089. Jatuhnya Dairi -1-

Mulai dari awal
                                    

"Jaga Hinata dan Nawaki." Ucap Mito lirih sambil berbalik arah berjalan menuju goa yang terhubung dengan terowongan di Dairi. "Aku akan melakukan tugasku sebagai Permaisuri dinasti ini. Melindungi kedaulatan Kaisar, sampai titik darah terakhirku." Ucap Mito tanpa membalikkan tubuhnya.

"Mito!, mereka menyegel seluruh Kyoto, kekuatanmu tak akan berpengaruh apapun di dalam sana?!" Kembali Nagato kehilangan kendalinya. Secara tak langsung ia tengah membeberkan identitas mereka sebagai siluman rubah ekor sembilan.

Mito membalikkan tubuhnya. Senyuman yang sulit di artikan terpatri di bibir merahnya. "Hontou ni gomenasai, maaf jika aku membohongi kalian selama ini."

Shizune, Tomoyo dan beberapa Samurai yang mengawal mereka mengerenyitkan dahi, bingung dengan pernyataan maaf sang Permaisuri.

Sementara Hinata dan Hanabi yang mengetahui sejarah kitsune dalam pemerintahan, menatap sendu, saat Mito berniat membeberakan identitasnya.

"Aku takut tak punya waktu untuk mengatakan yang sebenarnya pada kalian. Uzumaki Mito wanita yang selama ini kalian agungkan sebagai Ratu kalian adalah siluman rubah ekor sembilan berusia seribu tahun yang berasal dari puncak gunung Fuji."

Para samurai itu bahkan membulatkan matanya tak percaya saat mendengar penuturan Mito. Tapi seketika angin menusuk berhembus begitu kencang dan bersamaan dengan itu dari balik tubuh Ratu mereka muncul sembilan ekor berwarna jingga yang berkibar indah.

"Terimakasih telah mempercayakan dinasti ini pada seekor siluman rubah sepertiku."

Awalnya para Samurai itu berniat untuk melawan Mito yang menampakkan ekor-ekornya. Tapi sudut ekor mata mereka menitikkan air mata ketika wanita yang bertahun-tahun menjadi ratu mereka itu berlutut dihadapan mereka.

"Maaf telah menipu kalian."

Hinata melepaskan kedua tangannya dari papahan Hanabi dan Tomoyo. Berjalan perlahan menuju sang Ratu yang tengah berjongkok.

Jemari lembutnya lalu mengelus perlahan bahu mungil Mito. "Berdirilah Yang Mulia..." Ucapnya pelan, senyum manis terpatri di bibir merah mudanya menutupi luka hati yang kini tengah ia simpan. "Anda tak perlu minta maaf, karena kami semua bangga memiliki ratu seperti Anda."

Mito mendongak menatap Hinata yang mengulurkan tangan padanya. Istri dari keponakannya itu tersenyum begitu tulus padanya. Padahal ialah penyebab semua penderitaan wanita cantik ini. Menjadikannya batu pijakan pertama untuk membalas dendam atas kematian adik beserta seluruh keluarganya.

"Mohon berdirilah Yang Mulia..." Pinta Hinata lembut.

"Mohon berdirilah Yang Mulia.."

"Mohon berdirilah Yang Mulia.."

"Mohon berdirilah Yang Mulia.."

Mito mengedarkan pandangannya. Ia tersenyum kecil saat melihat orang-orang yang ada di hutan pinus itu, berlutut dihadapannya. Menerima uluran tangan Hinata, lalu kembali berdiri. "Ini mungkin perintahku yang terakhir pada kalian. Aku minta lindungi Putera Mahkota dan Hinata dengan taruhan nyawa kalian.

"Hai' Kogo-sama." Jawab mereka serempak.

"Okaa-sama mau meninggalkanku juga?" Nawaki pangeran cilik yang sejak tadi hanya terdiam sambil memeluk kaki Saara, kini berjalan pelan mendekati sang ibu.

Fox And FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang