[22]

437K 17.5K 674
                                    

Karin berjalan lemas disepanjang lorong kelas XII. Siang ini cukup panas untuk olahraga outroom sehingga mengharuskan anak kelas XII-IPA1 untuk rela berolahraga dibawah terik matahari. Vita dan Sasha sedang pergi ke kantin untuk membeli minuman sedangkan Karin lebih memilih menunggu dikelas sebab tenaganya terlalu banyak terkuras dan semoga saja pelajaran selanjutnya tidak melelahkan, bayangkan saja setelah capai-capaian olahraga dan ternyata pelajaran selanjutnya adalah matematika dan semacamnya? Bunuh diri saja, sudah.

Wilayah kelas dua belas masih sangat sepi karena ini belum jam istirahat. Hanya pemandangan para berandalan sekolah yang sedang berusaha bolos dari pagar di samping kelas dua belas IPS. Karin tidak menghiraukan itu sama sekali, buat apa menghabiskan tenaga untuk hal yang belum tentu baik. Bisa saja, dia sok pahlawan lalu ternyata dia yang malah ditonjoki para berandalan. Amit-amit dah.

Karin sedikit menarik sisi bibirnya begitu sadar jika kelasnya sudah dekat. Membayangkan tidur-tiduran di atas meja lalu menyalakan AC adalah surga bagi mereka yang baru selesai olahraga. Tapi senyum tipia itu berubah menjadi sebuah makian kecil. Ngapain tuh cowok? Dengus Karin masih tetap melangkahkan kakinya.

Egi sedang bersandar di dinding kelasnya, seakan sedang menunggu dan Karin langsung tau jika yang ditunggu itu dia. Bukan kegr-an tetapi Karin yakin itu. Karin tetap santai, tak menghiraukan keberadaan Egi.

Egi mendengar suara langkah kaki sehingga ia menatap ke arah suara. Beberapa detik kemudian, ia menyungging senyum begitu melihat Karin berjalan kearahnya. Egi melangkahkan kakinya berniat mendekati Karin. Egi tersenyum lebar, sedangkan Karin berwajah muram.

"Ke kantin, yuk," ajak Egi begitu jaraknya dengan Karin sudah cukup dekat. Karin berjalan lurus seakan tak mendengar apa yang di katakan Egi. Egi mengerutkan keningnya bingung, dia memang tau jika Karin itu sangat cuek dan dingin terhadapnya, tetapi yang barusan berhasil melukai harga dirinya.

"Hey," Egi mencekal lengan Karin yang langsung dihempaskan Karin kasar. Egi dapat melihat sorot kebencian yang terpancar jelas dimata Karin. Ia sempat merasa ragu, tetapi dia tak tahu apa yang membuatnya ragu seperti itu.

"GUE CAPEK EGI. SEBAIKNYA KITA KEMBALI KAYAK SEBELUMNYA. ENGGAK KENAL, ENGGAK PERNAH NGOBROL, DAN GUE ENGGAK MAU LAGI BERHUBUNGAN SAMA ELO. GUE NGGAK BUTUH SEMUA PERHATIAN LO, GUE MOHON EGI, JANGAN BUAT GUE BENCI LO.," teriak Karin emosi. Untung saja belum ada orang yang berkeliaran di sekitar kawasan dua belas. Hanya para berandalan sekolah yang menyaksikan pertengkaran antara Karin dan Egi. Karin mendesis, sembari menepuk dadanya, sebenarnya sangat terasa sesak dan nyeri saat meneriaki Egi yang sebenarnya tak bersalah disini. Dari lubuk hati terdalam, Karin menyesal tetapi itulah pilihan terbaik agar Egi menjauhinya sehingga hubungannya dengan Arka tetap berjalan mulus.

Egi menatap Karin dengan mata membulat, ingin sekali ia meluncurkan lelucon sehingga dapat mencairkan suasana, tetapi sepertinya itu tidak berguna. Egi terkekeh pelan, lalu menggaruk kepalanya layaknya orang kebingungan, "Hehehe, maaf kalo gue ada salah. Kayaknya lo lagi sensitif," ia tertawa sumbang. Sedangkan Karin masih menatapnya tajam, tetapi Egi bisa bisa melihat sorot penyesalan dibalik sorot tajamnya.

Egi berjalan beberapa langkah mendekati Karin, kemudian tersenyum tipis, lalu mengacak rambut perempuan itu pelan. Sebelum berjalan melewatinya, Karin dapat mendengar jika Egi berulang kali menghela nafas panjang.

Karin terpaku, diam, dan sendiri, hatinya terasa sesak sudah menyakiti perasaan Egi. Bukan berarti dia menyukai Egi, tetapi dia sungguh merasa bersalah atas semua kebaikan yang sudah diberikan Egi kepadanya. Karin membalikkan tubuhnya, menatap punggung tegap Egi yang semakin menjauh. "Maafkan aku, Egi," gumamnya tertahan.

Egi menatap kebelakang sekilas, saat melihat Karin juga menatapnya, ia tersenyum lalu menunjuk ponselnya. Tak lama ponsel Karin bergetar, dengan cepat Karin merogoh kantong celana olahraganya.

Lovely HusbandWhere stories live. Discover now