19 ■ dix-neuf.

12.9K 1.4K 17
                                    

Joanne ada di ruangannya dan Harvey juga ada di sana, duduk di kursi sofa yang ada di tengah ruang kerja Joanne. Menatap perempuan itu yang terdiam sejak beberapa saat lalu. Tidak ada kata-kata yang keluar di antara mereka berdua. Joanne sendiri tidak seperti biasanya.

Harvey mendapati wajah perempuan itu yang lelah dan bertanya-tanya, bagaimana bisa Darent tidak menyadari hal itu saat pria itu berhadapan dengan Joanne. Bahwa Joanne mungkin baru saja mengalami hangover parah. Wajahnya mungkin segar sehabis mandi, namun tatapan matanya kuyu.

Harvey menunggu Joanne untuk mengatakan sesuatu, namun perempuan itu tidak menunjukan tanda-tanda bahwa ia akan memulai pembicaraan. Mereka tidak berbicara sejak kepergian Darent dan juga Harvey tidak perlu menuangkal bahwa Darent masih sama seperti dulu.

Namun setidaknya Darent jauh lebih baik dari pada saudaranya yang lain, Jezra Limsyong Tanaka.

"Ezra akan kembali ke Indonesia."

Joanne akhirnya bersuara, kalimatnya memecahkan keheningan. Memusatkan perhatian Harvey kepadanya.

"Ya, J." Harvey menanggapi ucapan Joanne.

Harvey melihat Joanne yang baru saja mengangkat pandangannya kepada Harvey. Tatapan matanya tidak terbaca, namun Harvey tahu perempuan itu sedang memikirkan sesuatu di dalam kepalanya, sesuatu yang sudah pasti adalah itu.

"Maka itu berarti kamu harus mulai menjaga jarak dengan aku."

Ini yang sudah Harvey perkirakan sebelumnya. Kerutan dalam tampak di kening Harvey. Joanne tahu apa yang akan dikatakan oleh Harvey berikutnya, maka perempuan itu kembali melanjutkan kalimatnya sebelum Harvey sempat membuka suaranya.

Joanne menarik nafas dalam sebelum ia berkata, "Kamu tidak perlu datang ke toko aku. Aku bisa menghubungi kamu jika rancangannya sudah jadi..."

"Aku datang bukan untuk membicarakan tentang rancangan gaunnya, J. Aku datang untuk hal yang lain, hal yang lebih penting dari pada sekedar rancangan sebuah gaun pengantin." Kata Harvey.

Joanne menggeleng, menatap Harvey dengan tatapan sengit sebelum akhirnya berkata, "Kamu tahu apa yang kamu katakan barusan tadi?"

Nada sengit dalam ucapan Joanne membuat Harvey mengerutkan keningnya dalam. Harvey mencoba untuk memutus jarak namun Joanne kembali mundur menjauh.

"Joanne, kamu sudah salah paham."

Joanne memberikan senyum sinis kepada Harvey.

"Harvey."

"Joanne."

Keduanya saling memanggil nama pada saat yang bersamaan, Joanne menyipitkan matanya. Saat Harvey lengah Joanne menepis tangan pria itu dari pergelangan tangannya.

"Sial, tidak," Joanne yang pertama kali memundurkan langkahnya. Menolak untuk menatap wajah Harvey. Sementara Harvey masih diam di tempatnya. "Jangan panggil nama aku seperti itu. Joanne, aku benci itu."

"J." Harvey kembali memanggil Joanne, kali ini dengan panggilan yang perempuan itu inginkan.

"Pergi, H," Joanne mengatakan itu nyaris seperti sebuah bisikan lirih. "Ezra akan.... jika dia melihat kamu lagi."

Dan kalimat terakhir itu terdengar seperti sebuah peringatan dari Joanne untuk Harvey.

"Aku tidak akan pergi kemana pun, J."

Joanne menatap tajam kepada pria itu atas ucapan Harvey. Menatap seakan Harvey melakukan sebuah kesalahan bodoh.

Harvey mengabaikan tatapan tajam itu dan kembali berkata, "Kamu baru saja pergi meninggalkan aku semalam dan sekarang kamu menyuruh aku untuk pergi?"

"Ya, aku menyuruh kamu untuk pergi."

"Joanne...."

"Ini tempat aku, H. Ini toko aku ruangan aku. Dan sekarang, aku ingin kamu pergi," Joanne berhenti saat ia merasa sudah berada di posisi amannya. Lalu berkata, "Tenang saja, rancangan gaun kamu akan tetap aku kerjakan. Aku akan mengirimkannya setelah...."

"Aku akan datang, aku akan tetap datang." Harvey menekan ucapannya.

"Harvey, apa kamu tidak pernahbelajar?"

Harvey seakan menahan senyum sinisnya atas pertanyaan Joanne barusan, Joanne tahu bahwa sedikit demi sedikit mungkin ia sudah membuat Harvey kehabisan kesabarannya.

"Apa yang bisa aku pelajari jika selama ini kamu selalu saja kabur. Kamu selalu berlari meninggalkan aku hingga saat kamu tidak pernah membiarkan aku untuk mengejar kamu." Kata Harvey, menekan di setiap suku katanya.

Harvey mengambil beberapa langkah untuk mendekat kepada Joanne, memutus jarak di antara mereka namun Joanne tidak bisa diam berdiri di tempatnya hingga Harvey menahan sebelah lengan perempuan itu lagi dengan mencengkram yang lebih tegas namun tanpa berniat menyakiti perempuan itu.

"Aku menunggu delapan tahun untuk hal ini, J."

"Aku tidak pernah menyuruh kamu untuk menunggu aku, H. Jangan berkata seakan aku yang meminta kamu untuk melakukannya."

Harvey masih menangkap pergelangan tangan Joanne di genggamannya, tengah mencoba untuk menenangkan Joanne saat perempuan itu berupaya untuk melepaskan cengkeraman Harvey dari pergelangan tangannya.

Joanne selalu melakukannya saat Harvey mencoba untuk membicarakan hal itu dengan Joanne. Perempuan itu tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Joanne."

"Sial, Harvey! Aku akan memukul tepat di wajahmu jika kamu melakukannya."

"Maka lakukan saja. Karena aku juga akan melakukannya."

Rahang Joanne mengeras saat Harvey membalas ucapannya itu.

"Joanne Limsya Tanaka."

"Sial, kamu..."

Harvey mengabaikan umpatan pelan Joanne, menyela kalimat perempuan itu begitu saja. Meski Harvey tahu bahwa itu merupakan peringatan dari Joanne untuknya.

Melihat Joanne yang tidak pernah berubah, itu membuat Harvey ingin sedikit menyadarkan perempuan itu.

"Aku yakin aku sudah tahu apa yang akan kau katakan selanjutnya." Harvey tersenyum miris.

Sedangkan Joanne hanya menatap Harvey, mendesis tajam sebelum pria itu kembali melanjutkan kalimatnya. Menatap penuh ancaman kepada Harvey.

"Hanya saja, sampai kapan kamu akan terus melarikan diri seperti itu? Sampai kapan kamu ingin terus membohongi diri kamu sendiri seperti ini, Joanne?"[]

■ 010117 ■

BLUESUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum