Turnamen Penyambutan

Mulai dari awal
                                    

Lonceng berbunyi, pertandingan pun dimulai.

Dia tahu kalau ia akan mati dalam pertandingan tersebut, tentu saja, bahkan dia tidak tahu apa sebenarnya kekuatan yang dia miliki. Yang dia tahu, melihat dalam gelap, mendengar dan merasakan sesuatu dari kejauhan, itu saja. Dan kekuatan itu sama sekali tidak berguna di hadapan seorang pengendali petir

Di ujung lapangan lain Sarah telah bersiap untuk menyerang, Alva dapat melihat aura kegilaan yang terpancar dari tubuh gadis berwajah manis itu. Suasana di sekitarnya tiba-tiba menggelap dan kilatan-kilatan cahaya menyambar-nyambar dari tubuhnya, dalam satu kali hentakkan kakinya tubuh itu melesat secepat kilat. Alva segera menghindar tepat pada waktunya. Untung insting gadis pirang itu bagus, cukup berguna untuk sekarang. Tetapi tetap saja, yang bisa dia lakukan hanya menghindar, bukan?

Dan benar saja, Alva hanya bisa menghindari serangan-serangan yang datang, walaupun Alva tahu beberapa jenis teknik bela diri tetapi menyentuh tubuh Sarah sama saja dengan mengulurkan tangan ke saklar listrik.

Kecepatan Sarah tidak bisa di anggap main-main, beruntungnya refleks Alva dan pergerakan cepatnya berhasil menghindari tiap serangan. Karena itu pula yang membuat Sarah terlihat kesal, sejenak Sarah berhenti menyerang, berjarak beberapa meter dari Alva. Wajah putihnya berubah menjadi merah.

"Serang aku Alva. Jangan menghindar terus, kau bilang akan mencari tahu kekuatanmu, bukan?"

"ya, itu benar!" teriak Alva, oh, dia benar-benar ingin membunuhnya di tengah arena ini. "tapi aku tidak tahu cara menyerang."

"Serang saja." teriak Sarah dari kejauhan dan dia kembali melesat cepat.

Alva menelan ludah, tak tahu apa yang harus dilakukan untuk menyerang. Serangan-serangan sebelumnya yang berhasil di hindari sepertinya sudah diketahui oleh Sarah. Tanpa dugaan gadis petir itu menyerang dari samping dengan menyentakkan tubuh dan dengan cepat menghantam perut Alva dengan tinjunya.

Sarah tersentak, tubuh Alva tiba-tiba mengeluarkan cahaya merah terang—tidak karena tinjunya, dia tidak melapisi kepalan tangannya dengan petir—tubuh gadis pirang itu seketika meledak menjadi ratusan kelelawar berwarna kemerahan yang berterbangan memenuhi langit-langit arena.

Sarah yang sempat terpental beberapa meter akibat ledakan mendongak dengan wajah pucat, para kelelawar itu membuat suara bising yang memekakan telinga. Lalu mengeluarkan cahaya merah, terbang berputar dan saling bertabrakan. Bukannya berjatuhan mereka malah menyatu satu sama lain dan membentuk suatu wujud.

Wajah Sarah semakin memucat, ketegangan meningkat dalam tubuhnya. Tidak, juga di sekitarnya, para penonton menahan nafas mereka begitu pun dengan Sarah yang langsung berhadapan dengan sosok Alva yang kembali muncul, dengan sepasang sayap kelelawar raksasa di punggungnya. Dengan ringan melayang di udara, tatapan kosong itu tak lagi secerah langit biru melainkan berubah semerah darah.

Alva mengangkat tangan kanannya ke udara, seketika pusaran cahaya merah mengelilingi tangannya. Sarah di bawah sana nyaris jatuh berlutut saat kemunculan tiba-tiba sebuah tombak berwarna semerah darah, tekanan menguasai lapangan pertarungan. Gadis bersayap kelelawar itu mengarahkan tombaknya ke target sasaran, asap hitam mengudara dari ujungnya yang runcing jarum. Sarah di bawah sana seolah sudah pasrah, kengerian dan rasa takut bercampur menjadi satu, tapi tiba-tiba suara lonceng tanda pertarungan berakhir berbunyi.

Dea berdiri dari tempat duduknya. Mengibaskan salah satu tangan putihnya yang kurus.

"Cukup sampai disini saja. Tak perlu diteruskan."

Alva perlahan turun, saat kakinya menyentuh tanah sayap kelelawarnya menghilang, ia menatap Sarah sekilas kemudian pergi menaiki tangga yang mengarah kembali ke kursi penonton.

WIZARD (Broken Butterfly) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang