam? Kamu masih mencintainya?"

Joanne tidak menjawab, tatapannya tajam pada Ezra namun juga melembut seiring perubahan raut wajah Ezra yang menjadi tidak terbaca dan Joanne tidak pernah melihat raut wajah seperti itu dari kakak tertuanya.

"Aku menganggapnya sebagai sebuah ya," kata Ezra saat Joanne tidak kunjung menjawab.

Lalu Joanne samar-samar melihat seulas senyum miris di wajah Ezra.

Sebelum sentuhan dari wajahnya itu berhenti dan berganti pada tangan besar Ezra yang menekan puncak kepala Joanne dan mulai mengusap pelan hingga lama kelamaan terasa seperti mengacak rambut Joanne.

Samar-samar Joanne mendengar Ezra bergumam sesuatu yang terdengar seperti sebuah makian namun tidak dalam arti yang sebenarnya.

"Bodoh, dasar bajingan beruntung."

Begitu katanya dengan sangat pelan namun Joanne masih bisa mendengarnya samar-samar.

Meski Joanne tidak mengerti kenapa namun sudut bibirnya sedikit tertarik dan dia tersenyum tipis saat melihat Ezra yang langsung berbalik dan meninggalkan Joanne untuk mengambil kopinya.

■ 310317 ■

BLUESWhere stories live. Discover now