51 ■ cinquante-et-un.

6.3K 720 7
                                    

Joanne terbangun dalam posisi berbaring tertelungkup dimana pada posisi itu wajahnya menghadap dan menyandar langsung pada bantalnya. Joanne baru membuka matanya setengah dan mencoba untuk menyesuaikan diri dengan gelap serta cahaya remang yang ada di dekatnya.

Saat perempuan itu mengangkat tubuhnya dengan sebelah tangannya yang bertumpu pada tempat tidur, Joanne mendapati keadaan kamarnya yang gelap gulita hanya ada penerangan samar dari cahaya yang mengintip dari balik jendela kamarnya.

Tanpa melihat ke arah jam dinding, Joanne mencoba untuk menebak jam berapa sekarang dan sudah berapa lama ia tertidur.

Namun kemudian Joanne mengerang pelan saat merasakan wajahnya yang terasa kebas karena ia tertidur dengan wajah menghadap bantal dan lehernya yang terasa tidak nyaman.

Saat Joanne membenarkan posisinya di atas tempat tidur dengan duduk di atas sana, Joanne meringis saat perutnya yang tidak nyaman dan baru mengingat bahwa ia belum makan dan ketiduran.

Setelah apa yang terjadi di dapur, Joanne langsung kembali masuk ke dalam kamarnya tanpa mengisi perutnya, pada saat itu Joanne merasa sangat kenyang hanya dengan beradu mulut dengan Ezra.

Hal yang pertama dicari oleh Joanne adalah ponselnya. Dengan caranya yang meraba ke sekeliling atas tempat tidurnya hingga Joanne menemukan benda itu di bawah bantalnya.

Joanne kemudian menggenggam ponsel itu di kedua tangannya, matanya dipejamkan selama beberapa saat.

Joanne menelan ludah pada tenggorokannya yang terasa kering dan kemudian membuka matanya dengan perlahan. Masih dengan tatapan penuh harap perempuan itu menekan tombol power untuk menyalakan ponselnya dan yeah.

Tidak ada apa pun di sana.

"Are you fucking kidding me?"

Joanne berbicara kepada dirinya sendiri dengan suara yang nyaris tidak ia kenal, serak dan gelisah.

Dari ponselnya Joanne mengetahui bahwa sekarang sudah jam sepuluh kurang dua puluh menit dan Joanne masih tidak percaya bahwa selama itu pula tidak ada pesan atau panggilan apa pun yang masuk kepadanya dari Harvey di saat pria itu bahkan sudah berjanji untuk menghubunginya.

Joanne meletakan ponselnya yang masih menyala ke atas pangkuannya. Kedua mata Joanne menatap ke sana cukup lama dengan banyak pertanyaan yang mengisi kepalanya.

Kenapa Harvey tidak memberinya kabar?

Kenapa Harvey tidak menelefonnya?

Jika pria itu sibuk, setidaknya Harvey bisa mengirimkan pesan kepadanya jika memang tidak sempat untuk menelefonnya.

Joanne dengan segala pertanyaan di dalam kepalanya masih menatap pada layar ponselnya hingga layarnya menggelap dan tidak ada yang Joanne lakukan dengan hal itu.

Joanne menyisir rambutnya yang terurai ke belakang, mencoba untuk menenangkan dirinya namun gagal hingga akhirnya Joanne menelan segala pertanyaan di dalam kepalanya, kembali menyambar ponselnya.

Menyalakan dan segera membuat panggilan kepada orang yang sedari tadi mengacau di dalam pikirannya. Suara panggilan tersambung mulai berbunyi dengan teratur membuat Joanne menghitung setiap detiknya secara diam-diam.

Hingga suara teratur itu berhenti berganti dengan suara dimana suasana terasa seperti jauh lebih ramai dan bersamaan Joanne mendengar suara berat khas menyapanya.

"Halo."

Jantung Joanne seakan bekerja dua kali lipat dari biasanya saat mendengar suara itu mengisi gendang telinganya, tanpa sadar Joanne mengeratkan genggamannya pada benda kecil yang menempel di telinganya tanpa menjawab apa pun.

"Joanne?"

Suara itu memanggilnya karena Joanne tidak bersuara dan memberi reaksi, membuat Joanne terbangun dari lamunannya. Masih menatap pada satu titik namun bibirnya bergerak perlahan.

"Harvey."

Itu adalah kata pertama yang keluar dari bibir Joanne, nama Harvey.

"Ya?"

Harvey membalas dengan nada lembut seperti apa yang selalu pria lakukan saat berbicara kepadanya.

"Kenapa kamu tidak menelefon aku?"

"Aku baru akan menelefonmu nanti, karena ada sesuatu yang harus aku urus terlebih dahulu di sini, J," jawab Harvey.

"Aku ingin bertemu kamu."

"..."

"Bisakah kamu datang sekarang?" tanya Joanne.

"Maaf, J. Aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Karena aku sedang tidak di Jakarta, J."

"Dimana kamu?"

"Aku..."

Di seberang sana Joanne bisa mendengar suara seseorang yang memanggil nama Harvey.

"H?"

Joanne memanggil Harvey saat pria itu tidak melanjutkan ucapannya yang terpotong dan Joanne merasa seperti Harvey tengah menjauhkan ponselnya dari telinga dan terdengar pria itu berbicara kepada seseorang di sana.

Kemudian saat Harvey mendekatkan kembali ponselnya, pria itu memanggil Joanne.

"J."

"Ada apa?"

"Aku harus pergi sekarang."

Joanne tertegun mendengar apa yang baru saja Harvey katakan. Joanne membalas bertanya kepada Harvey, tanpa sadar perempuan itu berbisik pelan seakan takut.

"Kenapa, H?"

"Aku menjelaskannya saat aku menghubungi kamu lagi besok pagi."

"Kamu sedang dimana?"

"..."

"Kamu tidak sedang di rumah atau hotel?"

"No, i am not, J."

"..."

"Dont't forget to eat and please, don't drink."

"..."

"Jangan tidur malam-malam. I must go now."

"Tunggu..."

Tutt. Tutt.

Kamarnya gelap dan semuanya kembali sepi, Joanne menyinggungkan senyum di sudut bibirnya. Sebuah senyum miris untuk mengejek dirinya.

Beberapa saat setelah layar ponsel Joanne yang tadinya menggelap kini kembali menyala dan tampak sebuah pesan masuk tertera di atas sana dan pada saat Joanne membukanya, ia membaca tulisan yang tertera di atas sana.

Harvey

Sorry, are you okay?

Joanne

No.

I mean, no. I am fine, i am okay.

Joanne mengirim pesan itu kemudian mematikan layar ponselnya. Joanne melempar ponselnya jauh ke ujung tempat tidurnya dan membenamkan wajahnya ke bantalnya.

Perempuan itu memejamkan matanya selama beberapa saat sebelum akhirnya Joanne bergumam pada dirinya senditi dengan suara sengau.

"No, i am not okay, Idiot."

■ 180317 ■

BLUESWhere stories live. Discover now