55 ■ cinquante-cinq.

5.7K 694 17
                                    

Joanne terbangun dari tidurnya saat terdengar suara deringan yang mengganggu di telinganya.

Joanne membuka matanya yang terpejam dengan susah payah. Matanya terasa berat saat ia mencoba untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke dalam matanya.

Waktu sudah menunjukan tengah malam dan pada saat Joanne membaca nama yang tertera pada layar ponselnya. Jantungnya seakan berhenti selama beberapa saat sebelum Joanne menarik nafas dalam melalui mulutnya.

Joanne sedang tidak ingin berbicara dengan siapa pun saat ini.

Joanne hanya menatap pada layar ponselnya yang menyala hingga panggilan itu berhenti dan layarnya kembali menggelap.

Joanne merasa lega saat suara deringan itu berhenti dan pada saat perempuan itu hendak mematikan suara ponselnya tiba-tiba sebuah panggilan kembali muncul di layar ponselnya.

Hingga akhirnya Joanne menyerah dan mengangkat panggilan itu dan terdengar suara dari seberang sana yang langaung menyambut Joanne.

Suara di seberang sana terdengar lega saat mencapai telinga Joanne.

"Akhirnya kamu mengangkat panggilan aku, J."

"Kenapa kamu tidak menelefonku?"

"Sekarang aku menelefonmu, J."

Nada miris mewarna ucapan Joanne. "Di tengah malam seperti ini?"

"Maaf, aku baru menyelesaikan beberapa urusan."

"Urusan apa?"

"Pekerjaan."

Bohong.

"Kamu dimana?"

"Aku sedang ada di Bali."

"Bersama siapa?"

"Sepupuku."

Bohong lagi.

"Kenapa kamu berbohong?"

Joanne mengatakan itu hampir berbisik dan bahkan dirinya sendiri hampir tidak bisa mendengarnya.

Joanne menelan ludahnya susah payah saat mendengar Harvey membalas apa yang baru saja Joanne katakan.

"Apa?" tanya Harvey, menandakan bahwa pria itu tidak mendengar apa yang baru saja Joanne katakan.

Joanne bergeming selama beberapa detik sebelum memejamkan matanya, tubuhnya terasa lelah.

"Tidak, tidak ada," tuntas Joanne pada akhirnya, suaranya melemah pada akhir kalimatnya.

Harvey sendiri bergeming selama beberapa saat sebelum kembali bersuara.

Pria itu berbicara kepadanya seperti biasa, seakan tidak terjadi apa pun. Seakan tidak menyadari bahwa ada yang aneh dari reaksi Joanne.

"Kamu sudah tidur?"

"Ya."

"Kamu terdengar lelah."

"Ya."

"..."

"..."

"Katakan sesuatu."

"Apa?"

"..."

"Kapan kamu akan kembali?"

"Secepatnya. Mungkin dua hari lagi."

"Oh."

"..."

"..."

"Aku merindukanmu, J."

Joanne terkejut dan perempuan itu tertegun dan detik berikutnya Joanne hanya tertawa mendengarnya, suara tawanya nyaris datar dan Joanne merasakan sakit yang kembali merasuki dadanya membuatnya sesak.

Joanne mencoba untuk menetralkan suaranya sebelum ia menelan ludahnya susah payah dan berkata dengan suara berbisik.

"Bodoh."

Dan kemudian Joanne bisa mendengar seperti Harvey tengah tersenyum di seberang sana.

"Bagaimana harimu?" tanya Harvey.

Buruk.

"Baik," jawab Joanne dengan nada kecut.

"Benarkah?" Harvey membalas bertanya.

"..."

"Kamu tidak terdengar baik."

"Aku baik."

"Are you okay, J?"

"I am okay, H."

Dan setelahnya Joanne tidak tahu harus menjawab apa. Joanne membeku, tertegun. Dadanya sakit dan nafasnya mulai tercekat saat ia tahu bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuknya bersikap seperti ini.

Memikirkan jalan apa dan hal apa yang harus ia lakukan saat ini.

Tidak tahu Harvey, namun Joanne serius.

Dan untuk saat ini, Joanne hanya ingin menyimpan itu untuk dirinya sendiri tanpa mengatakannya kepada siapa pun. Dengan mengabaikan apa yang telah pria itu lakukan di belakangnya.

Joanne merindukan Harvey sampai sakit rasanya.

Mereka seperti kembali ke titik nol dimana keadaan menjadi kaku, panggilan masih tersambung namun tidak ada suara. Joanne menikmati setiap detiknya, suara nafas Harvey yang tenang.

"Joanne..."

"Hm."

"Wait for me, okay?"

Ini lebih buruk dari pada dulu.

Menunggu apa, Bodoh?

Karena hingga akhirnya, sebelum Joanne sempat menjawab Harvey. Joanne tidak bisa mencegah suara tangisnya yang pecah pada akhirnya.

■ 240317 ■

BLUESWhere stories live. Discover now