37 ■ trent-sept.

8.5K 873 4
                                    

"Hanya malam ini."

Joanne kembali membisikan kalimat itu kepada dirinya, itu adalah yang kesekian kalinya dan Joanne tidak tahu bagaimana harus meng-handle semua perasaan aneh yang sudah menghantuinya selama hampir tiga bulan lamanya.

Dan malam ini, mungkin akan menjadi malam terakhir untuk Joanne. Ini adalah kesempatan terakhirnya.

Joanne menarik nafas dalam, memejamkan matanya sejenak. Berbicara kepada dirinya sendiri tentang apa yang akan ia lakukan setelah ini.

Joanne melangkah keluar dari toilet dan melihat sosok tegap yang berdiri sambil bersandar pada dinding yang ada di belakang punggungnya. Harvey berdiri di sana dan tampak tengah memperhatikan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Joanne melangkah mendekat dan bertepatan dengan gerakan kepala pria itu yang terangkat. Harvey tersenyum melihat Joanne yang sudah keluar dari toilet, Harvey berhenti menyandarkan punggungnya pada dinding di belakangnya saat Joanne menghampirinya.

"Sudah?" tanya Harvey.

Joanne hanya membalas dengan anggukan pelan.

Kemudian Harvey dan Joanne beriringan saat mereka menuruni tangga untuk kembali ke ruangan dimana pesta prom diadakan.

Joanne sendiri sibuk dengan pikiran di dalam kepalanya, memikirkan tentang hal yang sedari tadi mengganggunya. Hingga Joanne nyaris tersandung karena langkahnya sendiri, sepatu tinggi yang dikenakan oleh Joanne malam ini benar-benar menyiksanya.

Beruntung Harvey menahannya, pria itu sedari tadi menggenggam tangannya, menuntun langkah Joanne, tahu bahwa Joanne merasa tidak nyaman dengan sepatu hak tinggi yang dikenakannya malam ini.

"Hati-hati, J. Perhatikan langkah kamu." kata Harvey sambil mengeratkan genggamannya pada Joanne.

Sementara Joanne hanya berdeham sambil mengangkat sedikit bahan gaun panjang yang ia kenakan. Mereka mungkin akan berdansa nanti, Joanne tidak tahu apakah ia bisa dan seperti apa gerakannya namun Harvey berjanji akan membuat itu menjadi sebuah hal ringan.

Mereka hanya perlu menggerakan kedua pasang kaki sambil mengikuti alunan musik dan yang terpenting adalah Joanne bersama Harvey.

Harvey memanggil Joanne saat mereka memasuki ruangan pesta.

"J."

Joanne menoleh kepada Harvey lalu membalas, "Ya?"

"Kamu sudah berjanji."

"Tentang apa?"

"Aku memenangkan award-nya maka kamu harus menyetujui semua permintaan dari aku, J."

Itu adalah award yang dibagikan pada sesi sebelumnya. Joanne sendiri tidak percaya Harvey mendapatkan tiga di antaranya. Tapi Joanne juga tidak menyalahkannya karena pada kenyataannya Harvey deserve it dan katakan bahwa Joanne setuju dengan kemenangan award untuk pria itu.

Joanne menatap Harvey sejenak kemudian menarik nafas pelan dan berkata, "Are you sure? Kapan aku menjanjikan hal itu kepada kamu?"

"You did. Mungkin kamu bercanda pada saat itu tapi aku mengingatnya," jawab Harvey. "Aku ingat setiap candaan kamu, J."

Harvey tersenyum dan dengan penampilannya yang rapi malam ini, membuat Joanne seakan lupa caranya bernafas selama beberapa saat sebelum Harvey kembali berkata kepada Joanne.

"Satu award untuk satu permintaanku kepadamu dan aku punya tiga dari itu."

Joanne menaikan sebelah alisnya lalu tersenyum tipis kepada Harvey. Perempuan itu berkata, "Lalu, apa itu yang langsung membuatmu menjadi begitu pongah dan besar kepala saat ini?"

Harvey hanya tersenyum, memamerkan gigi rapinya yang putih sambil mengangguk penuh kemenangan.

Dan Joanne berharap, ia juga bisa bersikap seperti itu.

"J?" Harvey kembali memanggil Joanne.

Joanne membalas dengan gumaman pelan, "Hm."

"Ini permintaan pertamaku," kata Harvey, tersenyum pada Joanne. "Dengarkan baik-baik."

Joanne tidak menjawab, hanya menaikan sebelah alisnya, hendak mengabaikan pria itu namun Harvey langsung melanjutkan ucapannya.

"Jadi pacar aku."

Ini adalah kedua kali Harvey mengatakannya.

Setelah dua bulan berlalu akhirnya Harvey kembali mengatakannya. Joanne sendiri hanya menatap Harvey. Memberi pria itu tatapan ambigu.

"Bagaimana jika aku menolak?" tanya Joanne.

Harvey menaikan sebelah alisnya lalu kemudian berkata, "Maaf, tapi kamu tidak punya pilihan untuk itu, J. Dan kemudian permintaan keduaku... berdansa dengan aku, J."

Joanne tersenyum tipis mendengar ucapan Harvey.

Joanne tahu bahwa ini gila tapi pada kenyataannya, bahkan seorang Cinderella sekali pun ingin bertindak egois meski pun hanya sekali saja, seperti dengan cara nekatnya untuk pergi ke pesta dansa meski ia tahu bahwa itu mungkin tidak seharusnya.

Dan meski hanya satu malam saja, Joanne ingin berada di panggung yang sama dengan Sang Pangeran, berpegangan tangan, dan berdansa. Serta menjadi pusat perhatian selama sejenak.

"Jadi bagaimana, J?"

Joanne hanya menatap Harvey dan Joanne merasa geli saat Harvey yang mengerutkan keningnya. Kerutan itu tampak semakin dalam saat Joanne tidak kunjung menjawab.

"Joanne."

"Ya, Harvey."

Harvey menarik nafas dalam lalu bertanya kepada perempuan di hadapannya itu.

"'Ya' untuk apa?" tanya Harvey.

Dan pada akhirnya Joanne memutuskan untuk mengikuti sebagaimana alur ceritanya bersama dengan Harvey.

Malam ini, Joanne memutuskan untuk menjadi egois.

"'Ya' untuk kamu," balas Joanne, perubahan ekspresi wajah Harvey membuat Joanne mengulum senyumnya kemudian melanjutkan ucapannya sebelum pria itu sempat membalas. "Dan juga untuk permintaan kamu."

Tatapan heran, terkejut, dan bingung.

Joanne senang bahwa dirinyalah yang menjadi alasan Harvey tampak seperti itu, jantungnya mungkin bisa berhenti sekarang juga karena bekerja terlalu keras.

Untuk dirinya sendiri dan juga untuk bersama pria yang ada di hadapannya sekarang. Sosok yang kini tengah menatapnya dengan tatapan dari sepasang bola mata gelap yang paling disukai oleh Joanne.

Jika malam ini Harvey yang akan menjadi King maka biarkan Joanne berdiri di sisi pria itu dan menjadi Queen untuk Harvey malam ini.

Tidak masalah, setidaknya Joanne bisa merasakannya. Meski pun pada akhirnya saat tengah malam nanti dengan berat hati Cinderella harus meninggalkan Pangeran.

Joanne tidak akan menyesali apa pun.

■ 210217 ■

BLUESWhere stories live. Discover now